25 Maret 2009

Wali Kota Minta Panwalsu Cabut SP

PALEMBANG (SI) – Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra memprotes keras surat peringatan (SP) yang dilayangkan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumatera Selatan kepadanya. Merasa disudutkan dengan adanya surat itu, Wali Kota meminta Panwaslu segera mencabut SP tersebut.

Wali Kota mengaku surat peringatan itu diterima stafnya Senin (23/3). Secara pribadi dia baru sempat membacanya kemarin pagi. Saat membaca SP dari Panwaslu Sumsel itu dia merasa bingung karena poin yang dipermasalahkan Panwaslu, yaitu memberangkatkan umrah beberapa pejabat di jajaran Pemkot Palembang, diduga merupakan strategi pemenangan Pemilu 2009. “Jelas saya keberatan. Saya akan buat surat tidak menerima peringatan itu,” tolak Wali Kota di ruang kerjanya kemarin.

Menurut Eddy, program pemberian reward kepada pejabat terkait pengumpulan PBB sudah berjalan sejak 2004. Namun, sejak 2008 Dispenda mengusulkan agar reward kepada camat dan lurah berprestasi di bidang pengumpulan PBB yang melampaui target dari yang dibebankan juga diberangkatkan umrah. Usulan itu dia setujui karena lebih bermanfaat dibanding reward yang diberikan berbentuk barang atau uang tunai. Dengan program berangkat umrah ini para camat dan lurah akan lebih bersemangat meningkatkan realisasi pungutan PBB di wilayahnya masing-masing. “Kebetulan saja waktunya (berangkat umrah) sekarang, jadi dikait-kaitkan dengan pemilu legislatif. Kalau memang berkaitan dengan politik, kenapa saya mengajak camat dan lurah? Saya bisa saja ajak yang lain seperti tokoh-tokoh masyarakat dan ulama,” balas Eddy dengan nada tinggi.

Selanjutnya Wali Kota mempertanyakan sikap Panwaslu yang langsung mengeluarkan SP tanpa konfirmasi terlebih dulu. Paling tidak sebelum melayangkan SP, Panwaslu harusnya melakukan investigasi untuk mengetahui duduk perkaranya. Eddy juga tidak terima tudingan bahwa dia selaku wali kota telah mengintimidasi para camat dan lurah se-Kota Palembang agar memilih dan memenangkan partai yang dipimpinnya.

Gak ada itu! gak pernah saya ngumpulkan camat dan lurah untuk mendoktrin (pemenangan partai) seperti itu. Jangan sembarangan buat surat peringatan yang ditembuskan ke (pemerintah) pusat dan ke mana-mana,” katanya.

Eddy merasa kinerja Panwaslu belum berjalan maksimal. Alasannya, banyak partai lain yang menggelar kampanye dan jelas-jelas melanggar, tapi tidak satu pun yang diberi SP. “Saya merasa (Panwaslu) sepertinya berat sebelah. Saya menyesalkan keluarnya surat peringatan ini. Saya tidak terima (peringatan) itu. Saya tidak merasa menggunakan fasilitas negara dan tidak mengintimidasi camat dan lurah,” ujarnya.

Karena merasa apa yang dimuat dalam SP itu tidak sesuai fakta, Eddy meminta Panwaslu segera mencabut SP yang telah dikeluarkan itu. Tidak cukup sampai di situ. Wali Kota juga kini tengah mempertimbangkan akan mengajukan gugatan hukum terhadap Panwaslu atas keluarnya SP tersebut. “Kalau dampaknya besar bagi saya, maka saya akan menggugat (Panwaslu). Tapi saat ini saya minta tarik kembali peringatan itu, sebab saya tidak merasa seperti itu,” katanya.

Sekda Kota Palembang Marwan Hasmen mengatakan, surat keberatan atas SP Panwaslu kepada Wali Kota Palembang tengah disusun. Rencananya hari ini surat itu diserahkan ke Panwaslu Sumsel. “Senin kemarin kami terima surat dari Panwaslu. Karena tidak sesuai apa yang diperingatkan itu, Pemkot akan membalas dengan surat keberatan. Besok (hari ini) akan kami kirim,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Panwaslu Sumsel Ruslan Ismail menerangkan bahwa SP yang dikeluarkan itu masih dalam tataran dugaan terhadap kondisi yang terjadi. Sejauh ini Panwaslu masih menyelidiki kebenaran yang ada. Keberatan yang diutarakan Wali Kota Palembang merupakan sesuatu yang wajar. Namun, jika Wali Kota sebagai pihak yang diberi peringatan tidak terima dan meminta Panwaslu mencabut SP tersebut, dia dengan tegas menyebut bahwa hal itu tidak bisa dilakukan. “Surat peringatan yang sudah dikeluarkan tidak bisa dicabut. Kalaupun akan menggugat, apa yang digugat? Itu bukan tuduhan, melainkan peringatan agar jangan sampai terjadi penggunaan fasilitas negara selama proses Pemilu 2009 ini,” bebernya. (iwan setiawan/m uzair)