08 April 2009

Peresmian 50 CPNS Honorer Tertunda

PALEMBANG (SI) – Peresmian sekitar 50 tenaga honorer di lingkungan Pemkot Palembang formasi 2008 menjadi calon pegawai negara sipil (CPNS) terpaksa ditunda.

Hal itu sebagaimana diungkapkan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Diklat Kota Palembang HMY Badaruddin usai acara peresmian 358 CPNS Pemkot Palembang, yang digelar di Gedung AEKI kemarin. Menurut Badaruddin, tertundanya pelantikan 50 tenaga honorer ini disebabkan tenaga honorer itu tidak melengkapi persyaratan yang telah ditentukan. Sebab, sesuai dengan PP No 48/2005 jo PP No 43/2007 tentang Persyaratan Pengangkatan Honorer, meski yang bersangkutan dinyatakan masuk dalam database kepegawaian, namun jika tidak mampu melengkapi persyaratan, maka NIP yang bersangkutan tidak akan dibagikan.

“Berkas mereka yang tertunda itu sekarang dalam proses di BKN Regional VII. Pokoknya mereka harus melengkapi persyaratan terlebih dahulu jika ingin diresmikan menjadi CPNS,” katanya.

Dari 358 CPNS yang diresmikan kemarin, lanjut Badaruddin, 169 di antaranya merupakan tenaga honorer dengan rincian tenaga strategis 150 orang, administrasi 17 orang, dan tenaga dokter 2 orang. Sedangkan untuk formasi umum berjumlah 189 orang, terdiri dari guru 79 orang, kesehatan 67 orang, dan teknis 43 orang. Badaruddin berharap, para CPNS yang dilantik kemarin dapat bekerja dengan baik. Selain menjalankan tugas di tempat kerja masing-masing, nantinya para CPNS itu harus mengikuti pelatihan di antaranya prajabatan. “Jika nanti tidak lulus dalam prajabatan maka otomatis tidak dapat diangkat menjadi pegawai penuh,” terangnya.

Dalam sambutannya, Wali Kota Palembang H Eddy Santana Putra meminta agar CPNS yang baru diresmikan untuk lebih disiplin dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak mau mendengar lagi adanya laporan PNS yang mengaku tidak ada pekerjaan. Karena, hal itu bisa menjadi alasan yang bersangkutan pulang lebih cepat atau keluyuran di luar urusan kantor. “PNS harus sadar, karena hampir separuh APBD terserap untuk membayar gaji pegawai. Uang di APBD itu asalnya dari masyarakat melalui pajak dan retribusi. Jadi, kalau pegawainya malas buat apa, malu dengan rakyat,” tegas Eddy.

Eddy juga mengingatkan, agar CPNS baru dapat memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat, sesuai dengan tugas PNS sebagai abdi negara. “Ingat ya, kalian itu baru CPNS. Artinya kalau nanti melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan sebagai PNS, bisa jadi kalian tidak akan diangkat. Oleh karena itu, kalian harus bekerja maksimal dan taati peraturan yang ada,” tekannya. (iwan setiawan)

Mobdin Baru Telan Dana Rp3 Miliar


Seorang warga memperhatikan mobdin baru yang sedang terparkir di Kantor Wali Kota Palembang kemarin.

PALEMBANG (SI) – Pemerintah Kota Palembang merealisasikan pembelian sembilan unit mobil dinas (mobdin) baru bagi para pejabatnya. Informasi yang diterima SI, tidak kurang dana sebesar Rp 3 miliar digelontorkan untuk membeli kendaraan mewah tersebut.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang, Marwan Hasmen mengatakan, pembelian mobil tersebut guna menunjang mobilitas operasional pejabat Pemkot Palembang. Menurut Sekda, alokasi jatah mobil baru tersebut dibagikan kepada lima pejabat di eselon II dan tiga di eselon III. Sementara satu unit lagi adalah mengganti mobil dinas wakil wali kota (wawako). “Ya, ini (mobdin) untuk operasional pejabat agar lebih baik mobilitasnya dalam menyelesaikan pekerjaannya,” kata Sekda seusai menghadiri pelantikan CPNS Pemerintah Kota Palembang di Gedung AEKI kemarin.

Disinggung mengenai berapa besar anggaran yang digunakan untuk pengadaan mobil dinas tersebut, Marwan mengaku tidak ingat secara detil. “Jumlah anggaran seluruhnya saya kurang hafal. Tapi nanti boleh tanya di Kabag Perlengkapan,” ujar Sekda kemarin.

Sayangnya, ketika sejumlah wartawan menemui Kabag Perlengkapan dan Aset Daerah Pemkot Palembang Faisal AR untuk menanyakan berapa jumlah anggaran pengadaan mobil dinas baru tersebut, yang bersangkutan tidak bersedia memberikan komentar, dengan alasan belum mendapat instruksi Sekda. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

Waroeng Legenda Terancam Tutup

PALEMBANG (SI) – Eksistensi Waroeng Legenda sebagai salah satu ikon pariwisata kuliner di wilayah Kota Palembang yang sudah berjalan lama kini terancam punah. Pasalnya, rumah makan terapung milik Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang ini terus merugi akibat dampak krisis keuangan global dan persaingan usaha.

Pengelola Waroeng Legenda Hendarmin mengaku, penurunan pendapatan warung makan terapung ini terjadi sejak September 2008. Menurut dia, merosotnya pendapatan Waroeng Legenda selain disebabkan krisis keuangan global, juga karena bermunculannya restoran yang menyajikan konsep serupa. Selain itu, memasuki 2009, di mana faktor cuaca tidak menentu, juga berpengaruh terhadap tingkat kunjungan ke Waroeng Legenda. “Biasanya pengunjung paling ramai datang saat malam hari karena suasananya memberikan kesan berbeda. Tapi, sekarang justru malam hari itu sering hujan deras, otomatis pengunjung juga pikir-pikir mau nyeberang sungai, walaupun jaraknya tidak terlalu jauh,” ujarnya di Kantor Wali Kota Palembang kemarin.

Akibat kondisi ini, pengelola terpaksa mengurangi jumlah karyawan dan jam operasional. Pada kondisi normal, warung makan terapung ini bisa didatangi hingga 200 pengunjung seharinya dan menghasilkan pendapatan hingga Rp 150 juta per bulan. Namun, saat ini tingkat kunjungan hanya berkisar 30–50 orang per hari. Tempat usaha ini hanya mampu menghasilkan pendapatan Rp 30 juta per bulan. “Kalau kondisi normal dulu, Waroeng Legenda masih mampu memberikan retribusi hingga Rp 6 juta per bulan kepada pemkot. Namun, karena sekarang kondisinya sedang sulit, ya gak bisa lagi menyumbang retribusi,” tuturnya.

Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra menegaskan, kondisi Waroeng Legenda memang harus segera dibenahi, baik dari fisik bangunan, menu, maupun sarana pendukung lainnya. (iwan setiawan)

Sembahyang Arwah


30 warga negara Korea Selatan menggelar ritual sembahyang arwah bagi para leluhurnya di Benteng Kuto Besak (BKB), Palembang, kemarin.

publikasi : sindo sumsel; rabu 08 april 2009; halaman 7