31 Mei 2008

Anak Manja yang Dambakan Emas di Athena

DWI PRABAWATI, 18, ATLET TUNAGRAHITA BERPRESTASI ASAL SUMSEL
Dwi Prabawati (kanan) optimistis membawa pulang medali emas pada Summer Games XIII tahun 2011 di Athena Yunani.

Sekilas,kondisi Dwi Prabawati tidak berbeda dengan gadis seusianya. Namun di balik keceriaannya, gadis kelahiran Palembang 18 tahun lalu ini ternyata menderita tunagrahita. Dia mengalami hambatan dan keterbelakangan mental, jauh di bawah rata-rata. Tapi siapa sangka justru karena keterbatasan yang dimilikinya, Dwi bisa meraih prestasi yang belum tentu bisa diraihnya jika ia tumbuh dalam kondisi normal. Ya...Dwi Prabawati adalah atlet tunagrahita asal Sumsel peraih medali perak dalam World Summer Game 2007 yang berlangsung di Shanghai China, 2-11 Oktober 2007. Dalam ajang yang mempertemukan anak-anak penyandang tunagrahita se-dunia itu, Dwi meraih dua medali perak dari cabang bulutangkis masing-masing dari tangkai ganda campuran dan ganda putri. ”Dua-duanya kalah dari China. Tapi saya senang bisa mewakili Indonesia,” ujarnya sambil tersenyum.

Prestasi anak kedua pasangan Surya Irianto dan Jamilah Jamhari ini sungguh mengagumkan. Pada gelaran pekan olahraga cacat nasional (Porcanas) tahun 2004 di Palembang, Dwi meraih dua medali emas di cabang olahraga tolak peluru dan lempar cakram. Berlanjut pada pekan olahraga nasional Special Olympic Indonesia (Pornas SOIna) yang dilangsungkan di Jakarta pada 2006 lalu, dua medali emas diraihnya pada cabang bulutangkis di tangkai tunggal putri dan ganda campuran serta satu perak di ganda putri. Deretan medali dan juara itu masih ditambah lagi dengan dua medali emas cabang bulutangkis yang berhasil disabetnya pada pekan olahraga pelajar cacat nasional (Popcanas) 2007 di Bekasi. Sebenarnya pada Popcanas 2007 itu, Dwi berpotensi meraih tiga medali emas. Namun kontingen Provinsi DKI Jakarta mengajukan protes karena kemampuan Dwi dianggap sudah kaliber internasional. ”Saya kan hanya ingin bermain menunjukkan kemampuan saya, kenapa saya dilarang-larang,” ucapnya menunjukkan raut sedih.

Seperti halnya pada kondisi normal, pasti seorang atlet akan didampingi seorang pelatih. Begitupun yang terjadi pada Dwi, ia selalu didampingi pelatih yang sejak lama membimbingnya menekuni berbagai cabang olahraga. Nana Suryana yang sehari-harinya bertugas sebagai guru olahraga SMP-SMA Luar Biasa C Karya Ibu itu mengaku Dwi merupakan atletnya yang paling membanggakan secara prestasi. Bahkan dengan penuh kesabaran Nana berhasil menemukan kunci untuk membangkitkan motivasi Dwi yang sering dengan mudahnya ngambek. ”Meski dia sering juara tapi sifat manjanya sangat menonjol. Kalau dia merasa dirugikan dalam suatu pertandingan maka akan sangat sulit meredakan kemarahannya. Tapi sekian lama menanganinya, saya sudah tahu kunci untuk menenangkannya,” ucap pria berkumis itu.

Menurut Nana, anak-anak tunagrahita sejatinya harus mendapatkan kesempatan layaknya orang normal yang dianugerahi kesempurnaan fisik. Dengan memusatkan perhatian pada kelebihan mereka dibanding kekurangannya, Nana berupaya menggugah kepedulian masyarakat akan potensi para penyandang tunagrahita sehingga mereka dapat mengaktualisasikan kemampuannya secara maksimal. Nana menjelaskan, khusus untuk atlet tunagrahita tidak dibatasi dan boleh memilih untuk ikut semua cabang olahraga yang disediakan. ”Untuk Dwi, saya lebih fokuskan dia ke bulutangkis. Namun di cabang olahraga lain juga seperti olahraga lempar dan tolak, Dwi punya kemampuan yang tidak kalah baiknya dengan anak seusianya,” ungkap Nana.

Ketika ditanya mengenai keinginannya yang belum tercapai, Dwi mengatakan ia sangat berkeinginan untuk kembali mengikuti Special Olympics World Summer Games XIII tahun 2011 di Athena Yunani. ”Saya ingin meraih medali emas seperti rekan saya lainnya di China waktu itu,” tandasnya. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

publikasi : sindo sumsel; sabtu 31 mei 2008; halaman 9