30 Oktober 2008

PE CPO Disambut Dingin

PALEMBANG (SINDO) – Kebijakan pemerintah menurunkan pajak ekspor (PE) crude palm oil (CPO) menjadi 0% disambut dingin pengusaha dan petani kelapa sawit.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Selatan (Sumsel) Sumarjono Saragih mengatakan, meski dinilai terlambat, langkah yang diambil pemerintah udah tepat. Kebijakan mengoreksi PE CPO seharusnya dilakukan pemerintah sejak pertengahan 2008 lalu, tepat di saat harga CPO mulai menunjukkan tren penurunan. Meski begitu, pengusaha dan petani kelapa sawit sangat menghargai respons pemerintah atas kondisi yang dialami sektor perkebunan yang terimbasi krisis keuangan global. “Kami tetap menghargai langkah yang diambil pemerintah untuk melindungi sektor usaha perkebunan. Namun, saat ini masalahnya bukan lagi terfokus pada pajak ekspor,” ujarnya kepada SINDO kemarin.

Menurut Sumarjono, dengan diturunkannya PE CPO, peluang pengusaha untuk menjual produknya bisa terdongkrak lebih besar lagi. Namun, kondisi pasar internasional saat ini sedang labil sehingga permintaan dari negara-negara importir CPO asal Indonesia juga ikut melemah. Logikanya, kita mau dan mampu jual CPO dalam jumlah besar, tapi yang beli nggak ada, ya percuma juga kan. Walaupun ada yang beli, pasti mengurangi permintaan di bawah normal,” tuturnya.

Dia menambahkan, pengusaha dan petani kelapa sawit hanya bisa menunggu reaksi pasar internasional agar CPO mereka bisa kembali laku dibeli negara-negara konsumen CPO Indonesia. Bahkan, pengusaha dan petani kelapa sawit di Sumsel berharap agar kondisi ini cepat berlalu dan kembali normal. “Tidak banyak yang bisa kita lakukan karena krisis ini terjadi di negara tujuan ekspor produk kita. Semoga krisis ini cepat selesai dan sektor perkebunan kembali tumbuh,” paparnya.

Sementara itu, pengamat pertanian Universitas Sriwijaya Amruzi Minha menerangkan, dengan adanya PE 0% pasti disambut positif oleh petani. Sebab, hal itu merupakan bukti adanya pembelaan pemerintah terhadap pengusaha dan petani. Akan tetapi, karena harga kelapa sawit sudah demikian parahnya, kebijakan tersebut dinilai sebagian petani maupun pengusaha tidak terlalu besar dampaknya. “Secara psikologis, kebijakan itu baik karena menanggapi keluhan pengusaha dan petani. Walau terkesan terlambat, pemerintah pasti punya alasan sendiri mengapa baru sekarang menerapkan kebijakan itu,” katanya.

Menurut Amruzi, penetapan PE 0% sendiri akan berdampak positif terhadap penetrasi ekspor CPO Indonesia ke berbagai negara alternatif, seperti India dan China. Dia memprediksi, volume ekspor CPO bakal melonjak setelah pemerintah mengumumkan paket kebijakan stabilitas ekonomi tersebut. (iwan setiawan)

halaman 22

Minim Dukung Ekonomi Daerah

PALEMBANG (SINDO) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menilai kebijakan Bank Sumsel selama ini lebih menitikberatkan pada perolehan laba jangka pendek melalui peningkatan fee based income dan kurang menyinergikan program tersebut dengan rencana penyaluran dana yang telah dihimpun ke masyarakat melalui kredit-kredit dan pembiayaan.

PT Bank Sumsel adalah bank daerah yang sahamnya dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel), pemerintah kabupaten (pemkab) dan kota se-Sumsel, Pemprov Kepulauan Bangka Belitung (Babel), serta pemkab dan kota se-Kepulauan Babel. Sebagai bank yang dimiliki pemerintah daerah, dana terbesar PT Bank Sumsel dihimpun dari pemerintahan daerah (pemda) se-Sumsel dan Kepulauan Babel. Dana tersebut disimpan dalam bentuk giro dan atau sertifikat deposito. Portofolio penempatan dana pada PT Bank Sumsel yakni kredit, surat berharga, penempatan antarbank, penyertaan, serta bentuk penyediaan dana lainnya yang sejenis.

PT Bank Sumsel tidak memiliki hubungan kemitraan dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) setempat. Meski demikian, di antara kredit yang diberikan juga terdapat beberapa kontrak kerja sama dengan pemda setempat berupa pemberian modal kerja untuk penanaman karet atau kelapa sawit oleh rakyat di Kabupaten Muaraenim, OKU, dan Banyuasin. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas portofolio PT BPD SS tahun buku 2006 dan 2007 oleh perwakilan BPK RI di Palembang, kebijakan pemberian kredit PT Bank Sumsel secara umum sangat konservatif dengan selera risiko (risk appetite) yang rendah. Rendahnya selera risiko PT Bank Sumsel memang berpengaruh pada membaiknya kinerja yang dicapai sepanjang 2006 hingga Juni 2007.

Pengamat perbankan Universitas Muhammadiyah Palembang Amidi mengatakan, salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana ke masyarakat melalui fasilitas kredit sehingga memberikan efek penggandaan (multiplier effect) bagi daerah dan masyarakat. ”Penempatan dana di BI juga akan membebani keuangan negara karena uang yang seharusnya digulirkan untuk masyarakat harus ditanggung BI dalam bentuk pembayaran bunga. Sementara, bagi Bank Sumsel sendiri, penempatan di BI akan mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh imbalan bunga yang lebih tinggi dari pemberian kredit,” tuturnya. (iwan setiawan)

halaman 22

Jakon Sumsel Penuhi Standar Profesional

HADAPI PERSAINGAN GLOBAL

PALEMBANG (SINDO) – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Sumatera Selatan (Sumsel) menjamin perusahaan konstruksi yang ada saat ini telah memenuhi standar profesional.

Ketua BPD Gapensi Sumsel Syaropi RM mengatakan, saat ini perusahaan konstruksi yang mengerjakan proyek sudah tepat waktu penyelesaian. Bahkan, pembenahan yang dilakukan pengurus bersama anggota telah menunjukkan perkembangan menggembirakan yang mana pengadaan dan pengerjaan proyek sesuai dengan bestek yang ada. “Perusahaan konstruksi di Sumsel ini sudah mengarah ke perusahaan profesional semua. Sebab, bagaimanapun hal itu merupakan kebutuhan di era persaingan global saat ini,” ujarnya saat dihubungi SINDO kemarin.

Menurut Syaropi, dalam satu perusahaan konstruksi diwajibkan memiliki tenaga ahli masing-masing bidang. Selain sebagai wujud profesionalisme perusahaan, hal itu untuk menghindari saling serobot antar perusahaan ketika musim tender dibuka. Sementara, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), Gapensi bersama lembaga pengembang jasa konstruksi (LPJK) secara rutin melakukan pelatihan kepada para operator perusahaan konstruksi. “Tiap perusahaan memiliki sertifikasi standar operasi yang dievaluasi secara berkala oleh auditor independen. Dengan begitu, mau tidak mau perusahaan harus meningkatkan standar pekerjaannya agar tidak kena sanksi pencabutan sertifikasi,” katanya.

Anggota Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) A Sirajudin Nonci mengatakan, perusahaan Jakon lokal memang sering tergusur dalam persaingan tender. Hal itu disebabkan sebagian besar kontraktor lokal belum mampu bersaing dengan pemain dari luar. Tidak hanya kalah di pengalaman, tapi juga dari sisi permodalan. “Keterbatasan yang dimiliki perusahaan Jakon di daerah seharusnya bisa disiasati melalui kerja sama dengan perusahaan lain, baik dalam bentuk joint operation ataupun konsorsium,” tuturnya. (iwan setiawan)

halaman 22