22 Februari 2009

Padi Obati Kangen Ribuan Penggemar

Grup band Padi menghibur masyarakat Kota Palembang di Lapangan Stadion Bumi Sriwijaya malam tadi. Konser digelar dalam rangka memeriahkan Parade Merdeka Indies Project Community 2009.

PALEMBANG
(SINDO) – Konser musik band Padi, Sabtu (21/2) malam di Kota Palembang berlangsung meriah dan mampu menghapus keriduan ribuan penggemarnya.

Tepat pukul 20.00 WIB, band papan atas Indonesia yang digawangi Fadli (vokal), Piyu (gitar), Ari (gitar), Rindra (bass), dan Yoyok (drum), menyapa para penggemarnya dengan lagu Sudahlah. Seolah terbius oleh lengkingan suara Fadli, ribuan penonton langsung mengikuti bait demi bait lagu yang sangat akrab di telinga mereka itu. Dilanjutkan dengan membawakan hits Begitu Indah dan Mahadewi, Padi mampu memainkan emosi para penonton yang kebanyakan datang bersama pasangannya malam itu. “Apa kabar Palembang? Senang Padi bisa main di sini lagi. Siap untuk senang-senang ya, tapi tetap damai,” ujar Fadli kepada penonton usai melantunkan lagu Mahadewi.

Fadli menyatakan kekagumannya atas kemajuan yang diraih Sumsel dalam beberapa tahun belakangan ini yang begitu pesat. Hal itu terbukti dengan semakin banyaknya talenta berbakat asal Sumsel yang menembus pasar nasional. Selain itu Fadli berharap semakin banyak anak-anak muda Sumsel yang bisa berkarya tidak hanya di tingkat nasional tapi juga go international. “Sekarang kita lihat, makin banyak band, penyanyi, penulis, maupun sutradara yang berasal dari Sumsel. Jadi mulai tahun ini dan ke depan saatnya yang muda bicara,” serunya.

Menurut Fadli, anak muda saat ini harus lebih banyak memunculkan kreatifitas. Sebab sekarang banyak sekali ajang untuk mengapresiasi kemampuan yang dimiliki anak muda. “Jadi sekarang kalau mau cari penyanyi atau band atau apapun juga, tidak hanya dari Jakarta, Bandung, Surabaya saja. Tapi kalian harus tunjukkin bahwa Palembang juga punya orang-orang yang berkualitas,” tuturnya lantang.

Meski hanya berdurasi satu jam dan membawakan 11 lagu, penampilan kelima personel cukup memuaskan. Setelah membawakan hitsnya seperti Semua Tak Sama, Terluka, Sang Penghibur, Beri Aku Arti, Harmony, Kasih Tak Sampai, dan Menanti Sebuah Jawaban, konser tersebut diakhiri dengan hits yang melambungkan Padi pada tahun 1997 silam yaitu Sobat.

Padi hadir di Kota Palembang untuk memeriahkan acara Parade Merdeka Indies Project Community 2009. Dalam acara kompetisi band tersebut akan dicari yang terbaik dari puluhan peserta yang mendaftarkan diri.

Dodi Reza Alex selaku penggagas acara mengungkapkan, kegiatan ini digelar sebagai salah satu bentuk dukungannya terhadap aktifitas anak muda di Kota Palembang. Menurut Dodi, banyak kegiatan anak muda yang positif dalam bidang olahraga, kesenian, dan kebudayaan, yang sangat sayang jika dilewatkan. Dodi sangat yakin bahwa Kota Palembang dan Sumsel masih menyimpan cadangan talenta berbakat yang sangat besar di berbagai bidang. “Tinggal bagaimana kita memunculkannya saja. Salah satunya dengan mengadakan ajang-ajang kompetisi seperti ini. Diundangnya Padi dan Nineball di acara ini sebagai motivasi anak muda Palembang yang memilih jalur musik sebagai hidupnya ke depan,” tandas Dodi. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Berburu Udang untuk Lauk Makan

BEKARANG DI DUSUN II, DESA IBUL BESAR (1)

Mencari udang dengan cara bekarang memiliki kesan tersendiri. Selain menjadi ajang bermain sesama teman, juga untuk memupuk kebersamaan dan persaudaraan. Seperti apa?

Warga Dusun II, Desa Ibul Besar, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten OI, beramai-ramai mencari ikan dan udang menggunakan alat-alat sederhana saat air rawa sedang surut.

Siang itu matahari memancarkan sinar dengan teriknya. Angin pun seakan enggan menemani perjalanan di atas sepeda motor ini. Jam di tangan menunjukkan pukul 14.35 WIB. Bermaksud hendak berteduh di bawah pohon rindang, justru pemandangan unik yang didapati. Yup….puluhan orang berada di rawa dengan berbagai peralatan rumah tangga. Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun ikut terjun mengaduk-aduk lumpur yang ada di bawah air. Bahkan, tampak pula seorang nenek yang menggunakan tudung saji (penutup makanan di meja) sedang mendulang air di depannya.

Awal melihat tingkah polah orang-orang itu, kesan aneh yang tertangkap pikiran. Ada apa ini? Ngapain ya mereka?

Namun, ketika ada seorang anak kecil di tengah rawa berteriak, akhirnya jelaslah apa yang sedang dilakukan warga DusunII, DesaIbulBesar, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, tersebut. “Woi, di sini bae nyarinyo, masih banyak lubang udangnyo,” teriak seorang anak yang bernama Azis dari tengah rawa.

Mendengar teriakan Azis, sekitar delapan temannya langsung menghampiri dan ikut menusuk-nusuk lubang yang diduga menjadi tempat persembunyian udang galah yang tengah mereka cari. Dari sisi rawa lain, teriakan keberhasilan mendapatkan buruan saling bersahutan. Bukan hanya udang galah yang didapatkan, melainkan berbagai jenis ikan air tawar, seperti gabus, betok, bahkan belut, berhasil ditangkap sekitar 50 warga yang didominasi anak-anak.

Seperti halnya di banyak desa di Indonesia, peristiwa seperti ini dikenal dengan kegiatan bekarang. Meski banyak penafsiran, bekarang secara umum bisa diartikan sebagai sebuah kegiatan mencari ikan di sungai kecil, rawa, atau lebung, secara beramai-ramai. Kegiatan ini hanya bisa dijumpai saat air sungai atau rawa sedang surut yang membuat air mulai mengering.

Ketika Azis naik ke darat, dia mengatakan, kegiatan mencari ikan, udang, dan belut di rawa, rutin dilakukan setiap air rawa sedang surut. Tanpa dikomando, puluhan orang akan masuk ke rawa dan menangkap satu per satu buruannya. Tetapi, menurut Azis, ada peraturan tidak tertulis yang harus dipatuhi setiap peserta bekarang. Mereka hanya diperbolehkan menangkap buruannya menggunakan tangan dan alat bantu sederhana. “Dak boleh pakai jala kak. Soalnyo kalau cak itu pasti banyak yang dak kebagian. Lagi pulo kalo cak ini (pake tangan) kan lebih asik,” tuturnya.

Dengan hanya mengenakan celana pendek atau celana dalam, anak-anak ini tetap ceria dan semangat ketika masuk kembali ke rawa. Sambil sesekali bercengkerama dengan rekannya, mereka lantas kembali serius menelusuri satu per satu lubang di rawa. Meski air rawa tersebut keruh karena dimasuki puluhan orang, tidak menghalangi keinginan mereka mencari lauk tambahan untuk makan malam. “Kalau beli udang di pasar kan mahal. Kalau dapat nangkap cak ini kan biso bantu emek nyiapke lauk. Sekali-kali perbaikan gizi kak,” ucapnya sambil menunduk malu.

Teriakan kegirangan karena berhasil mendapatkan udang atau ikan terus mewarnai perburuan sore itu. Lumayan juga hasil yang berhasil dikumpulkan. Bahkan, beberapa anak bisa mengumpulkan hingga 20 ekor udang galah berukuran sedang. Tentunya hasil kerja keras Azis dan teman-temannya akan membuahkan senyuman bagi anggota keluarga yang lain saat menikmati udang hasil tangkapan mereka. (iwan setiawan/bersambung)

foto : iwan setiawan

Taman Lalu Lintas Rawan Pungutan Liar

PALEMBANG (SINDO) – Kondisi Taman Lalu Lintas (TLL) Palembang di pinggiran Danau OPI, Jakabaring, sangat memprihatinkan. Selain banyak bagian yang rusak, ternyata aset milik Pemprov Sumsel itu dijadikan objek pungutan liar (pungli) oleh oknum pemuda di sekitar lokasi.

Pantauan SINDO kemarin siang sekitar pukul 14.30 WIB, ada rombongan sebuah sekolah di Palembang yang ingin berfoto di pinggir danau. Mereka masuk ke areal TLL dengan memberikan sejumlah uang kepada beberapa pemuda di depan gerbang TLL. Namun, tindakan itu diprotes pengurus TPA Raudhatul Jannah yang sedang beraktivitas di TLL. Pasalnya, fasilitas di areal TLL bukan untuk umum. “Kami juga gak tahu mengapa mereka langsung masuk, padahal gak ada yang ngizinin,” ucap Siti, salah seorang pengurus TPA.

Siti menuturkan, penggunaan fasilitas di areal TLL harus berdasarkan izin Kepala Taman Lalu Lintas terlebih dahulu. Sepengetahuan dia, TLL hanya diperuntukkan bagi kepentingan anak-anak pendidikan anak usia dini (PAUD). “Tempat ini memang sarana rekreasi. Tapi, setahu saya hanya untuk anak-anak PAUD. Kami (TPA) saja harus mengurus izin terlebih dahulu untuk menggunakan fasilitas musala yang ada,” tuturnya.

Sementara itu, Handera, penjaga Kantor TLL, menerangkan, selama ini memang TLL tidak ada yang menjaga secara khusus. Karena letaknya di tepi danau dan memiliki beberapa fasilitas penunjang, seperti menara yang bisa melihat danau dari ketinggian, maka minat masyarakat untuk bisa masuk sangat tinggi. “Sebenarnya dak boleh masuk. Tapi terkadang oleh budak-budak yang nyari duit dibolehke masuk, asal bayar. Padahal, dari pengurus sudah ngasih tahu kalau taman ini hanya untuk bermain dan rekreasi anak-anak PAUD bae,” katanya.

Mengenai beberapa bagian bangunan yang rusak, Handera menyatakan, hal tersebut di luar pemantauannya. Pasalnya, selama ini gedung yang berada di bawah pengawasan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumsel itu hanya dijaga seorang petugas. Padahal, kawasan di sekitar Danau OPI, Jakabaring, ini selalu ramai menjelang akhir pekan. “Kalau ado yang pecah atau rusak, kami dak tau siapo yang ngelakukenyo. Sebab yang jago cuma dewekan, paling jugo yang kami jago itu yo barang-barang atau fasilitas yang ado di dalam kantor,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Disdik Provinsi Sumsel Ade Karyana menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu permasalahan ini. Sebab, pembangunan maupun pengelolaannya dilakukan pada masa pejabat sebelumnya. “Saya pelajari dulu ya. Kalau tidak maksimal, ya akan kami evaluasi tentunya,” cetusnya. (iwan setiawan)

PKL Kembali Penuhi Jalan

PALEMBANG (SINDO) – Tidak adanya petugas yang berjaga di lokasi penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Inpres Plaju dan depan pertokoan di Jalan Kapten Abdullah membuat para PKL kembali memanfaatkannya untuk berdagang.

Ada yang berjualan dengan hanya beralaskan terpal diatas aspal jalan dan ada yang menjajakan dagangannya di atas gerobak atau becak. Bahkan, beberapa pedagang sudah ada yang kembali memasang terpal untuk melindungi dagangannya dari panas dan hujan. Hal ini bisa bebas dilakukan karena para petugas ketenteraman dan ketertiban (trantib) dari Kecamatan Plaju yang biasanya ada di sekitar lokasi tidak tampak sama sekali.

Martiyem, salah seorang pedagang yang ditemui SINDO, mengaku berani kembali berjualan di pinggir jalan karena melihat tidak adanya petugas yang berjaga-jaga. Selain itu, jika harus berdesakan dengan pedagang lain yang menempati lorong babi, pendapatannya menurun. “Pembeli dak galak masuk kalau jualan di lorong karena di dalam itu sempit dan bau, belum lagi beceknya. Jadi ya mumpung dak katek petugas yo jualan di luar (jalan) sini bae,” ujar ibu paruh baya yang berjualan sayur ini.

Sementara itu, salah seorang pedagang roti komplet dan martabak, Efran, menuturkan, mereka menggunakan badan jalan karena tidak tersedianya lahan yang bisa mereka tempati. Selain itu, mereka berjualan hanya mulai sore hingga malam hari. Jadi, menurut warga Jalan Tegal Binangun ini, tidak terlalu mengganggu arus lalu lintas. “Paling cepat kami pukul 15.00 WIB baru buka gerobak di sini. Jam cak itu kan sudah idak rame nian jalanan di sini,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Camat Plaju Yunan Helmi mengakui belum maksimalnya penataan kawasan di sekitar Pasar Inpres Plaju. Hal itu karena masih belum tumbuhnya kesadaran masyarakat, khususnya PKL, mengenai kebersihan dan ketertiban lingkungan. Dia mengatakan, seharusnya PKL bisa mendukung program pemerintah yang akan menata kawasan itu supaya lebih baik dan teratur. “Inilah masalahnya, kesadaran yang masih rendah di masyarakat, terutama pedagang. Seharusnya tanpa petugas di situ pun, harusnya mereka sadar bahwa berjualan di depan toko, di atas trotoar, maupun di badan jalan, merupakan tindakan tidak terpuji dan dilarang,” bebernya. (iwan setiawan)