20 Februari 2009

Kapel Charitas Ramai Dikunjungi Pelayat

Ratusan pelayat kemarin mendatangi Kapel Charitas Pusat untuk mengucapkan salam perpisahan kepada delapan suster yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan maut di Sungai Lubai, Kabupaten Muaraenim, Rabu (18/2) lalu.

PALEMBANG
(SINDO) – Ratusan pelayat mendatangi Kapel Charitas Pusat untuk mengucapkan salam perpisahan kepada delapan suster yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan maut di Sungai Lubai, Desa Beringin, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muaraenim, Rabu (18/2), sekitar pukul 05.30 WIB.

Sejak pagi kemarin, keluarga, rekan kerja, sahabat, hingga masyarakat umum bergantian memasuki Kapel Charitas Pusat. Mereka dengan tertib menghampiri satu per satu peti mati yang dibariskan di bagian depan kapel untuk mengucapkan salam terakhir bagi delapan suster yang telah terbujur kaku di dalamnya. Suasana sedih yang mendalam sangat terasa di dalam tempat peribadatan itu. Meski berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengeluarkan air mata, setibanya di depan peti mati dan melihat jasad teman mereka, buliran bening air yang tak sanggup lagi terbendung di kelopak mata tampak mengalir deras membasahi pipi para suster lain.

Fransiska, 40, dan Yosef Supriono, 50, orangtua Sr M Mariana FCh mengaku tidak memiliki firasat apa pun atas kejadian yang menimpa anak pertamanya itu. Meski mendapat kabar sekitar pukul 09.00, Rabu (18/2), namun Fransiska dan suami baru mengetahui anaknya meninggal ketika mereka sampai di Palembang. “Nggak ada firasat apa-apa. Waktu dikabari pertama pun hanya dikasih tahu Mariana kecelakaan. Ternyata sesampai di sini (Palembang) sekitar jam dua (14.00 WIB), Mariana sudah meninggal,” ujarnya saat ditemui SINDO kemarin.

Fransiska mengenang anaknya sebagai sosok yang sabar dan lembut. Keinginan untuk jadi suster pun bukan berasal dari keinginan orangtua, melainkan keinginan Mariana sendiri. “Meski lembut, pendiriannya sangat kuat. Bahkan ketika ia memilih menjadi suster kami tidak kuasa menghalanginya,” lanjut Fransiska seraya mengingat pertemuan terakhirnya dengan Mariana ketika sang anak pulang cuti pada Oktober 2008.

Sementara itu, Sr M Monika FCh, teman satu rumah dua korban tewas Sr M Mariana FCh dan Sr M Venita FCh, merasa sangat kehilangan keduanya. Kedua rekannya ini memiliki karakter yang berbeda. Mariana memiliki sifat lembut dan suka menolong siapa saja, sedangkan Venita selalu ceria dan bersemangat. Seingat Monika, dalam keadaan apa pun Venita sangat teguh dalam berdoa. “Meski sakitnya berat, Venita akan menyempatkan diri berdoa di kapel. Pokoknya keduanya sama-sama unik dan baik. Saya masih nggak percaya mereka sudah meninggal dunia,” tuturnya.

Sr M Silvestra Mulai Membaik

Satu-satunya korban selamat dalam kecelakaan maut tersebut, Sr M Silvestra FCh, mulai membaik. Meski shock dan mengalami beberapa luka cukup parah, saat ini korban sudah mulai sadar. Tim dokter yang terdiri atas enam dokter spesialis belum berani menyimpulkan kondisi korban. “Lukanya itu di tulang kepala yang mengalami retakan, luka robek di pinggang, tapi pendarahannya sudah stop. Yang parah itu paru-parunya karena saat itu air (sungai) kan pasti terminum. Tim sudah sepakat untuk mengambil langkah selanjutnya, membersihkan paru-parunya dari air yang masih tertinggal,” urai Direktur RS RK Charitas Prof dr Hardi Darmawan.

Prosesi pemakaman kedelapan korban tewas akan dilaksanakan pada Jumat (20/2) mulai pukul 10.30 WIB. Meski diperkirakan akan banyak orang yang berdatangan untuk menyaksikan pemakaman, namun Hardi menyebutkan tidak akan menambah pengamanan. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

Tidak ada komentar: