27 Oktober 2008

Evaluasi Konversi Menguat

PALEMBANG (SINDO) – Migas Watch Sumatera Selatan (Sumsel) mengimbau Pertamina melakukan evaluasi program konversi karena dinilai kurang berhasil.

Ketua Umum Migas Watch Sumsel Firdaus Bustomi mengatakan, beberapa ledakan gas paket konversi yang terjadi merupakan tanda ketidakseriusan Pertamina menyelenggarakan program tersebut. Menurut dia, suatu program yang baik adalah yang membuat masyarakat terlepas dari kesulitan, bukan justru menyengsarakan kehidupan masyarakat. Karena itu, dia mengimbau Pertamina segera mengevaluasi program konversi dan menghentikan sementara waktu. “Apa yang dilakukan Pertamina dengan konversi itu merupakan pemaksaan. Lihat saja, masyarakat terpaksa menggunakan gas karena minyak tanah sudah tidak ada lagi di pasaran. Seharusnya kalau mau adil, Pertamina harus menyediakan pilihan kepada masyarakat, ada minyak tanah dan gas,” ujarnya kepada SINDO kemarin.

Selain itu, ungkap Firdaus, kultur masyarakat yang telah terbiasa dan tergantung dengan bahan bakar minyak tanah tidak bisa diubah seketika menggunakan gas elpiji. Sebab, masyarakat yang telah puluhan tahun menggunakan minyak tanah telah merasa nyaman. Hal itu terbukti ketika harga minyak tanah dinaikkan Pertamina, masyarakat tetap memburunya. “Selama menggunakan minyak tanah tidak ada kekhawatiran mendalam di masyarakat. Tapi, ketika mereka terpaksa menggunakan gas elpiji, kecemasan jelas menghantui,” tuturnya.

Firdaus menerangkan, selain keterpaksaan masyarakat menerima program konversi, dia melihat infrastruktur serta sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Pertamina untuk menjalankan program tersebut tidak 100% siap. Hal itu tampak pada pengadaan paket konversi yang terburu-buru. Akhirnya, keluar kebijakan impor tabung dengan alasan industri tabung di Indonesia tidak sanggup memenuhi permintaan Pertamina.

Di sisi lain, sosialisasi program kepada masyarakat tidak mampu menjadi sasaran program konversi. Pada beberapa kesempatan, konsultan yang dikontrak Pertamina tampak tidak menguasai sama sekali penjelasan mengenai tata cara penggunaan kompor dan tabung gas elpiji. “Kalau ini diteruskan, risikonya sangat besar bagi masyarakat. Memang jumlah kerugian yang diderita para korban ledakan tabung konversi relatif kecil dibanding kesuksesan program ini, tapi apa masyarakat harus terus dihantui kekhawatiran setiap kali menyalakan kompor gas konversi,” bebernya.

Ketua DPD II Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswanamigas) Sumbagsel Djunaidi Ramli mengatakan, kebijakan pemerintah melaksanakan program konversi sangat terburu-buru dan terkesan dipaksakan. Hal itu terlihat dari singkatnya waktu sosialisasi yang dilakukan sebelum program digulirkan. Menurut Djunaidi, setidaknya dibutuhkan waktu sosialisasi empat hingga lima tahun sebelum suatu program yang berlaku nasional dijalankan. “Waktu sosialisasi dibutuhkan agar masyarakat yang menjadi sasaran program itu benar-benar paham dan mengerti maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Selain itu,waktu sosialisasi diperlukan agar leading sector program itu berbenah serta menyiapkan sarana dan prasarana pendukung sehingga ketika program dijalankan tidak ada kendala yang menghadang,” tuturnya. (iwan setiawan)

halaman 22

PLN Diimbau Atasi Krisis Listrik

PALEMBANG (SINDO) – Krisis listrik yang terjadi memaksa pemerintah melakukan upaya penghematan, salah satunya dengan mengefisienkan penggunaan lampu jalan.

Ketua Komisi II DPRD Kota Palembang Zuhri Lubis mengatakan, terbatasnya daya dari pembangkit listrik yang menyebabkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak maksimal memasok kebutuhan masyarakat harus segera diatasi. Namun, sebelum hal itu teratasi, masyarakat diimbau aktif melakukan penghematan sehingga upaya pembenahan yang dilakukan PLN cepat selesai. Menurut Zuhri, seharusnya penghematan listrik juga diikuti Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang dengan mengurangi penggunaan peralatan listrik, terutama penerangan jalan. “Tagihan listrik penerangan jalan kita ini setiap bulan mencapai Rp2 miliar. Yang sekarang dipersoalkan bukan masalah jumlahnya, tetapi bagaimana penerangan jalan itu bisa efektif dan efisien,” ujarnya kepada SINDO kemarin.

Meski besarnya tagihan listrik penerangan jalan ditanggung masyarakat melalui pungutan pajak penerangan jalan, Zuhri mengimbau agar lampu-lampu yang menerangi jalan dipergunakan sesuai kebutuhan sehingga pendapatan pajak penerangan jalan ke depan bisa diseimbangkan antara penggunaan dan pembayaran. “Lampu-lampu jalan itu kan dipasang meteran dan dilengkapi stop kontak. Jadi, kalau memang sudah tidak terlalu dibutuhkan, matikan saja,” ucapnya.

Sementara itu, Manajer Komunikasi Hukum dan Administrasi PT PLN (Persero) Wilayah S2JB Haris Effendi menjelaskan, hingga kini pihaknya belum mengeluarkan aturan untuk mengurangi penggunaan lampu jalan. Namun, PLN mengimbau agar pemasangan lampu jalan atau lampu hias tidak berlebihan. Sebab, saat ini PLN belum terlepas dari masa kritis. “Sebenarnya kami juga ingin membuat kota-kota di Sumsel lebih indah ketika malam hari dengan pancaran lampu jalan maupun lampu hias. Tapi, untuk sementara ini hal itu tidak memungkinkan karena kondisi PLN untuk menyediakan daya listrik masih belum optimal,”tuturnya. (iwan setiawan)

halaman 22