16 Agustus 2008

Perketat Pengawasan BBM

WAWANCARA KHUSUS KETUA DPD HISWANAMIGAS SUMSEL DJUNAIDI RAMLI

Sejak bergabung di Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswanamigas) empat tahun lalu, pemilik usaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) 24.301.118 yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Km 3,5, Palembang, ini kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Hiswanamigas Sumatera bagian Selatan.

Saat diwawancarai SINDO di kediamannya kemarin, Djunaidi Ramli berbagi pemikirannya dalam membangun organisasi pengusaha minyak nasional, termasuk langkah strategis Hiswanamigas menghadapi kerjasama dengan Pertamina dan fungsi layanan kepada masyarakat.

Apa perbedaan mendasar yang Anda rasakan saat menjadi anggota biasa dengan posisi ketua seperti sekarang ini?


Menurut saya tidak ada perbedaan yang prinsipiil saat saya menjadi anggota atau setelah saya dipilih dan dilantik menjadi ketua. Sebab, sewaktu menjadi anggota, saya merasakan bahwa Hiswanamigas dibentuk untuk melindungi dan menindaklanjuti apa yang dibutuhkan para anggotanya. Walaupun sekarang saya berada di posisi sebagai ketua, saya tetap merasa dan menempatkan diri saya sebagai anggota. Dengan begitu, lebih memudahkan saya untuk mengambil keputusan karena juga berdampak pada usaha saya sendiri.

Usaha yang dijalankan anggota organisasi ini kan berisiko tinggi. Bagaimana Anda menyikapi persaingan di antara sesama anggota?


Alhamdulillah persaingan di sektor usaha migas saat ini cukup sehat, karena kita punya aturan yang jelas. Meskipun lokasi usaha berdekatan, persaingan usaha ini tetap mengedepankan pencitraan dan kualitas pelayanan. Jadi yang menilainya itu masyarakat luas. Hal itu berlaku untuk SPBU maupun agen gas elpiji.

Khusus di Sumsel, hal apa saja yang masih perlu dibenahi terkait bidang kerja Hiswanamigas?


Secara prinsip, yang masih harus dibenahi adalah masalah distribusi BBM. Untuk distribusi BBM ini sendiri, Pertamina masih belum memiliki pola pasti dalam mengirim pasokan BBM ke tiap SPBU. Selain itu, keterbatasan infrastruktur yang dimiliki Pertamina membuat suplai tidak maksimal, terutama ke daerah kabupaten/kota.

Apa yang membuat distribusi itu terhambat?


Berdasarkan pengalaman kami selama ini, sumber permasalahan terhambatnya pasokan bagi SPBU adalah di depot Pertamina sendiri. Kami para pengusaha SPBU sangat berharap pengawasan operasional yang dilakukan Pertamina lebih diperketat. Seperti halnya kondisi peralatan di depot, itu kan yang tahu hanya Pertamina sendiri. Mengapa kalau ada yang rusak atau ada jadwal perawatan suatu peralatan tidak disiapkan terlebih dulu penggantinya. Sebab, jika hal itu telah diantisipasi, saya yakin operasional pengiriman pasokan BBM ke SPBU tidak terhenti.

Saran Anda buat Pertamina?


Sebagai pengurus DPD Hiswanamigas Sumsel yang baru, saya dan pengurus lainnya akan sowan kepada Pertamina untuk mempertanyakan persoalan ini dan membahasnya bersama-sama. Kita akan urun rembuk mengenai persoalan yang dihadapi bersama.

Tapi, pada banyak peristiwa marak terjadi kecurangan, justru pada saat BBM berada di perjalanan atau lebih dikenal dengan kasus “tangki kencing”, bagaimana Hiswanamigas menanggapi masalah ini?


Memang masalah itu (tangki kencing) tidak bisa kita pungkiri, apalagi sudah sangat sering oknum-oknum sopir tangki BBM yang ”nakal” itu ditangkap aparat kepolisian. Namun, mereka juga kan manusia yang memiliki kebutuhan, sehingga mereka terdorong untuk melakukan kecurangan itu. Tapi, kita jangan semata-mata lantas menimpakan kesalahan 100% pada mereka. Kita juga perlu lebih dulu melihat latar belakang sehingga mereka nekat melakukan itu.

Dengan pola baru yang diterapkanPertamina, yaitu hanya menyewa mobil tangki, sementara sopir dan kernet di-
hire oleh mereka, apakah langkah ini mampu menekan kecurangan yang terjadi?

Menurut saya tidak juga efektif. Sebab, berbagai pola yang diterapkan Pertamina hingga kini tidak pernah mampu mengatasi kecurangan itu. Seperti halnya pola pengawasan dengan menggunakan global positioning system (GPS), yang mana Pertamina bisa mengawasi setiap tangki yang keluar dari depot melalui satelit. Tapi, buktinya strategi itu sampai sekarang belum sepenuhnya jalan. Sementara, kita sangat mendukung pola itu dan berharap Pertamina segera menerapkan pola pengawasan menggunakan GPS.

Sebenarnya bagaimana kondisi hubungan Hiswanamigas dengan Pertamina saat ini?


Sebagai mitra kerja Pertamina dalam tata niaga dan distribusi BBM dan gas, selama ini hubungan kita harmonis saja. Walaupun anggota Hiswanamigas sering mengeluhkan layanan Pertamina, mereka (Pertamina) juga tidak jarang komplain atas pelayanan anggota kita yang tidak maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Tapi itu wajar dalam suatu hubungan kerja. Kita sebagai pengurus menjadi wadah atau fasilitator bagi anggota maupun pihak Pertamina untuk sama-sama mencari penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi.

Soal masih sering ada anggota Hiswanamigas yang melakukan pelanggaran, baik dari Pertamina maupun Hiswanamigas sendiri?


Memang kita akui masih ada anggota kita yang belum taat pada aturan yang sudah ditetapkan. Contoh kecil saja, masih ada di antara sekitar 2.000 anggota Hiswanamigas Sumsel yang tidak mau memenuhi kewajibannya membayar iuran anggota. Untuk itu, kita akan meminta bantuan Pertamina untuk mengingatkan kepada pengusaha SPBU maupun agen elpiji agar bersedia memenuhi kewajibannya itu. Sebab, iuran itu sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk menjalankan fungsi organisasinya. Sementara, untuk pelanggaran yang berat saya kira belum ada yang sampai ke arah situ.

Bagaimana Anda melihat program konversi minyak tanah ke gas elpiji yang saat ini sudah selesai untuk Kota Palembang dan sedang dimulai di kabupaten dan kota lainnya di Sumsel?


Hiswanamigas menilai kebijakan pemerintah ini sangat terburu-buru karena sosialisasi yang dilakukan sangat singkat. Menurut hitung-hitungan kita, paling tidak dibutuhkan waktu empat hingga lima tahun sebelum program ini dijalankan. Sebab, kalau kita lihat di masyarakat saat ini, mereka kaget atas pemberlakuan kebijakan yang sangat cepat itu. Bukan hanya masyarakat yang tidak siap menerima kebijakan ini, Pertamina sebagai leading sector konversi juga terlihat keteteran menjalankannya. Hingga saat ini pun Pertamina kesulitan mendapatkan tabung gas elpiji 3 kg dari para produsen tabung dalam negeri, sehingga harus mengimpor tabung dari luar negeri. Akibat terburu-buru dalam pengerjaannya, meski jumlahnya tidak banyak, secara kualitas, tabung-tabung tersebut diragukan. (iwan setiawan)

BIODATA

Nama : Drs H Djunaidi Ramli SH MSi

Istri : Hj Noni SKM

Anak : 1. dr Widya Anggraini
2. HM Heru Hermawan SSTP SH MSi
3. dr Dian Dameria
4. Rizky Septiani

Pendidikan : > SD negeri di Desa Bantan, OKUT
> SMP Negeri 5 Palembang
> SMA Negeri 4 Palembang
> APDN Palembang
> Fakultas Hukum UMP
> Fakultas FIA Universitas Syakyakirti
> Program Pascasarjana Universitas Satyagama

Pekerjaan/ usaha : > PNS Pemda Provinsi Sumsel (1975–2007)
> Pemilik SPBU 24.301.118
> Direktur PT Wiruan Juni
> Pemilik Rumah Bersalin Darmapala

Organisasi : > Dewan Penasihat Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (2002)
> Anggota Hiswanamigas Kota Palembang (2004)
> Wakil Ketua DPD Partai Hanura Sumsel (2007)
> Ketua DPD II Hiswanamigas Sumbagsel (2008)