03 November 2008

PT Pos Indonesia Maksimalkan SOPP

PALEMBANG (SINDO) – Sebagai upaya memaksimalkan pelayanan kantor pos, PT Pos Indonesia me-launching kerja sama dengan PDAM Tirta Musi Palembang. Pelanggan PDAM Tirta Musi bisa melakukan pembayaran tagihan rekening di seluruh kantor pos dalam Kota Palembang dengan menggunakan system online payment point pos (SOPPPos).

Kepala Wilayah Usaha Pos III Sumbagsel PT Pos Indonesia Harjanto mengatakan, dari sekitar 15.000 pelanggan PDAM Tirta Musi, PT Pos Indonesia menargetkan 70% pelanggan beralih menggunakan SOPPPos. Mengenai kontribusi pendapatan yang dihasilkan belum bisa dipastikan karena saat ini sedang masa akuisisi sebagai penarik pembayaran tagihan rekening. “Kita belum bicara target. Yang penting sekarang bagi kita adalah menyosialisasikan bahwa pelanggan PDAM Tirta Musi sudah bisa membayar tagihan rekening mereka di kantor pos,” ujarnya seusai launching kerja sama PT Pos Indonesia dengan PDAM Tirta Musi di Palembang Indah Mall kemarin. “Kami berharap layanan SOPPPos ini bisa menjadi alternatif terbaik dan menjadi solusi untuk kemudahan bertransaksi,” tuturnya.

Manager Promotion Kantor Wilayah Usaha Pos III Sumbagsel PT Pos Indonesia Jan Pieter DS menerangkan, kantor pos dalam jaringan SOPP merupakan cara tercepat, mudah, dan praktis, dalam melakukan setoran tabungan, pembayaran tagihan rekening telepon, asuransi, kredit, penerimaan pajak, dan isi ulang pulsa telepon seluler.

Sementara itu, Direktur Utama PDAM Tirta Musi Palembang Saiful menyambut positif kerja sama yang dijalin pihaknya dengan PT Pos Indonesia. Sebab, dengan adanya kerja sama ini, diharapkan tagihan rekening PDAM bisa lebih lancar dan target pendapatan bisa direalisasikan. (iwan setiawan)

halaman 22

Penyelesaian Krisis Tak Efektif

PALEMBANG (SINDO) – Kalangan pengamat berharap pemerintah melakukan langkah penyelamatan untuk mengatasi krisis agar perekonomian tidak terpuruk.

Direktur International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) Iman Sugema mengatakan, krisis finansial global telah merambah seluruh dunia. Hal itu terbukti dengan terjadinya penurunan dan koreksi habis-habisan pada bursa global yang berlangsung secara beruntun. Selanjutnya, harga komoditas primer mulai dari logam hingga makanan juga mengalami penurunan harga yang tajam. “Minimal saat ini kita mengetahui terdapat tiga jenis krisis yang sedang terjadi, yaitu krisis sektor properti, krisis finansial global, dan krisis komoditas global. Untuk Indonesia sendiri, secara makro yang terasa adalah krisis finansial, tetapi di level mikro yang terasa adalah krisis komoditas,” ujarnya kepada SINDO di Palembang belum lama ini.

Sementara itu, Direktur Center for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Danuri mengatakan, pengaruh krisis finansial global ke sektor riil di Indonesia sangatlah besar karena utamanya disebabkan kebijakan antisipasi krisis yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia cenderung merugikan pembangunan sektor riil di Indonesia. Menurut Deni, kebijakan kenaikan tingkat suku bunga BI rate misalnya yang justru bersifat kontraproduktif terhadap perbaikan sektor riil di tengah kelangkaan likuiditas di dalam perekonomian. ”Dengan kondisi seperti ini, kebijakan kenaikan BI rate bukan saja menambah runyam masalah likuiditas, tetapi juga bertentangan dengan tren global itu sendiri yang berupaya agar cost capital tidak terus terdongkrak naik,” tuturnya. (iwan setiawan)

halaman 22

BPR Berikan Kelonggaran

PALEMBANG (SINDO) – Bank Perkreditan Rakyat (BPR) memberi kelonggaran kepada nasabah yang mengalami kesulitan pembayaran kredit.

Direktur Utama BPR Syariah Al Falah Barori Basri mengatakan, sektor usaha nasabah kredit yang dilayani pihaknya didominasi petani karet. Hal itu dilakukan agar para nasabah yang mayoritas adalah masyarakat golongan menengah ke bawah bisa melanjutkan usahanya. Dengan penurunan harga karet yang signifikan belakangan ini, berdampak pada rendahnya pendapatan para petani. Hal itu berakibat pada terhambatnya pembayaran angsuran kredit pada BPR. “Sejak turunnya harga karet, pembayaran angsuran kredit mulai tersendat. Namun, jumlahnya tidak banyak karena yang dilayani BPR secara umum memang segmen pasarnya kecil sekali. Untuk BPR Syariah Al Falah sendiri, plafon kredit maksimal hanya Rp50 juta,” ujarnya kepada SINDO kemarin.

Menyikapi kondisi seperti yang terjadi itu, Barori menegaskan, bank tidak serta-merta memberikan punishment (hukuman) kepada nasabah. Sebab, bank mengetahui penyebab keterlambatan pembayaran angsuran tersebut. Untuk menyelesaikannya, bank mengupayakan jalan negosiasi untuk mencari solusi permasalahan yang dihadapi. “Mungkin kita bisa rescheduling pembayarannya, artinya waktu pembayaran diperpanjang meski ada risiko penambahan biaya dan lainnya untuk bank,” tutur dia.

Sementara itu, Dewan Penasihat Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Pusat Rachmad Ali mengatakan, selama ini usaha kecil mikro menengah kurang mendapat dukungan dari perbankan. Padahal, jenis usaha tersebut terbukti mampu bertahan dari krisis yang beberapa kali melanda Indonesia. Menurut Rachmad, kelonggaran yang diberikan BPR kepada nasabah merupakan salah satu bukti kepedulian bank atas permasalahan yang tengah dihadapi nasabahnya. (iwan setiawan)

halaman 22