28 Februari 2009

Sumsel Masuk Daerah Terparah Dilanda Krisis

PALEMBANG (SINDO) – Tim Indonesia Bangkit (TIB) yang terdiri atas beberapa pengamat ekonomi menyatakan, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) termasuk di antara enam provinsi yang terkena dampak krisis keuangan global paling parah.

Anggota TIB Iman Sugema mengatakan, selain Sumsel, provinsi lain yang juga merasakan dampak parah krisis keuangan global adalah Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat. Sebab, menurut Iman, komoditas unggulan daerah-daerah tersebut adalah ekspor produk hasil perkebunan dan pertambangan. “Seperti yang kita ketahui, krisis kemarin membuat harga komoditas perkebunan dan pertambangan serta produk turunannya menjadi anjlok. Padahal, jumlah rakyat yang menggantungkan hidupnya di sektor itu sangat banyak,” ujarnya saat temu wartawan di Riverside Restaurant, Palembang, kemarin.

Menurut Iman, terkenanya beberapa daerah di Indonesia oleh krisis finansial yang bermula di Amerika Serikat tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah Indonesia. Saat ini kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah lebih mengarah ke neoliberalisme. Padahal, kebijakan yang memihak pada pasar itu bisa menimbulkan krisis berulang-ulang, kelangkaan berbagai kebutuhan masyarakat, dan kesengsaraan massal.

Menurut dia, berbagai indikasi yang menunjukkan Indonesia menjalankan kebijakan neoliberalisme cukup jelas. Di antaranya, di bidang pertambangan, saat pemerintahan SBY-JK menghibahkan Blok Cepu kepada Exxon Mobile serta perpanjangan kontrak karya PT Freeport. Selain itu, liberalisasi perdagangan yang dilakukan Menteri Perdagangan juga sangat merugikan rakyat, diantaranya dibukanya keran ekspor rotan dan kuningan membuat para perajin bangkrut karena kehilangan bahan baku. “Di saat perajin kita gulung tikar karena bahan baku diekspor semua, justru China yang tidak punya tanaman rotan malah bisa menjadi eksportir terbesar furnitur dari bahan rotan. Ini tidak boleh dibiarkan, kita harus melakukan perubahan arah kebijakan ekonomi sekarang juga,” tutur Direktur International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) ini.

Pernyataan itu didukung anggota TIB lainnya, Ichsanudin Noorsy. Menurut pengamat ekonomi politik ini, berdasarkan pengamatan dan penelitian yang dilakukan TIB, setiap provinsi yang basis perekonomiannya perkebunan dan pertambangan akan memiliki angka produk domestik regional bruto (PDRB) yang timpang. Pasalnya, pengaruh kekuatan korporasi di daerah tersebut terlalu besar sehingga mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum. Menurut Ichsanudin, Pemprov Sumsel harus segera memperbaiki PDRB-nya agar pertumbuhan ekonomi di provinsi nomor lima terkaya di Indonesia ini bisa kembali meningkat. “Setidaknya pemerintah harus mengubah paradigma pengelolaan SDA yang saat ini ditempatkan sebagai komoditas ekspor menjadi sumber energi. Dengan paradigma baru itu, SDA pertambangan dan perkebunan yang dimiliki Sumsel akan menjadi modal bagi pembangunan daerah dan nasional menuju kemajuan dan kemandirian sesuai UUD 1945,” tandasnya.

Pengamat ekonomi dari Universitas Sriwijaya Didiek Susetyo mengatakan, pernyataan TIB itu mungkin hanya didasarkan pada pengamatan sektor ekonomi makro Sumsel saja. Memang perekonomian makro Sumsel yang didominasi sektor perkebunan dan pertambangan sempat mengalami penurunan. Sebab, produk kedua sektor itu orientasinya ekspor ke negara-negara yang terkena dampak krisis keuangan global. “Kalau itu yang dijadikan dasar TIB ya memang itu yang terjadi. Tapi, kalau untuk produk menengah dan mikro, saya melihat masih stabil ya,” ucapnya. (iwan setiawan)

Rumah Murah Dibangun

PALEMBANG (SINDO) – Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya (PU CK) Provinsi Sumatera Selatan segera membangun rumah contoh di lokasi perumahan murah di Jakabaring.

Kepala Dinas PU CK Provinsi Sumsel Rizal Abdullah mengatakan, pembangunan rumah contoh dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada peminat rumah murah. Selanjutnya, secara bertahap lingkungan di lokasi pembangunan itu sudah mulai ditata dari sekarang. Meskipun masih ada kendala terkait pembebasan lahan, dia meyakinkan dalam waktu dekat permasalahan itu akan selesai. “Lokasinya kan sudah pasti di sana (Jakabaring). Jadi dalam waktu dekat, kami akan bangun empat unit rumah contoh sebagai gambaran kepada masyarakat umum mengenai tipe dan bentuk rumah yang akan kami bangun di sana,” tuturnya ditemui di Griya Agung kemarin.

Rizal menjelaskan, semua persiapan pembangunan rumah murah bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan masyarakat umum ini terus dimatangkan Pemprov Sumsel. Termasuk, di antaranya meminta izin dan persetujuan DPRD Provinsi Sumsel mengenai pelepasan hak tanah kepada masyarakat pemilik rumah itu nantinya. Sebab, tanah seluas 23 ha lebih tersebut statusnya merupakan aset Pemprov Sumsel. Namun, pada saatnya terjadi akta kredit pembelian rumah, tanah dan bangunan tersebut akan menjadi hak milik pembeli rumah. “Sudah kami layangkan surat ke DPRD untuk hibah (pelepasan) aset tanah itu,” imbuhnya.

Mengenai pendaftaran pembeli rumah murah, hingga kini belum dibuka. Sebab, menurut Rizal, tim pendaftaran masih terus membahas persyaratan yang akan ditetapkan. Karena itu, Rizal membantah adanya informasi yang mengatakan telah ada sekitar 3.000 PNS dan guru yang telah terdaftar. “Secepatnya kami akan buka pendaftaran dan seleksi. Tapi ya harus ketat syaratnya, karena peminatnya banyak sekali. Kenapa harus ketat, karena kita ini kan harus adil, jangan sampai nanti ada yang merasa tidak puas dengan keputusan tim seleksi,” tandasnya.

Sementara itu, Okta, seorang PNS di Pemprov Sumsel, mengharapkan agar proses seleksi peminat rumah murah nanti bisa transparan dan adil. Sebab, kebutuhan akan rumah bagi PNS memang sangat mendesak. Meski mengaku sangat butuh, dia tidak mau melakukan cara-cara ilegal untuk mendapatkan kuota rumah murah tersebut. “Siapa yang tidak mau mendapatkan jatah rumah murah ini karena masih banyak PNS yang ngontrak atau menumpang dengan orangtua. Makanya kami harapkan kepada tim pendaftaran dan seleksi agar bisa memutuskan seadil-adilnya siapa saja yang dapat rumah murah tahap pertama ini,” katanya. (iwan setiawan)

27 Februari 2009

Sistim Keuangan Daerah Masih Buruk

Ketua BPK RI Anwar Nasution saat menjadi narasumber pada dialog publik soal keuangan daerah di Griya Agung, Palembang, kemarin.

PALEMBANG
(SINDO) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menilai transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah memburuk. Untuk memperbaiki hal tersebut, pemerintah harus segera melaksanakan reformasi pengelolaan keuangan daerah.

Ketua BPK RI Anwar Nasution mengatakan, memburuknya kondisi ini bisa dilihat dari menurunnya persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) selama periode 2004–2007. Persentase LKPD yang mendapatkan opini WTP yang pada 2004 mencapai 7%, turun menjadi 5% pada tahun berikutnya, dan hanya 1% pada tahun 2006 dan 2007.

Selanjutnya, kata Anwar, untuk pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Sumsel, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, dan Lampung dalam kurun waktu tiga tahun yaitu 2005–2007, belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini terlihat bahwa hanya satu LKPD mendapatkan opini WTP pada 2005 dan sebagian besar lainnya memperoleh opini WDP. Bahkan pada 2007, seluruh LKPD di empat provinsi itu mendapatkan opini WDP.

Menurut Anwar, permasalahan yang mendasari pemberian opini selain WTP adalah kelemahan prosedur pencatatan, kelemahan pengelolaan kas daerah, kelemahan dalam pengelolaan aset tetap, kelemahan dalam pengelolaan pendapatan, dan penyimpangan terhadap ketentuan tentang pengeluaran dan pertanggungjawaban belanja daerah. “Persoalan buruknya transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah meningkatkan peluang kebocoran dan menghambat kinerja pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan dan kesejahteraan pada rakyatnya,” papar Anwar saat temu wartawan usai dialog publik di Griya Agung, Palembang, kemarin.

Anwar mengungkapkan, selama ini BPK tidak pernah dilibatkan dalam audit keuangan pemerintah daerah. Padahal, pemerintah daerah sangat sering mendapatkan bantuan dari kreditur luar negeri, baik melalui pemerintahan maupun organisasi. Meski awalnya berlangsung wajar, perlahan muncul satu per satu persoalan menyangkut transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. Bahkan, tingkat kepuasan kreditur luar negeri tersebut menurun tajam. Hal itu disebabkan adanya dugaan penyimpangan terhadap dana bantuan dan pinjaman tersebut. “Anda tentu masih ingat, beberapa waktu lalu Presiden Bank Dunia meminta Pemerintah Indonesia mengembalikan seluruh dana pinjaman yang telah dikucurkan secara utuh, karena mereka menduga dana bantuan itu tidak tepat sasaran. Selain itu, para kreditur itu juga meminta langsung BPK mengaudit dana bantuan dan pinjaman dari mereka, sehingga dana itu memang mengalir ke pos yang mereka tuju,” ungkapnya.

Kasubdit Pinjaman dan Obligasi Daerah Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Depdagri Indro Baskoro menyebutkan, selama ini pemda di seluruh Indonesia tidak mempunyai data persis mengenai jumlah kekayaan daerahnya yang bertambah pada setiap tahun anggaran atas realisasi penggunaan dana APBD. Hal ini disebabkan proses pengadministrasian dan pencatatan pengeluaran belanja dengan pola lama belum menerapkan standar akuntansi pemerintah.

Sementara itu, Gubernur Sumsel Alex Noerdin menyatakan, jika laporan keuangan daerah di Sumsel belum baik akan dicari penyebabnya. Ia menegaskan, ke depannya setiap kepala daerah di Sumsel harus lebih memerhatikan administrasi pengelolaan keuangan. Dan ketika tiba penyusunan LKPD harus mengacu pada peraturan yang berlaku. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Jembatan Musi III Belum Jelas

PALEMBANG (SINDO) – Titik pasti yang ditetapkan sebagai lokasi pembangunan Jembatan Musi III hingga kini belum menemui titik terang. Bahkan, setelah hampir dipastikan akan dibangun di depan Kantor Dinas Tata Kota Palembang, kini muncul kembali alternatif lokasi lain.

Lokasi baru yang disebutkan itu adalah di dekat pabrik PT Pusri. Di daerah Seberang Ilir, jembatan itu akan menyambung dengan Jalan Mayor Zen. Sedangkan, di Seberang Ulu diperkirakan menyambung Jalan Kapten Abdullah, tepatnya simpang Kayu Agung. Dengan adanya kemungkinan baru lokasi pembangunan jembatan ini, dipastikan realisasi pembangunannya akan kembali molor. Sebab, pihak investor dan Departemen Pekerjaan Umum akan membutuhkan lagi waktu untuk survei lokasi baru tersebut. “Informasinya, Maret nanti (Dirjen PU BM) akan datang lagi untuk melihat lokasi yang dipilih. Dengan adanya lokasi baru ini, akan dipilih yang lebih baik, apakah tetap di depan Dinas Tata Kota atau dekat Pusri. Sebab, lokasi baru (dekat PT Pusri) ini kami lihat dan nilai lebih strategis, tapi lihat hasil kajian tim nanti ya,” ujar Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra ditemui di Griya Agung kemarin.

Menurut Eddy, adanya usulan lokasi baru ini bukan untuk menghambat realisasi pembangunan jembatan yang sudah lama direncanakan tersebut. Sebab, pemerintah sangat berhati-hati dan mempertimbangkan dengan matang berbagai aspek ketika mengajukan usulan lokasi. Tujuannya, selain menginginkan proyek pembangunan bisa berjalan tanpa masalah, Wali Kota juga ingin tidak terlalu banyak warga yang merasa dirugikan karena harus dipindahkan dari lokasi tersebut. Bahkan Wali Kota menegaskan, jika survei lokasi telah selesai dan ditetapkan, secepatnya proses pembebasan lahan akan dilakukan. “Yang penting sekarang, Jembatan Musi III ini harus jadi,” ucapnya.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) III Asep Sudarjat mengatakan, pembangunan Jembatan Musi III terkendala penentuan lokasi pasti dan pembebasan lahan yang belum dilakukan. Menurut Asep, langkah yang seharusnya diambil tim pembebasan lahan adalah segera menetapkan lokasi dan membebaskannya. Dengan begitu, tim yang akan melakukan kajian teknis bisa segera menetapkan rancangan jembatan mana yang cocok dengan lokasi tersebut. “Harusnya bebaskan saja dulu lahannya baru nanti diteruskan (pemerintah) pusat. Kalau lahan sudah tersedia, berarti kendalanya tinggal soal dana,” katanya. (iwan setiawan)

26 Februari 2009

Kawasan Bebas Kendaraan Dirancang

PALEMBANG (SINDO) – Pemerintah Kota Palembang sedang melakukan survei untuk menerapkan unmotorized area (kawasan bebas kendaraan bermotor), di beberapa tempat strategis di kota metropolitan ini.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Palembang Edi Nursalam mengatakan, pihaknya tengah melakukan kajian mendalam mengenai program tersebut. Hal itu dibutuhkan karena kondisi Palembang berbeda dengan kondisi beberapa kota yang telah lebih dahulu menerapkan program ini. Dengan begitu, nantinya yang diadopsi adalah nilai-nilai positif dan cocok dengan kondisi di Palembang. “Program ini sangat positif untuk membatasi tingkat penggunaan kendaraan pribadi dan polusi udara yang semakin meningkat belakangan ini. Tapi kami akan pelajari terlebih dahulu bagaimana mekanismenya sehingga kota seperti Jakarta bisa menjalankan ini,” ujarnya kemarin.

Edi menerangkan, nantinya kawasan bebas kendaraan bermotor ini akan dibahas, apakah secara permanen atau hanya jam-jam tertentu saja. Sebab, seperti halnya yang berlaku di beberapa kota yang menerapkan program serupa, juga terdapat perbedaan mengenai sistem yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya masing-masing.

Menurut Edi, selain penerapan kawasan bebas kendaraan bermotor, pihaknya juga tengah berpikir keras bagaimana menata lalu lintas di Palembang yang sangat ramai saat ini. Sebab, selama ini jumlah pertumbuhan kendaraan di Palembang tidak sebanding dengan penambahan jalan. Hal itu menyebabkan kendaraan yang keluar pada waktu bersamaan akan menumpuk dan memenuhi jalanan. “Cukup sulit bagi pemerintah untuk membuat jalan baru karena kondisi Kota Palembang yang sudah padat seperti sekarang. Untuk itu, kami akan melakukan reformasi transportasi, dengan harapan masyarakat akan lebih nyaman menggunakan transportasi publik dan meninggalkan kendaraan pribadinya di rumah,” katanya.

Asisten II Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang Bidang Ekonomi Pembangunan Apriadi S Busri menyampaikan dukungannya atas rencana Dishub yang akan menerapkan kawasan bebas kendaraan bermotor. Bahkan, Apriadi mengusulkan, kawasan yang diprioritaskan untuk diterapkan program tersebut adalah Plaza BKB. Sebab, kawasan itu merupakan ikon pariwisata Palembang dan ramai dikunjungi masyarakat. “Seperti yang pernah saya lihat dalam beberapa kunjungan kerja di objek pariwisata di Pulau Jawa, kendaraan gak boleh masuk, cukup disediakan tempat parkir yang berjarak 100–200 meter dari lokasi, kemudian pengunjung memasuki tempat wisata dengan berjalan kaki. Jadi benar-benar fresh suasananya,” tuturnya. (iwan setiawan)

25 Februari 2009

Sampah Bertebaran di Jalan

Petugas Dinas Kebersihan Kota Palembang mengangkut sampah yang diletakkan warga di median Jalan Ki Merogan.

PALEMBANG
(SINDO) – Di sejumlah median jalan Kota Palembang masih banyak sampah bertebaran. Kota peraih Adipura ini masih mengalami masalah klasik soal penanganan sampah.

Meski Dinas Kebersihan Kota (DKK) Palembang sudah berusaha maksimal mengangkut sampah di median Jalan Ki Merogan, Kecamatan Kertapati, tumpukan sampah masih saja terlihat di median jalan sepanjang hari. Persoalan sampah yang diletakkan di median jalan oleh masyarakat sudah berlangsung cukup lama. Namun, hingga kini sosialisasi yang dilakukan langsung pihak kecamatan agar masyarakat tidak lagi membuang sampah di median jalan belum sepenuhnya dipahami dan dijalankan masyarakat. Sebab, hingga kini tumpukan sampah rumah tangga masih bisa dijumpai di sejumlah median jalan.

Dinata, salah seorang pengemudi kendaraan angkutan sampah DKK Palembang, mengatakan, operasional angkutan sampah di wilayah Kertapati ini sudah maksimal. Pasalnya, wilayah ini dilayani hingga tiga shift angkutan, yaitu pagi antara pukul 06.30–08.00 WIB, siang 11.00–12.30, dan malam antara pukul 19.00-19.30 WIB. “Kalau daerah lain, ada yang cuma dua kali angkut, pagi dan sore. Tapi tidak numpuk seperti di sini. Kalau di sini (Kertapati), kami petugas seperti kucing-kucingan dengan warga yang buang sampah,” ujarnya ketika mengangkut sampah kemarin siang.

Dia mengharapkan agar warga di sepanjang Jalan Ki Merogan bisa menyesuaikan jadwal membuang sampah dengan jadwal lewatnya kendaraan angkutan sampah. Hal ini penting artinya agar sampah yang dibuang tidak terlihat menumpuk di median jalan. “Memang di sepanjang jalan ini belum ada kontainer sampah sehingga warga kebingungan membuang sampahnya. Tapi biar sama-sama enak, coba warga membuang sampahnya itu sebelum mobil sampah lewat, jadi semua sampah bisa terangkut,” tuturnya.

Sementara itu, Rahman, warga Jalan Ki Merogan, mengatakan, kebiasaan warga membuang sampah di median jalan disebabkan tidak dimilikinya tempat pembuangan sampah sementara (TPS). Jika TPS dipasang, perlahan kebiasaan itu bisa dikikis dan hilang. “Sekarang ini warga yang ingin membuang sampah tidak tahu mau diletakkan di mana. Sebab, kalau diletakkan di depan pagar rumahnya, tidak akan terangkut mobil sampah. Karena itu, warga masyarakat menaruh sampah di median jalan biar terlihat dan lebih mudah diangkut,” katanya.

Camat Kertapati A Zaini Rivai mengatakan, pihaknya sudah berulang kali menyosialisasikan larangan meletakkan sampah di median jalan. Namun, dalam persoalan ini, warga tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena memang di sepanjang Jalan Ki Merogan belum memiliki TPS. Karena itu, warga tidak memiliki alternatif lain selain meletakkan sampah mereka di median jalan. “Hingga kini pengajuan pemasangan kontainer sampah belum juga direalisasikan DKK Palembang. Nanti saya coba koordinasikan lagi agar pemasangannya bisa lebih dipercepat sehingga masalah penumpukan sampah yang berserakan di median jalan bisa tertangani,” tandasnya. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

Jembatan Keramasan Mengancam

Kondisi Jembatan Keramasan yang kerap dilewati truk dan kendaraan besar, sebagian aspalnya telah terkelupas.

PALEMBANG (SINDO) – Masyarakat berharap pengerjaan duplikasi Jembatan Keramasan di Kecamatan Kertapati segera selesai. Pasalnya, kondisi jembatan Keramasan yang ada saat ini terlihat rapuh.

Dari pantauan SINDO, tampak aspal di atas jembatan lama sudah banyak yang terkelupas. Kondisi yang paling parah dan dikhawatirkan pengendara yang melintas adalah sambungan jembatan yang sudah rusak. Bahkan, karena lapisan aspal di sambungan jembatan sudah terlepas, terbentuk lubang yang kedalamannya mencapai 10 cm. Atas kondisi tersebut, para pengendara harus memperlambat kendaraannya ketika melintas jika tidak ingin terjebak di lubang yang memanjang di tiap sambungan jembatan.

Wanto, 35, seorang pengemudi truk ekspedisi yang sering melintas di Palembang, mengatakan, kondisi jembatan di beberapa daerah di Pulau Sumatera pada umumnya kurang nyaman untuk dilintasi. “Terus terang was-was juga kalau lewat jembatan di Sumatera ini. Kalau gak berlubang, ya sambungan jembatannya itu renggang. Apalagi kendaraan kami bawa beban berat,” ujarnya kemarin.

Dihubungi terpisah, pengamat konstruksi dari Universitas Sriwijaya Bakri Umar mengatakan, sebenarnya kondisi Jembatan Keramasan masih bisa bertahan lama. Namun, kondisi itu bisa dicapai dengan perawatan yang dilakukan intensif. Sebab, sesuai bridge investigation manual, setiap jembatan harus diperiksa minimal satu kali dalam sebulan. “Disiplin tim pengawas dari instansi terkait harus lebih ditingkatkan dalam meneliti kondisi jembatan-jembatan itu. Apabila ada yang harus diganti atau diperbaiki, ya jangan ditunda lagi. Sebab, ini dampaknya bisa merugikan kepentingan masyarakat luas,” tuturnya.

Bakri menuturkan, selama ini kesadaran masyarakat dalam menjaga fasilitas umum juga dirasakannya masih sangat kurang. Terlebih, masih seringnya ditemukan baut pengikat jembatan hilang karena dicuri. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

23 Februari 2009

Palembang Bank Sumsel Kembali Telan Kekalahan

Pemain Surabaya Samator melepaskan smash ke arah pemain Palembang Bank Sumsel dalam lanjutan Sampoerna Hijau Voli Proliga di Lapangan Voli Indoor Jakabaring kemarin. Tuan rumah dipaksa mengakui keunggulan tim tamu dengan skor 1-3. Dengan kemenangan ini, Surabaya Samator memantapkan diri sebagai tim yang tak terkalahkan.

PALEMBANG
(SINDO) – Raihan sempurna yang diperoleh tim Palembang Bank Sumsel kala menundukkan Jakarta P2B, Sabtu (21/2) lalu, seakan lenyap tak berbekas. Bertanding melawan tim favorit juara, Surabaya Samator, tim Palembang Bank Sumsel harus mengakui keperkasaan juara Proliga 2007 itu dengan skor akhir 1-3 (21-25, 15-25, 25-20, 14-25).

Tim asuhan Gugi Gustaman tak mampu meladeni permainan pemain-pemain Samator. Kekalahan tak dapat dihindari meski bermain di hadapan pendukung sendiri yang memadati Gedung Olahraga Dempo, Jakabaring, Palembang. Surabaya Samator yang didominasi pemain Pelatnas, langsung memimpin sejak set pertama. Meski sempat memberi perlawanan, namun smash keras dan terarah pemain Surabaya Samator yang dimotori Ngo Vanh Kieu asal Vietnam, Joni Sugiyatno, Aris Ahmad Risqon, Ayip Rizal, Didi Irwadi, dan Adam, akhirnya Palembang Bank Sumsel menyerah dengan skor 21-25.

Perubahan komposisi pemain dicoba oleh Gugi untuk mengimbangi permainan cepat yang diperagakan anak-anak Surabaya. Namun, hal itu tak banyak membantu. Pasalnya, selain gagal membendung smash dan penempatan bola yang akurat dari pemain lawan, pemain Palembang Bank Sumsel yang dimotori Devine, Win Tu Do, Samaji, Rastoni, Koko Prasetyo, dan Fredy, sering melakukan unforced error. Kondisi ini tentu sangat menguntungkan tim lawan yang tidak perlu bersusah payah mencari tambahan poin. Set kedua ini pun ditutup dengan margin yang cukup jauh 15-25.

Di awal set ketiga, Gugi menarik keluar Devine dan mencoba komposisi pemain lokal. Tempo permainan pun sedikit ditahan. Hasilnya, secara perlahan Palembang berhasil mengimbangi Surabaya. Poin demi poin dikumpulkan oleh anak-anak Palembang dan memenangkan set ketiga dengan skor 25-20.

Sejak awal set keempat, Surabaya langsung tancap gas. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit, set ini diakhiri dengan skor 14-25. Dengan kemenangan 3-1 atas Palembang Bank Sumsel ini semakin mengukuhkan Surabaya Samator sebagai tim yang belum terkalahkan pada gelaran Sampoerna Hijau Proliga 2009 hingga seri kelima di Palembang.

Ditemui seusai pertandingan, Pelatih Palembang Bank Sumsel, Gugi Gustaman mengatakan, persiapan yang telah disusun untuk menghadapi Surabaya Samator berantakan karena persoalan nonteknis. Sebelum pertandingan, manajer tim dipanggil dewan hakim pertandingan. Mereka menyatakan pemain dengan nomor punggung 6, Brian Alfianto, tidak bisa mengikuti pertandingan. Pasalnya kostum yang dikenakan Brian serupa tapi tidak sama dengan rekannya yang lain. “Pada bagian belakang kaos Brian tertulis Depati. Padahal, hari ini kaos yang digunakan tim bertuliskanPesirah. Itulah makanya dia (Brian) tidak bisa main, ya otomatis amburadul strategi yang saya susun,” tuturnya.

Meski menyesalkan kondisi ini, namun Gugi tidak bisa berbuat banyak. Mengubah strategi di tengah permainan pun percuma karena pemain pelapis Brian memang tidak disiapkannya secara khusus.

Sementara itu, Kapten Tim Surabaya Samator, Didi Irwadi merasa bersyukur dan cukup puas setelah mengalahkan Palembang Bank Sumsel, apalagi di depan publiknya sendiri. Menurut pemain nomor punggung 8 ini, pemain Surabaya Samator sangat bersemangat jika harus menghadapi tuan rumah. “Seharusnya kami bisa mengalahkan mereka dalam tiga set langsung. Tapi, karena menganggap remeh lawan, akibatnya Bank Sumsel bisa mencuri satu set,” ucapnya.

Didi mengakui, kunci kemenangan timnya karena strategi yang disusun pelatih mereka. Namun, Didi dan juga pemain lainnya tidak bisa menolak jika peran Kieu sangat penting bagi tim. “Di tiap tim pasti ada bintang. Meski demikian, semua pemain sepakat bahwa di Samator, pemain akan selalu bermain untuk kemenangan tim dan bukan untuk dirinya sendiri,” tandasnya. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Pembunuh Bripda Eko Menyerahkan Diri


Edi Wahyudi, 32, tersangka penembakan Bripda Eko Yulianto, kemarin menyerahkan diri ke Mapolda Sumsel.

PALEMBANG
(SINDO) – Satu dari tiga buron perampokan di Kampung Jahe, Desa Muara Burnai II, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten OKI, Kamis (19/2) lalu, menyerahkan diri ke Unit Jatanras Polda Sumsel kemarin pagi. Tersangka Edi Wahyudi, 32, diantar seorang keluarganya yang bertugas di Detasemen Polisi Militer (Den POM) Palembang.

Sekitar pukul 09.30 WIB, dengan kawalan beberapa polisi, tersangka Edi masuk ke ruangan Kasat I Pidum Ditreskrim Polda Sumsel AKBP Imam Sachroni. Setelah buron selama tiga hari, Edi memutuskan untuk menyerahkan diri. Sebab, selama pelariannya pascaperampokan yang gagal di Kampung Jahe itu, dia selalu dihantui rasa was-was.

Edi yang hanya bisa menunduk lesu mengaku, pascaperampokan yang berujung baku tembak dengan polisi, dia dan dua rekannya, Pon dan As berlari masuk ke dalam hutan. Dia tidak tahu nasib kedua rekannya karena berpisah di tengah jalan. “Idak tau lagi pak. Kami langsung pencar pas belari dari TKP,” jawabnya lirih.

Dengan terbata-bata, Edi menceritakan, dirinya baru pertama kali menggunakan senpi untuk merampok. Senpi tersebut dibelinya dari Omen, rekannya sesama perampok seharga Rp 4 juta. Dengan uang sejumlah itu, bapak satu anak ini mengaku mendapatkan delapan butir peluru jenis FN yang tersimpan dalam sebuah magazen. Bahkan, Edi berkeras jika peluru yang menewaskan Bripda Eko Yulianto berasal dari senpi yang dipegangnya. ”Memang aku nembak waktu itu, tapi seingat aku dua letusan bae pak. Aku dak tau kalau ado yang keno. Aku jugo nembak karena takut, bukan karena sengaja (membidik polisi) nian,” tandasnya.

Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol A Gofur didampingi Kasat I Pidum Ditreskrim AKBP Imam Sachroni mengatakan, pascakejadian Kamis (19/2), pihaknya mengimbau para tersangka yang masih buron untuk segera menyerahkan diri. Sebab, kata dia, polisi tidak segan memberikan tindakan tegas terhadap para tersangka yang telah mengakibatkan tewasnya Bripda Eko Yulianto, 21, dari Satuan Reskrim Kepolisian Resor (Polres) OKI. Ternyata, imbauan tersebut cukup ampuh. ”Pagi tadi tersangka Edi telah diserahkan pihak keluarga angkatnya yang kebetulan memiliki adik seorang anggota Den POM. Selanjutnya, tersangka diperiksa di Mapolda sebelum diserahkan ke Polres OKI untuk disidik,” ujar Gofur di Mapolda Sumsel kemarin.

Mengenai senpi yang diduga digunakan tersangka saat baku tembak, hingga kini belum ditemukan. Menurut Edi, senpi itu terjatuh ketika dia berusaha lari dari kepungan polisi. Berdasarkan keterangan itulah, Polda langsung berkoordinasi dengan tim Polres OKI untuk kembali menyisir lokasi di sekitar TKP baku tembak guna menemukan senpi tersebut. Penemuan senpi itu sangat penting artinya untuk bisa mengetahui peluru dari senjata mana yang menewaskan Bripda Eko Yulianto. ”Menurut pengakuannya, memang Edi mengarahkan tembakannya ke polisi. Jadi mungkin yang mengenai (Bripda Eko Yulianto), ya senjata yang bersangkutan (Edi). Makanya, kita usahakan menemukan senjatanya dulu untuk memastikan proyektil yang mengenai anggota itu,” bebernya.

Dengan adanya Edi yang menyerahkan diri ke polisi, saat ini tinggal dua tersangka lagi yang masih berstatus buron. Mereka adalah Ponimin yang saat perampokan bertugas mengawasi situasi, dan Aswin (yang sebelumnya diberitakan tewas dalam baku tembak) yang menjadi pelaku bersama Edi dan Nur. ”Salah seorang pelaku yaitu Nur, tewas di TKP. Sementara, Abas yang berperan menggambar sasaran perampokan sudah tertangkap, ditambah lagi dengan penyerahan diri Edi. Jadi, sekarang tinggal dua yang buron, yaitu Aswin dan Ponimin,” terang Gofur. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Cari Makan dan Uang Tambahan

BEKARANG DI DUSUN II, DESA IBUL BESAR (2–HABIS)

Warga bersemangat berburu ikan, udang, dan belut di rawa yang berada di pinggir Jalan Lingkar Selatan Palembang.

Anak-anak warga Dusun II Desa Ibul Besar, menunjukkan hasil buruannya berupa udang dan ikan.

Matahari telah condong ke arah barat dan sebentar lagi kegelapan akan menyelimuti bumi. Namun anak-anak yang melakukan bekarang tak terlihat lelah. Padahal, sudah lebih lima jam mereka berendam di rawa dan bermandikan lumpur. Puluhan warga Dusun II, Desa Ibul Besar, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir tersebut dengan teliti menelusuri tiap sisi rawa. Jengkal demi jengkal rawa mereka jelajahi, lubang demi lubang yang ada di dalam rawa dibongkar untuk menemukan buruan mereka. Bahkan, terkadang aksi warga ketika mengejar buruannya yang lepas mengundang gelak tawa warga yang lain. Pasalnya, ada saja yang terjatuh atau terperosok ke dalam rawa dan muncul dengan berlumuran lumpur mulai di wajah hingga sekujur tubuhnya.

Entah berapa kilogram udang dan ikan yang berhasil dikumpulkan warga. Namun jika satu orang rata-rata bisa menangkap 10-20 ekor udang, dengan berat minimal satu ekor 150 gram, maka diperkirakan udang yang terkumpul bisa mencapai 75 kilogram. Angka yang kecil memang jika dibandingkan dengan jumlah panen yang diproduksi pengusaha tambak udang. Namun jika melihat lokasi penangkapan maupun cara yang digunakan, maka Anda akan menggeleng gelengkan kepala sambil berdesis kagum.

Manto, seorang warga di sekitar rawa yang sehari-harinya mencari nafkah sebagai penarik ojek, juga menyempatkan diri untuk ikut dalam kegiatan bekarang ini. Menurut bapak dua anak ini, kegiatan seperti ini sudah sering ia lakukan. Bahkan ia rela meninggalkan sementara pekerjaannya untuk ikut bekarang. Pasalnya, dengan bekarang ini, selain bisa mendapatkan lauk tambahan untuk makan keluarganya, ia pun bisa memperoleh uang tambahan dengan menjual sebagian hasil tangkapannya. “Air surut disini kan paling sehari dua hari, ya dak papo ninggalke gawean karena di sini juga bisa ngasilke duit kalau dapatnya banyak,” tuturnya.

Menurut Manto, kalau di daerah pedesaan, kegiatan bekarang diikuti dengan prosesi makan bersama di sekitar sungai kecil, rawa, atau lebung, yang dijadikan lokasi bekarang. Hal itu sangat terasa dalam mewujudkan persatuan dan kebersamaan antar warga di desa. Namun karena lokasi bekarang mereka ini lebih dekat ke kota, dimana masyarakatnya lebih cenderung melakukan segala sesuatunya dengan praktis, maka tradisi tersebut tidak sepenuhnya diadopsi. “Paling yang beda dengan di dusun yo dak katek makan bersama hasil tangkapan itu. Kalau disini, habis nangkap yo digawak balek, dan dimasak di rumah masing-masing,” terangnya.

Kalaupun hasil tangkapan ada yang berlebih, maka akan dijual kepada warga lain yang hendak membeli. Tentu saja harganya tidak sama dengan harga pasaran. Jika saat ini udang galah ukuran sedang bisa mencapai Rp 60.000 per kilogram dengan isi per kg 10 hingga 12 ekor udang. Maka jika ada yang berminat membeli hasil tangkapan para peserta bekarang ini, hanya perlu menyediakan uang antara Rp 3.000-Rp 5.000 untuk membeli satu ekor udang. Pasalnya di lokasi tidak tersedia timbangan seperti di pasar. “Sebenarnya idak berniat menjual hasil tangkapan ini. Tapi pas naik ke darat ada saja orang yang melintas dan nak beli udang tangkapan ini, yo jadilah tawar menawar. Kalau untuk di rumah 10 ekor udang bae sudah cukup, sisanya mendingan dijadiin duit, kan bisa buat beli beras dan jajan anak-anak,” ucap Manto yang mengaku hari itu mendapatkan 32 ekor udang dan 5 ikan betok. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

22 Februari 2009

Padi Obati Kangen Ribuan Penggemar

Grup band Padi menghibur masyarakat Kota Palembang di Lapangan Stadion Bumi Sriwijaya malam tadi. Konser digelar dalam rangka memeriahkan Parade Merdeka Indies Project Community 2009.

PALEMBANG
(SINDO) – Konser musik band Padi, Sabtu (21/2) malam di Kota Palembang berlangsung meriah dan mampu menghapus keriduan ribuan penggemarnya.

Tepat pukul 20.00 WIB, band papan atas Indonesia yang digawangi Fadli (vokal), Piyu (gitar), Ari (gitar), Rindra (bass), dan Yoyok (drum), menyapa para penggemarnya dengan lagu Sudahlah. Seolah terbius oleh lengkingan suara Fadli, ribuan penonton langsung mengikuti bait demi bait lagu yang sangat akrab di telinga mereka itu. Dilanjutkan dengan membawakan hits Begitu Indah dan Mahadewi, Padi mampu memainkan emosi para penonton yang kebanyakan datang bersama pasangannya malam itu. “Apa kabar Palembang? Senang Padi bisa main di sini lagi. Siap untuk senang-senang ya, tapi tetap damai,” ujar Fadli kepada penonton usai melantunkan lagu Mahadewi.

Fadli menyatakan kekagumannya atas kemajuan yang diraih Sumsel dalam beberapa tahun belakangan ini yang begitu pesat. Hal itu terbukti dengan semakin banyaknya talenta berbakat asal Sumsel yang menembus pasar nasional. Selain itu Fadli berharap semakin banyak anak-anak muda Sumsel yang bisa berkarya tidak hanya di tingkat nasional tapi juga go international. “Sekarang kita lihat, makin banyak band, penyanyi, penulis, maupun sutradara yang berasal dari Sumsel. Jadi mulai tahun ini dan ke depan saatnya yang muda bicara,” serunya.

Menurut Fadli, anak muda saat ini harus lebih banyak memunculkan kreatifitas. Sebab sekarang banyak sekali ajang untuk mengapresiasi kemampuan yang dimiliki anak muda. “Jadi sekarang kalau mau cari penyanyi atau band atau apapun juga, tidak hanya dari Jakarta, Bandung, Surabaya saja. Tapi kalian harus tunjukkin bahwa Palembang juga punya orang-orang yang berkualitas,” tuturnya lantang.

Meski hanya berdurasi satu jam dan membawakan 11 lagu, penampilan kelima personel cukup memuaskan. Setelah membawakan hitsnya seperti Semua Tak Sama, Terluka, Sang Penghibur, Beri Aku Arti, Harmony, Kasih Tak Sampai, dan Menanti Sebuah Jawaban, konser tersebut diakhiri dengan hits yang melambungkan Padi pada tahun 1997 silam yaitu Sobat.

Padi hadir di Kota Palembang untuk memeriahkan acara Parade Merdeka Indies Project Community 2009. Dalam acara kompetisi band tersebut akan dicari yang terbaik dari puluhan peserta yang mendaftarkan diri.

Dodi Reza Alex selaku penggagas acara mengungkapkan, kegiatan ini digelar sebagai salah satu bentuk dukungannya terhadap aktifitas anak muda di Kota Palembang. Menurut Dodi, banyak kegiatan anak muda yang positif dalam bidang olahraga, kesenian, dan kebudayaan, yang sangat sayang jika dilewatkan. Dodi sangat yakin bahwa Kota Palembang dan Sumsel masih menyimpan cadangan talenta berbakat yang sangat besar di berbagai bidang. “Tinggal bagaimana kita memunculkannya saja. Salah satunya dengan mengadakan ajang-ajang kompetisi seperti ini. Diundangnya Padi dan Nineball di acara ini sebagai motivasi anak muda Palembang yang memilih jalur musik sebagai hidupnya ke depan,” tandas Dodi. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Berburu Udang untuk Lauk Makan

BEKARANG DI DUSUN II, DESA IBUL BESAR (1)

Mencari udang dengan cara bekarang memiliki kesan tersendiri. Selain menjadi ajang bermain sesama teman, juga untuk memupuk kebersamaan dan persaudaraan. Seperti apa?

Warga Dusun II, Desa Ibul Besar, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten OI, beramai-ramai mencari ikan dan udang menggunakan alat-alat sederhana saat air rawa sedang surut.

Siang itu matahari memancarkan sinar dengan teriknya. Angin pun seakan enggan menemani perjalanan di atas sepeda motor ini. Jam di tangan menunjukkan pukul 14.35 WIB. Bermaksud hendak berteduh di bawah pohon rindang, justru pemandangan unik yang didapati. Yup….puluhan orang berada di rawa dengan berbagai peralatan rumah tangga. Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun ikut terjun mengaduk-aduk lumpur yang ada di bawah air. Bahkan, tampak pula seorang nenek yang menggunakan tudung saji (penutup makanan di meja) sedang mendulang air di depannya.

Awal melihat tingkah polah orang-orang itu, kesan aneh yang tertangkap pikiran. Ada apa ini? Ngapain ya mereka?

Namun, ketika ada seorang anak kecil di tengah rawa berteriak, akhirnya jelaslah apa yang sedang dilakukan warga DusunII, DesaIbulBesar, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, tersebut. “Woi, di sini bae nyarinyo, masih banyak lubang udangnyo,” teriak seorang anak yang bernama Azis dari tengah rawa.

Mendengar teriakan Azis, sekitar delapan temannya langsung menghampiri dan ikut menusuk-nusuk lubang yang diduga menjadi tempat persembunyian udang galah yang tengah mereka cari. Dari sisi rawa lain, teriakan keberhasilan mendapatkan buruan saling bersahutan. Bukan hanya udang galah yang didapatkan, melainkan berbagai jenis ikan air tawar, seperti gabus, betok, bahkan belut, berhasil ditangkap sekitar 50 warga yang didominasi anak-anak.

Seperti halnya di banyak desa di Indonesia, peristiwa seperti ini dikenal dengan kegiatan bekarang. Meski banyak penafsiran, bekarang secara umum bisa diartikan sebagai sebuah kegiatan mencari ikan di sungai kecil, rawa, atau lebung, secara beramai-ramai. Kegiatan ini hanya bisa dijumpai saat air sungai atau rawa sedang surut yang membuat air mulai mengering.

Ketika Azis naik ke darat, dia mengatakan, kegiatan mencari ikan, udang, dan belut di rawa, rutin dilakukan setiap air rawa sedang surut. Tanpa dikomando, puluhan orang akan masuk ke rawa dan menangkap satu per satu buruannya. Tetapi, menurut Azis, ada peraturan tidak tertulis yang harus dipatuhi setiap peserta bekarang. Mereka hanya diperbolehkan menangkap buruannya menggunakan tangan dan alat bantu sederhana. “Dak boleh pakai jala kak. Soalnyo kalau cak itu pasti banyak yang dak kebagian. Lagi pulo kalo cak ini (pake tangan) kan lebih asik,” tuturnya.

Dengan hanya mengenakan celana pendek atau celana dalam, anak-anak ini tetap ceria dan semangat ketika masuk kembali ke rawa. Sambil sesekali bercengkerama dengan rekannya, mereka lantas kembali serius menelusuri satu per satu lubang di rawa. Meski air rawa tersebut keruh karena dimasuki puluhan orang, tidak menghalangi keinginan mereka mencari lauk tambahan untuk makan malam. “Kalau beli udang di pasar kan mahal. Kalau dapat nangkap cak ini kan biso bantu emek nyiapke lauk. Sekali-kali perbaikan gizi kak,” ucapnya sambil menunduk malu.

Teriakan kegirangan karena berhasil mendapatkan udang atau ikan terus mewarnai perburuan sore itu. Lumayan juga hasil yang berhasil dikumpulkan. Bahkan, beberapa anak bisa mengumpulkan hingga 20 ekor udang galah berukuran sedang. Tentunya hasil kerja keras Azis dan teman-temannya akan membuahkan senyuman bagi anggota keluarga yang lain saat menikmati udang hasil tangkapan mereka. (iwan setiawan/bersambung)

foto : iwan setiawan

Taman Lalu Lintas Rawan Pungutan Liar

PALEMBANG (SINDO) – Kondisi Taman Lalu Lintas (TLL) Palembang di pinggiran Danau OPI, Jakabaring, sangat memprihatinkan. Selain banyak bagian yang rusak, ternyata aset milik Pemprov Sumsel itu dijadikan objek pungutan liar (pungli) oleh oknum pemuda di sekitar lokasi.

Pantauan SINDO kemarin siang sekitar pukul 14.30 WIB, ada rombongan sebuah sekolah di Palembang yang ingin berfoto di pinggir danau. Mereka masuk ke areal TLL dengan memberikan sejumlah uang kepada beberapa pemuda di depan gerbang TLL. Namun, tindakan itu diprotes pengurus TPA Raudhatul Jannah yang sedang beraktivitas di TLL. Pasalnya, fasilitas di areal TLL bukan untuk umum. “Kami juga gak tahu mengapa mereka langsung masuk, padahal gak ada yang ngizinin,” ucap Siti, salah seorang pengurus TPA.

Siti menuturkan, penggunaan fasilitas di areal TLL harus berdasarkan izin Kepala Taman Lalu Lintas terlebih dahulu. Sepengetahuan dia, TLL hanya diperuntukkan bagi kepentingan anak-anak pendidikan anak usia dini (PAUD). “Tempat ini memang sarana rekreasi. Tapi, setahu saya hanya untuk anak-anak PAUD. Kami (TPA) saja harus mengurus izin terlebih dahulu untuk menggunakan fasilitas musala yang ada,” tuturnya.

Sementara itu, Handera, penjaga Kantor TLL, menerangkan, selama ini memang TLL tidak ada yang menjaga secara khusus. Karena letaknya di tepi danau dan memiliki beberapa fasilitas penunjang, seperti menara yang bisa melihat danau dari ketinggian, maka minat masyarakat untuk bisa masuk sangat tinggi. “Sebenarnya dak boleh masuk. Tapi terkadang oleh budak-budak yang nyari duit dibolehke masuk, asal bayar. Padahal, dari pengurus sudah ngasih tahu kalau taman ini hanya untuk bermain dan rekreasi anak-anak PAUD bae,” katanya.

Mengenai beberapa bagian bangunan yang rusak, Handera menyatakan, hal tersebut di luar pemantauannya. Pasalnya, selama ini gedung yang berada di bawah pengawasan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumsel itu hanya dijaga seorang petugas. Padahal, kawasan di sekitar Danau OPI, Jakabaring, ini selalu ramai menjelang akhir pekan. “Kalau ado yang pecah atau rusak, kami dak tau siapo yang ngelakukenyo. Sebab yang jago cuma dewekan, paling jugo yang kami jago itu yo barang-barang atau fasilitas yang ado di dalam kantor,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Disdik Provinsi Sumsel Ade Karyana menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu permasalahan ini. Sebab, pembangunan maupun pengelolaannya dilakukan pada masa pejabat sebelumnya. “Saya pelajari dulu ya. Kalau tidak maksimal, ya akan kami evaluasi tentunya,” cetusnya. (iwan setiawan)

PKL Kembali Penuhi Jalan

PALEMBANG (SINDO) – Tidak adanya petugas yang berjaga di lokasi penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Inpres Plaju dan depan pertokoan di Jalan Kapten Abdullah membuat para PKL kembali memanfaatkannya untuk berdagang.

Ada yang berjualan dengan hanya beralaskan terpal diatas aspal jalan dan ada yang menjajakan dagangannya di atas gerobak atau becak. Bahkan, beberapa pedagang sudah ada yang kembali memasang terpal untuk melindungi dagangannya dari panas dan hujan. Hal ini bisa bebas dilakukan karena para petugas ketenteraman dan ketertiban (trantib) dari Kecamatan Plaju yang biasanya ada di sekitar lokasi tidak tampak sama sekali.

Martiyem, salah seorang pedagang yang ditemui SINDO, mengaku berani kembali berjualan di pinggir jalan karena melihat tidak adanya petugas yang berjaga-jaga. Selain itu, jika harus berdesakan dengan pedagang lain yang menempati lorong babi, pendapatannya menurun. “Pembeli dak galak masuk kalau jualan di lorong karena di dalam itu sempit dan bau, belum lagi beceknya. Jadi ya mumpung dak katek petugas yo jualan di luar (jalan) sini bae,” ujar ibu paruh baya yang berjualan sayur ini.

Sementara itu, salah seorang pedagang roti komplet dan martabak, Efran, menuturkan, mereka menggunakan badan jalan karena tidak tersedianya lahan yang bisa mereka tempati. Selain itu, mereka berjualan hanya mulai sore hingga malam hari. Jadi, menurut warga Jalan Tegal Binangun ini, tidak terlalu mengganggu arus lalu lintas. “Paling cepat kami pukul 15.00 WIB baru buka gerobak di sini. Jam cak itu kan sudah idak rame nian jalanan di sini,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Camat Plaju Yunan Helmi mengakui belum maksimalnya penataan kawasan di sekitar Pasar Inpres Plaju. Hal itu karena masih belum tumbuhnya kesadaran masyarakat, khususnya PKL, mengenai kebersihan dan ketertiban lingkungan. Dia mengatakan, seharusnya PKL bisa mendukung program pemerintah yang akan menata kawasan itu supaya lebih baik dan teratur. “Inilah masalahnya, kesadaran yang masih rendah di masyarakat, terutama pedagang. Seharusnya tanpa petugas di situ pun, harusnya mereka sadar bahwa berjualan di depan toko, di atas trotoar, maupun di badan jalan, merupakan tindakan tidak terpuji dan dilarang,” bebernya. (iwan setiawan)

21 Februari 2009

Ribuan Warga Hadiri Pemakaman 8 Suster

Peti jenazah delapan suster korban kecelakaan maut yang terjadi Rabu (18/2) lalu, kemarin dimakamkan secara massal di pemakaman RS Charitas, Palembang.

PALEMBANG
(SINDO) – Setelah disemayamkan di Kapel Biara Charitas selama tiga hari, akhirnya jenazah delapan suster korban, yang tewas dalam kecelakaan maut di Sungai Lubai, Desa Beringin, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muaraenim, pada Rabu (18/2) lalu, dimakamkan di Taman Pemakaman Charitas.

Selain dihadiri keluarga dan rekan kerja, pemakaman kemarin juga dipadati ribuan warga, yang ingin menyaksikan secara langsung prosesi pemakaman para suster malang itu. Meski saat pemakaman diiringi hujan yang sangat deras, namun tidak mengendurkan keinginan warga untuk tetap berada di lokasi hingga upacara pemakaman selesai. Bahkan, warga pun rela berdesak-desakan di bawah tenda yang disediakan pihak RS RK Charitas.

Rangkaian acara pemakaman sendiri sudah dilaksanakan sejak pukul 05.00 WIB yang dimulai dengan ibadat pagi arwah di Kapel Biara Charitas. Selanjutnya pada pukul 09.30 WIB, acara diisi dengan Misa Requlem yang diikuti sekitar 1.250 orang. Barulah sekitar pukul 11.45 WIB, keluarga dan rekan kerja para suster yang tewas beranjak menuju komplek makam biara Charitas yang terletak di samping Rumah Duka Charitas. Tak berselang lama, ke delapan peti mati pun dibawa beriringan menuju liang makam yang telah disiapkan sejak Rabu (18/2) lalu.

Upacara pemakaman langsung dipimpin oleh Uskup Agung Palembang Mgr Aloysius Sudarso. Meski di bawah guyuran hujan, prosesi pemakaman tetap dilanjutkan. Diiringi lantunan kidung doa dari para keluarga dan rekan kerja korban, satu per satu peti mati dimasukkan ke dua liang makam. Pada liang makam pertama, ditempatkan lima peti mati yang berisikan jasad Sr M Germanda FCh, Sr M Yose FCh, Sr M Mariana FCh, Sr M Venita FCh, dan Sr M Laurensiana. Sedangkan untuk liang makam yang kedua, ditempatkan tiga peti mati yang berisikan masing- masing jasad Sr M Evila FCh, Sr M Aurella FCh, dan Sr M Benedicta FCh. “Kita terharu dengan banyaknya masyarakat yang hadir. Ini bukti besarnya kepedulian dan perhatian masyarakat, meski tidak mengenal secara pribadi para suster. Terima kasih uluran tangan dan doa masyarakat luas untuk (delapan) suster ini,“ kata Aloysius usai upacara pemakaman kemarin.

Tak ada lagi isak tangis menyertai kepergian para suster itu. Semuanya seakan terwakilkan dengan derasnya hujan yang turun bersamaan dengan tibanya peti mati di liang makam. Pihak keluarga pun telah pasrah menerima keadaan ini. Meski berupaya tegar, namun raut kesedihan itu tak sepenuhnya bisa mereka sembunyikan. “Namanya juga kehilangan anak ya pasti sedih. Cuma gak nyangka saja jalannya mati kok (kecelakaan) kayak gini,“ tutur Sandinem, 68, ibu dari Sr M Aurella FCh. Sandinem dan Suproyo Warsoto Utomo, 79, (ayah Sr M Aurella FCh) yang berdomisili di Sleman DI Yogyakarta, bertolak ke Palembang setelah mendapat pemberitahuan dari pihak RS RK Charitas.

Sebelum upacara pemakaman berlangsung, tampak beberapa pejabat hadir untuk melihat jasad delapan suster yang tewas. Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra dan beberapa stafnya tiba di Kapel Biara Charitas sekitar pukul 10.00 WIB. Setelah melihat delapan suster tewas, Wali Kota juga menyempatkan mengunjungi Sr M Silvestra FCh yang masih berada di ruang ICU. Kemudian pada pukul 11.15 WIB giliran Eliza Alex dan Suzanna Eddy, serta Dodi Reza Alex, mendatangi tempat ke delapan jasad suster disemayamkan. Sedangkan Asisten III Sekda Provinsi Sumsel Aidit Azis juga tampak pada upacara pemakaman tersebut. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

20 Februari 2009

Kapel Charitas Ramai Dikunjungi Pelayat

Ratusan pelayat kemarin mendatangi Kapel Charitas Pusat untuk mengucapkan salam perpisahan kepada delapan suster yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan maut di Sungai Lubai, Kabupaten Muaraenim, Rabu (18/2) lalu.

PALEMBANG
(SINDO) – Ratusan pelayat mendatangi Kapel Charitas Pusat untuk mengucapkan salam perpisahan kepada delapan suster yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan maut di Sungai Lubai, Desa Beringin, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muaraenim, Rabu (18/2), sekitar pukul 05.30 WIB.

Sejak pagi kemarin, keluarga, rekan kerja, sahabat, hingga masyarakat umum bergantian memasuki Kapel Charitas Pusat. Mereka dengan tertib menghampiri satu per satu peti mati yang dibariskan di bagian depan kapel untuk mengucapkan salam terakhir bagi delapan suster yang telah terbujur kaku di dalamnya. Suasana sedih yang mendalam sangat terasa di dalam tempat peribadatan itu. Meski berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengeluarkan air mata, setibanya di depan peti mati dan melihat jasad teman mereka, buliran bening air yang tak sanggup lagi terbendung di kelopak mata tampak mengalir deras membasahi pipi para suster lain.

Fransiska, 40, dan Yosef Supriono, 50, orangtua Sr M Mariana FCh mengaku tidak memiliki firasat apa pun atas kejadian yang menimpa anak pertamanya itu. Meski mendapat kabar sekitar pukul 09.00, Rabu (18/2), namun Fransiska dan suami baru mengetahui anaknya meninggal ketika mereka sampai di Palembang. “Nggak ada firasat apa-apa. Waktu dikabari pertama pun hanya dikasih tahu Mariana kecelakaan. Ternyata sesampai di sini (Palembang) sekitar jam dua (14.00 WIB), Mariana sudah meninggal,” ujarnya saat ditemui SINDO kemarin.

Fransiska mengenang anaknya sebagai sosok yang sabar dan lembut. Keinginan untuk jadi suster pun bukan berasal dari keinginan orangtua, melainkan keinginan Mariana sendiri. “Meski lembut, pendiriannya sangat kuat. Bahkan ketika ia memilih menjadi suster kami tidak kuasa menghalanginya,” lanjut Fransiska seraya mengingat pertemuan terakhirnya dengan Mariana ketika sang anak pulang cuti pada Oktober 2008.

Sementara itu, Sr M Monika FCh, teman satu rumah dua korban tewas Sr M Mariana FCh dan Sr M Venita FCh, merasa sangat kehilangan keduanya. Kedua rekannya ini memiliki karakter yang berbeda. Mariana memiliki sifat lembut dan suka menolong siapa saja, sedangkan Venita selalu ceria dan bersemangat. Seingat Monika, dalam keadaan apa pun Venita sangat teguh dalam berdoa. “Meski sakitnya berat, Venita akan menyempatkan diri berdoa di kapel. Pokoknya keduanya sama-sama unik dan baik. Saya masih nggak percaya mereka sudah meninggal dunia,” tuturnya.

Sr M Silvestra Mulai Membaik

Satu-satunya korban selamat dalam kecelakaan maut tersebut, Sr M Silvestra FCh, mulai membaik. Meski shock dan mengalami beberapa luka cukup parah, saat ini korban sudah mulai sadar. Tim dokter yang terdiri atas enam dokter spesialis belum berani menyimpulkan kondisi korban. “Lukanya itu di tulang kepala yang mengalami retakan, luka robek di pinggang, tapi pendarahannya sudah stop. Yang parah itu paru-parunya karena saat itu air (sungai) kan pasti terminum. Tim sudah sepakat untuk mengambil langkah selanjutnya, membersihkan paru-parunya dari air yang masih tertinggal,” urai Direktur RS RK Charitas Prof dr Hardi Darmawan.

Prosesi pemakaman kedelapan korban tewas akan dilaksanakan pada Jumat (20/2) mulai pukul 10.30 WIB. Meski diperkirakan akan banyak orang yang berdatangan untuk menyaksikan pemakaman, namun Hardi menyebutkan tidak akan menambah pengamanan. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

Lima Masalah Lalin Harus Segera Tuntas

Asisten II Sekda Kota Palembang Apriadi S Busri (kanan) sedang memberikan masukan kepada peserta rapat Dewan Lalu Lintas kemarin.

PALEMBANG (SINDO) – Dewan Lalu Lintas Kota Palembang kemarin mengadakan rapat koordinasi guna membahas dan mengatasi permasalahan lalu lintas (lalin) yang muncul belakangan ini.

Dalam rapat tersebut, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Palembang Edi Nursalam menjelaskan, ada lima permasalahan yang mendesak untuk diputuskan jalan keluarnya. Kelima permasalahan itu adalah penataan kawasan simpang lima Padang Selasa, penataan kawasan di sekitar Pasar Lemabang, evaluasi perputaran (u turn) di sepanjang Jalan Kolonel H Burlian, evaluasi perputaran Jalan Jenderal Sudirman di depan lorong Kulit, serta usulan pembongkaran median untuk akses masuk ke SPBE Kalindo di Jalan Tanjung Api-Api. “Lima poin ini yang harus segera diambil keputusannya. Kalau untuk pembenahan jangka panjang, kami akan menata Jalan Jenderal Sudirman dan Kolonel Atmo, khususnya di kawasan putaran Cinde. Selain itu, nanti juga akan dibahas usulan penutupan simpang menuju Jalan Trikora,” bebernya pada rapat Dewan Lalu Lintas Kota Palembang kemarin.

Asisten II Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang Bidang Ekonomi Pembangunan Apriadi S Busri mengatakan, rapat Dewan Lalu Lintas ini sangat penting artinya bagi Pemkot Palembang dalam meningkatkan pelayanan publik, khususnya di bidang transportasi. Bahkan, Apriadi mengimbau, sebelum pertemuan digelar, hendaknya para peserta yang terdiri atas lintas instansi memantau perkembangan terakhir kondisi lalu lintas. Dengan demikian, ketika memasuki ruangan rapat dan membahas permasalahan yang dikemukakan, para peserta bisa memberikan masukan berdasarkan fakta yang ada. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

19 Februari 2009

Pegawai Honorer Dievaluasi

Wako: Jika Tidak Ada Kerjaan, Bisa Bantu Bersih-Bersih Kantor

PALEMBANG (SINDO) – Pemkot Palembang akan melakukan evaluasi kinerja tenaga honorer daerah. Pasalnya, selama ini banyak masukan negatif yang diterima mengenai tindak tanduk para tenaga honorer daerah.

Rencana evaluasi itu diungkapkan langsung Wali Kota (Wako) Palembang H Eddy Santana Putra kemarin. Menurut Wako, dia sering mendapat laporan, baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebutkan ada tenaga honorer daerah tidak pernah masuk kerja, tetapi tetap terdaftar dan menerima gaji. “Yang seperti ini harus ditertibkan. Kalau memang tidak masuk kerja karena alasan tidak jelas, harusnya cuti di luar tanggungan negara dong,” ujar Wako.

Sering mangkirnya para PNS maupun tenaga honorer daerah jelas sangat merugikan pemerintah, terlebih anggaran untuk membayar gaji para pegawai tersebut tidaklah sedikit. Bahkan, Wako menyebutkan, berdasarkan hitungan kasar, jumlah yang harus dikeluarkan Pemkot Palembang untuk membayar jasa para PNS dan tenaga honorer daerah mencapai Rp 40 miliar. Karena itu, Wako meminta agar tidak ada lagi tenaga honorer daerah yang nakal dan tidak taat pada peraturan yang ada. “Sekarang waktunya semua harus kerja. Kalau memang gak ada kerjaan, instruksikan mereka pembersihan lingkungan kantor saja. Paling tidak ada (dampak) positifnya dan lingkungan kantor jadi bersih,” katanya.

Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kota Palembang Jonny Yulianto mengatakan, pada dasarnya Dewan mendukung rencana yang dilontarkan Wako. Namun, pemkot harus berhati-hati dalam melakukan evaluasi tersebut. “Sebelum mengambil keputusan, pemkot harus benar-benar teliti dan tidak tebang pilih. Jika perlu, bentuk tim gabungan untuk menertibkan honorer yang tidak produktif tersebut,” ucap Jonny.

Jonny tidak menampik selama ini memang kinerja tenaga honorer daerah tidak 100% maksimal dan penyebarannya tidak merata. “Lihat saja di lapangan, ada tenaga honorer yang sibuk sekali, tapi tidak sedikit pula yang kita lihat mereka hanya berleha-leha,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Penanggulangan Bahaya Kebakaran (PBK) Kota Palembang HA Satar HY mengungkapkan, saat ini jumlah pegawai yang dipimpinnya mencapai 482 orang dan sebagian besar didominasi tenaga honorer daerah. Meski demikian, Satar tidak pernah membiarkan bawahannya bertindak indisipliner, apalagi sampai melalaikan tugas. “Mereka bertugas sesuai shift. Kecuali kebutuhan yang sangat mendesak, mereka harus berada di pos selama masa tugasnya belum berakhir,” ungkapnya.

Mengenai pengetatan kinerja dan efisiensi anggaran yang disyaratkan Wako bagi tenaga honorer yang tidak produktif, Satar mengaku sangat mendukung. Sebab, bagaimanapun peran dan fungsi Pemkot Palembang sebagai sentral pelayan masyarakat di Kota Palembang harus lebih optimal ke depannya. “Memang di Dinas PBK mungkin dilihat orang sedikit kerjaannya karena kebakaran juga gak setiap hari. Tapi, meski begitu waktu luang tetap dimanfaatkan untuk mengasah kemampuan dan simulasi menanggulangi kebakaran, jadi gak ada waktu yang terbuang percuma,” tandasnya. (iwan setiawan)

Ratusan Warga Antre Minyakita

PALEMBANG (SINDO) – Ratusan warga antre untuk membeli minyak goreng (migor) bersubsidi Minyakita yang digelar Disperindag Provinsi Sumsel bekerja sama dengan PT Sinar Alam Permai (SAP) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sumsel.

Penjualan migor bersubsidi tersebut dilaksanakan kemarin di Jalan KH A Azhari, Lorong Al Munawar, RT 24, Kelurahan 13 Ulu. Meski baru dilaksanakan pukul 10.00 WIB, puluhan warga telah berkumpul sejak pukul 08.00 WIB. Ketika satu unit mobil boks PT SAP masuk dan diparkir di tengah lapangan di Perkampungan Arab, warga yang sudah menunggu sedari pagi langsung mengerumuni mobil itu.

Kepala Disperindag Sumsel Eppy Mirza mengatakan, migor yang dibagikan ini berjumlah 30 ton. Jumlah itu akan disebar ke seluruh kecamatan di Kota Palembang. Mengenai alokasi di masing-masing titik penjualan, mantan Asisten II Setda Pemkab Ogan Ilir itu menyatakan bervariasi sesuai kondisi dan kebutuhan masyarakat. “Rata-rata 1,5–2 ton di satu titik penjualan. Namun, semuanya kembali pada kebutuhan masing-masing wilayah yang tidak sama karakteristiknya,” ujarnya.

Staf Marketing PT SAP Ermi didampingi staf umum Siti Khadijah menjelaskan, penjualan migor bersubsidi ini merupakan bagian dari tanggung jawab sosial PT SAP sebagai produsen migor yang dikemas pemerintah melalui program Minyakita. Migor bersubsidi ini dijual dengan harga Rp 6.000 per liter dan mekanisme pembagiannya diserahkan kepada Disperindag. (iwan setiawan)

Perusahaan Mulai Kurangi Jam Kerja

PALEMBANG (SINDO)– Dampak krisis keuangan global belum lepas menggoyang dunia industri di Palembang. Bahkan industri karet dan kelapa sawit yang beroperasi di Palembang terpaksa mengurangi jam operasional mereka.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Palembang Aidin mengatakan, pilihan itu diambil sebagai salah satu upaya menekan pengeluaran biaya operasional. Jika pada kondisi normal, para pegawai menghabiskan waktu bekerja hingga tujuh jam dalam satu hari. Maka ketika krisis semakin kencang mendera, perusahaan memutuskan jam kerja efektif hanya lima jam saja. “Produksi karet dan sawit itu 90 persen kan di ekspor ke Amerika. Padahal saat ini pasaran Amerika sedang lesu pascakrisis dan mereka mengurangi impor dari negara luar. Hal itu memicu anjloknya harga sawit dan karet di pasar internasional,” ujarnya, setelah mendapat laporan dari para pengusaha karet dan kelapa sawit.

Aidin mengatakan, sekitar 40% dari 16 perusahaan karet dan sawit di Palembang harus mengurangi jam kerjanya. Kendati begitu, kewajiban perusahaan untuk memenuhi hak normatif para pegawai, seperti gaji dan tunjangan, tetap dijalankan. “Tim dari Disnaker terus memantau kondisi perusahaan-perusahaan yang ada di Palembang. Ternyata meski perusahaan mengurangi jam kerja namun tetap memenuhi hak normatif pegawai. Jadi saya rasa tidak ada masalah,” katanya.

Sementara itu, Kabid Syarat Kerja dan Hubungan Industrial Disnaker Kota Palembang Supuad mengatakan, dari hasil pengawasan yang dilakukan, pihak perusahaan memiliki komitmen segera memperbaiki kondisi yang sedang dialami saat ini. Menurut Supuad, perusahaan tersebut tengah berupaya menjajaki pasar lain di luar Amerika. (iwan setiawan)

18 Februari 2009

Transmusi Dekati Kenyataan

Staf CV Royal Teknik tengah memaparkan keunggulan penggunaan smart card dalam manajemen tiket transportasi seperti TransMusi yang direncanakan Pemkot Palembang.

PALEMBANG
(SINDO) – Belum kelar pembahasan persoalan halte, ternyata rencana pengoperasian Transmusi telah mengundang berbagai pihak yang ingin menjalin kerja sama dengan Pemkot Palembang.

Salah satunya, CV Royal Teknis, sebuah perusahaan penyedia jasa IT bidang manajemen tiket. Bahkan, perusahaan yang mengusung teknologi smart ticketing system itu menggelar paparan di hadapan Kadishub dan stafnya kemarin. “Pada dasarnya kami menerima semua masukan dan usulan dari berbagai pihak mengenai pengelolaan Transmusi, termasuk soal tiket. Tapi, keputusannya tentu tidak langsung keluar sekarang karena butuh pembahasan terlebih dahulu dan persetujuan wali kota,” ujar Kepala Dishub Kota Palembang Edi Nursalam kemarin.

Sementara itu, Kepala Divisi Teknik CV Royal Teknis, Supriyono menerangkan, menggunakan smart card yang dikelola pihaknya, Dishub Palembang sebagai pengembang Transmusi akan memperoleh berbagai keuntungan. Di antaranya, data kapasitas yang dimiliki chip ini berkisar antara 1–4 kb, di mana 1 kb bisa menampung hingga 1.000 karakter. Pengamanan yang dimiliki kartu ini juga lebih ketat dibanding teknologi kartu sebelumnya. Bahkan, kartu yang dikembangkan ini bisa mendukung pelayanan sistem satu kartu. Jadi, dalam KTP tersebut dapat diisikan identitas SIM, paspor, nomor asuransi, kartu ATM, kartu kredit, nomor pasien rumah sakit. “Satu lagi kelebihan kartu ini, yaitu dapat digunakan, meskipun dalam keadaan basah dan kotor sekali pun,” ujarnya.

Supriyono mengungkapkan, menggunakan sistem tiket yang dikembangkan pihaknya, Dishub akan memiliki manajemen tiket yang baik. Dengan begitu, berbagai kebocoran pendapatan dari pengelolaan tiket dapat diminimalisasi. Bahkan, jika dibanding sistem pengelolaan tiket yang lain, sistem smart card lebih aman digunakan. “Bahkan, kita bisa sesuaikan bentuk tiket itu dengan keinginan konsumen. Chip yang digunakan bisa ditanam di gelang, jam tangan, gantungan kunci dan lain sebagainya. Jadi, ini bisa menjadi variasi yang tidak membosankan bagi konsumen,” tuturnya.

Di akhir paparannya, Supriyono menjelaskan, sistem pengelolaan tiket yang menggunakan jasa perusahaan mereka, di antaranya, Transjakarta, tiket masuk Pekan Raya Jakarta (PRJ), tiket masukWater Park Surabaya, dan tiket masuk BSD City. Tidak hanya itu, mereka juga pernah disewa pihak Malaysia pada acara Touch and Go. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

Adipura Terancam Lepas

PALEMBANG (SINDO) – Tekad masyarakat dan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang mempertahankan Piala Adipura pada tahun ini sepertinya cukup berat, bahkan diprediksi lepas. Pasalnya, dari hasil penilaian dan evaluasi tim penilai Piala Adipura, ternyata masih banyak kawasan dalam wilayah Kota Palembang yang perlu pembenahan segera, terutama soal kebersihan di sejumlah tempat ramai, seperti pasar, terminal, daerah pemukiman padat penduduk.

Koordinator Adipura Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Ratna Kartika Sari mengatakan, kondisi kebersihan lingkungan Palembang menurun dari tahun sebelumnya. Jika tidak segera diatasi, kemungkinan besar Piala Adipura yang diraih Palembang tahun lalu akan lepas begitu saja. Menurut Ratna, tim dari KLH yang turun langsung ke lapangan mendapati beberapa kawasan dalam wilayah Kota Palembang kondisinya jauh berada di bawah standar penilaian. “Secara total, nilai Palembang dalam penilaian kali ini di bawah nilai baik,” ujar Ratna seusai mempresentasikan hasil evaluasi penilaian pertama (P1) kemarin.

Dalam presentasinya, Ratna membeberkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan mendapat penanganan serius Pemkot Palembang, di antaranya drainase yang kotor di sekitar pemukiman Maskarebet dan Poligon. Selanjutnya, pemukiman kumuh dan lingkungan kotor di kawasan pemukiman pasang surut di daerah Karanganyar dan Gandus. Pedagang kaki lima (PKL) yang tidak tertata baik di sepanjang Jalan Wahid Hasyim dan Jalan Slamet Riyadi, juga tidak lepas dari perhatian tim penilai Adipura. “Selain beberapa kekurangan yang mendesak untuk diatasi, tim juga memberi apresiasi terhadap beberapa taman kota yang sudah baik. Meski demikian, perawatan taman kota juga perlu ditingkatkan lagi,” tuturnya.

Berdasarkan hasil penilaian tim Adipura, ternyata masih banyak lokasi yang belum memiliki tempat sampah. Bahkan, jika pun ada tempat sampah, tetapi tidak ada tutupnya. Kondisi itu sangat memengaruhi penilaian.

Wakil Wali Kota Palembang Romi Herton mengaku, dengan adanya presentasi ini, pihaknya bisa mengetahui titik kelemahan dalam penilaian Adipura kali ini. Karena itu, setelah mendengar dan mengetahui titik-titik yang perlu dibenahi, seluruh unit kerja yang bertanggung jawab sudah harus mengambil perannya masing-masing. “Kita tingkatkan kembali kerja keras dalam membersihkan lingkungan ini. Bukan semata-mata untuk mempertahankan Piala Adipura, melainkan juga untuk kesehatan lingkungan dan kenyamanan masyarakat kita sendiri,” tandasnya.

Sebelumnya, Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra juga menegaskan, salah satu prioritas program untuk menjaga Palembang tetap bersih dan hijau, tolok ukurnya dengan mempertahankan Adipura. Namun, Eddy mengeluhkan kesadaran masyarakat kota yang masih lemah dalam menjaga kebersihan. Menurut dia, bersihnya Kota Palembang lantaran sistem yang telah diterapkan, yakni setiap waktu petugas kebersihan membersihkan sampah yang berserakan. “Kita bersih karena sistem, semestinya kesadaran masyarakat harus dapat lebih ditingkatkan,” katanya.

Untuk itu, dia menargetkan dapat diterapkannya sanksi tegas bagi yang membuang sampah sembarangan serta berupaya mewujudkan pemilahan sampah organik dan anorganik. “Saya ingin Kota Palembang ini lebih hijau lagi,” katanya. (iwan setiawan)

Kepala Dinas Harus Kejar PAD

PALEMBANG (SINDO) – Wali Kota (Wako) Palembang H Eddy Santana Putra akan melayangkan teguran kepada para kepala dinas di jajarannya yang tidak mampu mencapai Pendapatan Asli Daerah (PAD) sesuai target.

Hal itu disampaikan Wako di hadapan para kepala dinas dan camat se-Kota Palembang dalam rapat koordinasi realisasi PAD 2008 di ruang rapat Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Palembang kemarin. Peringatan keras itu disampaikan Wako setelah mendapati PAD dari sektor pajak dan retribusi tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Seperti yang terlihat dari 74 jenis penerimaan retribusi, hanya 21 jenis yang mampu mencapai target, sedangkan 53 lainnya belum mampu mencapai target. “Melihat laporan ini, kami akan adakan evaluasi terlebih dahulu untuk mencari penyebabnya. Saya akan surati (kepala) dinas yang tidak tercapai (target),” tukas Wako.

Menurut Wako, potensi retribusi di Kota Palembang sebenarnya sangat besar. Bahkan, pengadaan sarana dan prasarana pendukung agar target PAD bisa tercapai telah disediakan. Namun dia sendiri heran hingga saat ini pengelolaan pajak dan retribusi yang berujung pada perolehan PAD belum optimal. “Ke depannya, kami butuh intensifikasi dan ekstensifikasi program agar pencapaian PAD lebih maksimal. Kami juga butuh peningkatan kualitas SDM yang terlihat masih belum mampu mengelola ini semua,” tuturnya.

Kepala Dispenda Kota Palembang Sumaiyah MZ menjelaskan, secara total penerimaan retribusi pada 2008 mencapai Rp 59.037.759.700 atau 90,36% dari target Rp 65.332.735.137. Sedangkan, penerimaan dari sektor pajak melampaui target yang ditetapkan, yakni sebesar 101,95%. “Tahun lalu target pajak kami Rp 69.350.000.000. Alhamdulillah, jumlah yang bisa dicapai sebesar Rp 70.700.303.943,” papar Sumaiyah.

Sumaiyah mengungkapkan, untuk tahun ini, target PAD yang disebar ke seluruh dinas dan badan di jajaran Pemkot Palembang mengalami perubahan. Pada 2008 lalu, target retribusi mencapai Rp 65 miliar. Sedangkan tahun ini, target PAD dari sektor retribusi menurun, yakni hanya sebesar Rp 63 miliar. Sementara dari sektor pajak, targetnya justru meningkat. Jika 2008 PAD dari sektor pajak ditarget Rp 69 miliar, tahun ini ditarget Rp 77 miliar. (iwan setiawan)

16 Februari 2009

Lampu Hias Banyak yang Hilang

Kondisi salah satu tugu lampu hias di depan Benteng Kuto Besak (BKB) yang tidak ada lagi lampunya.

PALEMBANG
(SINDO) – Belasan lampu hias di kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) diketahui pecah dan hilang. Padahal, Pemerintah Kota Palembang telah menempatkan Pos Polisi Pamong Praja untuk menjaga kawasan itu.

Dari pantauan SINDO di lapangan, sekurangnya 15 lampu hias yang berada di bagian depan dan samping BKB tidak berada di tempatnya lagi. Entah karena pecah atau hilang dicuri pihak tidak bertanggung jawab. Namun, sampai kemarin belum ada tanda-tanda kerusakan itu akan ditanggulangi pihak terkait.

Kepala Dinas Penerangan Jalan, Utilitas, Pertamanan, dan Pemakaman (PJUPP) Kota Palembang, Taufik Sya’roni mengatakan, pihaknya telah mengetahui kondisi tersebut. Akan tetapi kendala yang dihadapi pihaknya dalam merawat lampu-lampu hias di BKB adalah pengawasan. Sebab selama ini personil pengawasan lapangan di dinasnya sangat terbatas. “Gak mungkin kita ngawasin lampu di BKB 24 jam penuh. Makanya kita juga minta bantuan Satpol PP yang bertugas menjaga kawasan itu,” ujarnya dihubungi SINDO kemarin.

Taufik juga menyesalkan minimnya kesadaran masyarakat dalam menjaga fasilitas umum. Menurut dia, seketat-ketatnya penjagaan akan sia-sia jika masyarakat masih mementingkan kepentingannya sendiri. “Dana untuk penggantian tetap ada. Tapi kita juga berharap masyarakat bisa menjaga fasilitas umum seperti lampu hias ini, agar kondisi Palembang semakin indah di malam hari,” harapnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Palembang Ahmad Djauhari juga sangat menyayangkan kondisi ini. Apalagi, kawasan BKB merupakan ikon Palembang di malam hari. Jika lampu hias di kawasan itu hilang atau pecah semua, maka keindahan BKB yang dikenal orang selama ini akan memudar. “Ini hanya bukti kecil kalau Dinas PJUPP dan Satpol PP kurang maksimal dalam menjaga aset pemerintah itu. Padahal disitu sudah ditempatkan Pos Pol PP. Harusnya mereka juga mengawasi lampu hias dan jangan hanya nangkapin orang berbuat mesum saja,” tuturnya.

Selain lampu hias yang hilang dan pecah, Djauhari juga menyoroti masih banyaknya besi hiasan di plaza BKB yang hilang. Untuk itulah ia meminta agar pengawasan dan penjagaan fasilitas umum di kawasan BKB lebih dimaksimalkan. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

Pedagang Tak Mau Pindah

Harga Sewa Petak di Pasar Tradisional Modern Plaju Terlalu Mahal

PALEMBANG (SINDO) – Para pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Inpres Plaju bersikeras berjualan di sekitar pasar yang terkena penertiban oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang.

Pascapenertiban pada Kamis (12/2) lalu, Pemkot Palembang menempatkan petugas Satpol PP untuk memantau aktivitas di area yang ditertibkan. Meski demikian, para pedagang tetap saja menggelar dagangannya dengan beralaskan terpal, karena lapak mereka sudah dirobohkan petugas. “Namonyo jugo cari makan dek, yo biar panas cak ini harus tetep jualan,” ujar Maryati, yang sehari-harinya berjualan ikan di Pasar Inpres Plaju.

Imbauan agar para pedagang segera menempati Pasar Tradisional Modern Plaju, menurut Maryati tampaknya memang belum sepenuhnya dipatuhi. Hal itu disebabkan mahalnya biaya sewa yang harus dikeluarkan oleh pedagang, ketika menempati pasar baru tersebut. “Bayangke bae, kalau jualan disini cuma ditarik retribusi Rp 2.000-Rp 3.000 perhari. Tapi kalau pindah ke pasar modern, bukan bae harus bayar sewa petak Rp 275.000 perbulan, tapi jugo duit retribusi Rp 8.000 perhari,” tuturnya menyebutkan kondisi yang kini dihadapi sekitar 500 pedagang lainnya.

Sementara itu, dari pantauan SINDO di lapangan, para pedagang yang sebelum penertiban berjualan di pinggir jalan, kini berkumpul di lorong yang tak jauh dari jalan masuk menuju Pasar Inpres Plaju.

Kasat Pol PP Kota Palembang Herman HS mengatakan, penertiban yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Mengenai keinginan para pedagang menempuh jalur hukum karena keberatan dengan penertiban yang dilakukan, Herman tidak mau berkomentar banyak. “Itu hak mereka sebagai warga negara. Tapi kita juga melakukan penertiban ini untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas,” tuturnya.

Sementara itu, Wali Kota Palembang H Eddy Santana Putra juga mengaku pemerintah telah cukup lama mensosialisasikan pemindahan pedagang di Pasar Inpres Plaju. Namun, para PKL tidak pernah menghiraukannya. Mengenai biaya sewa yang mahal, sebenarnya pemerintah telah memberi kemudahan bagi para pedagang. “Pemkot Palembang telah memberi kemudahan kepada para pedagang yang mau menempati Pasar Tradisional Modern Plaju, yaitu menggratiskan semua biaya hingga bulan April mendatang.Tapi itu tidak juga diterima,” tukasnya. (iwan setiawan)

“Polisi Tidur” Berbahaya

PALEMBANG (SINDO) – Pemasangan tanggul jalan atau “polisi tidur” di Jalan Tegal Binangun dikeluhkan pengguna jalan. Sebab ruas jalan tersebut merupakan jalan umum.

Beberapa waktu lalu sejumlah anggota DPRD Kota Palembang mengeluhkan pemasangan polisi tidur di beberapa jalan komplek pemukiman. Kali ini persoalan serupa juga dikeluhkan para pengguna jalan yang sering melintasi Jalan Tegal Binangun, Kelurahan Plaju Darat, Kecamatan Plaju. Pasalnya pemasangan polisi tidur itu terlihat asal pasang. Sehingga tidak sesuai dengan standar yang ada dalam peraturan mengenai lalu lintas.

Rusmanto, pengemudi mobil angkutan barang, yang sering melintas di Jalan Tegal Binangun sangat berkeberatan dengan adanya polisi tidur di beberapa titik jalan tersebut. Sebab hal itu mengurangi kenyamanan ketika melintas. “Apalagi kondisi Jalan Tegal Binangun yang sempit juga menambah ketidaknyamanan kita. Namun karena tugas saya mengantar barang di daerah sini, jadi ya terpaksa juga melintasinya,” ujarnya.

Selain polisi tidur yang cukup mengganggu perjalanan, tidak adanya rambu-rambu sebelum polisi tidur itu juga membuat pengguna jalan sering terjebak. Jika sudah begitu biasanya posisi pengendara motor akan oleng dan bisa saja jatuh. “Warna polisi tidur itu sama dengan aspal sehingga kita tidak tahu kalau melintasinya. Pernah saya lihat sendiri motor terjatuh karena kaget melintasi polisi tidur di dekat kantor lurah (Plaju Darat),” tutur Rusmanto.

Dari pantauan SINDO di lapangan, terdapat lebih dari 10 polisi tidur yang berada di Jalan Tegal Binangun. Memang beberapa diantaranya terpasang di jalan sebelum rumah ibadah. Namun ada pula yang terpasang di depan lorong. Bahkan di depan kantor Lurah Plaju Darat juga terpasang beberapa polisi tidur.

Agus, seorang warga, yang ditemui SINDO mengatakan, pemasangan polisi tidur itu dimaksudkan untuk membatasi kecepatan kendaraan yang melintas di area tersebut. Mengenai adanya peraturan yang melarang pemasangan polisi tidur di jalan umum, Agus mengaku tidak mengetahuinya. Sebab dia mengungkapkan, pembangunan polisi tidur itu sudah lama. “Ini kan dekat masjid masangnya, ya biar tidak ngebut di depan masjid. Setahu saya belum ada juga yang celaka karena polisi tidur ini,” katanya.

Dihubungi terpisah Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Palembang Edi Nursalam mengatakan, pihaknya telah memberikan surat edaran kepada pihak kecamatan mengenai syarat dan standar pemasangan polisi tidur. Sebab diakuinya masih banyak polisi tidur yang dibangun secara swadaya oleh warga, tidak memenuhi standar dan peruntukkan yang disyaratkan peraturan yang berlaku. Dengan begitu pemasangan polisi tidur bukan malah menertibkan pengguna jalan melainkan sebaliknya justru bisa membahayakan pengguna jalan raya dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan. (iwan setiawan)

15 Februari 2009

100 Pasangan Muda Memadu Kasih di Mal

LOVE & ROMANCE YAMAHA

Suasana “Love & Romance Yamaha” dalam rangka Hari Valentine kemarin, yang diikuti 100 pasangan remaja yang menjadi konsumen setia Yamaha.

PALEMBANG (SINDO) – Sebanyak 100 pasangan muda tadi malam berkumpul di lantai tiga Palembang Indah Mal (PIM), yang disulap menjadi tempat yang sangat romantis. Acara yang bertajuk “Love & Romance Yamaha” ini wujud apresiasi Yamaha kepada konsumen setianya tepat saat perayaan Hari Valentine.

Dengan diterangi temaram lilin di atas meja, suasana pun sesekali disilaukan oleh pancaran lampu berkilau warna merah muda. Pasangan yang saling berhadapan memadu kasih sayang di antara rekan lainnya sesama pemilik Yamaha di Kota Palembang.

GM Marketing PT Thamrin Brothers Wilayah Sumsel dan Bengkulu Hasan Effendi mengatakan, kegiatan ini wujud berbagi kasih dari Yamaha kepada pengguna motor pabrikan Jepang itu. Menurut Hasan, momen Hari Valentine dipilih karena kebetulan konsumen di kelas remaja juga cukup banyak. “Dengan kegiatan ini, kita berharap bisa semakin mendekatkan branding Yamaha di hati anak-anak muda,” ujarnya ditemui di sela-sela berlangsungnya acara.

Menurut Hasan, para peserta sebelumnya mendaftarkan diri di dealer terdekat. Syaratnya tentu saja konsumen Yamaha yang dibuktikan dengan STNK dan membawa kendaraannya. Karena tingginya antusias peminat kegiatan ini, panitia pun membatasi maksimum 100 peserta. Hal itu untuk mengoptimalkan pelayanan kepada para peserta. “Pokoknya, kita beri pelayanan terbaik untuk konsumen setia kita. Bahkan kita sudah siapkan hadiah utama TV 21 inci dan hadiah menarik lainnya,” tuturnya.

Salah satu peserta, pasangan Hani dan Bagas mengaku senang bisa berpartisipasi dalam acara tersebut. Menurut mereka, kegiatan seperti ini perlu diadakan bukan hanya pada momen Hari Valentine, tapi juga momen hari bersejarah lainnya. Dengan acara seperti ini, mereka bisa bertemu dan bersosialisasi dengan sesama pengguna Yamaha. “Hitung-hitung cari temenlah Mas. Kalau bisa Yamaha juga adain acara serupa pas momen Hari Kemerdekaan atau Hari Pahlawan dengan tema yang sesuai,” harapnya. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Dino Hadiri Bedah Buku “Harus Bisa!”

Juru bicara Presiden SBY Dino Patti Djalal kemarin menghadiri acara bedah buku Harus Bisa! Seni Kepemimpinan ala SBY.

PALEMBANG
(SINDO) – Juru bicara Presiden SBY Dino Patti Djalal menghadiri bedah buku Harus Bisa! Seni Kepemimpinan a la SBY yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya (Ika Fisip Unsri) di The Jayakarta Daira, Palembang, kemarin siang.

Acara bedah buku tersebut dilakukan dalam rangkaian acara reuni akbar Ika Fisip Universitas Sriwijaya. Adapun alasan dipilihnya buku ini untuk bersama-sama dibahas adalah inheren dengan disiplin ilmu FISIP. “Kami pilih membedah buku ini karena di dalamnya terdapat beberapa sisi mengenai tata cara pengambilan keputusan dan kepemimpinan,” ujar ketua panitia pelaksana reuni akbar Ika Fisip Unsri Syamsuddin Kunci.

Para panelis yang hadir pada bedah buku ini adalah Dekan Fakultas Hukum Unsri Amzulian Rivai, Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie, dosen Fisip Unsri Husni Thamrin, dan Ketua Umum Kadin Sumsel Ahmad Rizal. Bahkan, suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bagi para alumni FISIP Unsri, karena penyusun buku Harus Bisa! Seni Kepemimpinan a la SBY, yaitu Dino Patti Djalal, bisa menyempatkan diri hadir langsung. “Kami tahu kesibukan Pak Dino begitu padatnya. Namun, untuk acara ini, beliau bersedia hadir, walaupun hanya beberapa jam di Palembang,” ujarnya.

Memasuki sesi bedah buku, Amzulian Rivai mengawalinya dengan memuji terbitnya buku ini. Sebab, menurut ahli tata negara dari Unsri ini, kebutuhan akan buku-buku kepemimpinan sangat luar biasa. Dia mengakui, selama ini memang banyak buku kepemimpinan yang beredar di toko-toko buku. Namun, dari sekian banyak buku itu, hanya sebagian kecil yang merupakan produksi asli Indonesia. “Yang saya temukan, kebanyakan yang diangkat adalah kisah kepemimpinan para tokoh dari luar negeri. Kalaupun ada tokoh Indonesia, penyusunnya dari luar negeri. Dengan adanya buku yang disusun dan sumbernya adalah lokal Indonesia, maka merupakan suatu kebanggaan,” bebernya.

Namun, di balik pujiannya, Amzulian juga tidak lepas mengkritisi buku setebal 449 halaman yang diterbitkan R & W, Jakarta, 2008. Menurut Amzulian, posisi Dino sebagai juru bicara presiden membuatnya tidak berani mengungkapkan fakta negatif selama perjalanan tugasnya mendampingi SBY. Selain itu, Amzulian pernah mendengar pendapat beberapa pihak yang telah membaca buku ini, bahwa isi buku merupakan pencitraan SBY untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. “Bagusnya memang ada positif-negatifnya, tapi saya maklum posisi Dino sebagai jubir juga membuatnya harus berhati-hati menyusun buku ini. Di luar itu semua, kami berterima kasih dengan hadirnya buku ini, baik sebagai referensi maupun bacaan untuk memotivasi pemimpin muda dan calon pemimpin bangsa ke depannya,” tuturnya.

Menanggapi beberapa pernyataan panelis dan peserta bedah buku, Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional/Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal mengungkapkan, dia telah siap dengan berbagai komentar masyarakat dengan terbitnya buku ini. Sebab, dia sudah tahu risiko terbitnya buku ini akan sangat kental muatan politis. “Kapan pun saya terbitkan buku ini, pasti dianggap mendukung SBY. Buat saya ya diterima saja tudingan atau komentar masyarakat itu,” katanya.

Dino menegaskan, buku yang disusun ini hanya mencoba menyampaikan apa yang direkamnya ketika melihat dan bersama SBY dalam mengemban tugas-tugasnya. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah