14 Oktober 2008

Komisaris Bank SS Dipanggil


Direktur Utama Bank Sumsel Asfan Fikri Sanaf memberi penjelasan mengenai penempatan deposito Bank Sumsel dalam valuta asing di Bank Indover yang dibekukan aset dan kewajibannya di Kantor Pusat Bank Sumsel, Jalan Kapten A Rivai, Palembang, kemarin.

PALEMBANG (SINDO) – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) akan memanggil komisaris utama PT Bank Sumsel untuk menjelaskan persoalan deposito di Bank Indover.

Asisten Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Sekda Provinsi Sumsel Budi Rahardjo mengatakan, kebijakan dan segala sesuatu yang menyangkut operasional Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan merupakan kewenangan manajemen. Sebab, meski Pemprov Sumsel memiliki saham mayoritas, untuk urusan internal perusahaan sudah didelegasikan dengan pengangkatan direksi. Menurut Budi, seluruh perusahaan atau badan usaha milik daerah di Sumsel sudah menerapkan prinsip good corporate governance. Jadi, tanggung jawab masing-masing pihak sudah jelas dan tidak bisa saling mencampuri. “Untuk urusan internal, direksi yang lebih tahu. Kita tahunya hanya ketika RUPS yang memberitahukan keuntungan yang diperoleh tiap tahun dari investasi yang dilakukan,” ujar dia di ruangannya kemarin.

Budi menerangkan, meski sebagai pemegang saham mayoritas, Pemprov Sumsel berhak menempatkan seorang komisaris utama di perusahaan, tapi tetap tidak boleh mencampuri urusan internal perusahaan. Kondisi berbeda terjadi apabila terdapat hasil audit atau pemeriksaan dari lembaga yang memiliki kewenangan memeriksa. Dia mengatakan, jika ada laporan pemeriksaan, komisaris utama wajib menindaklanjutinya dengan meminta kepada direksi mengonfirmasi hasil laporan itu. “Seingat saya, selama ini belum ada laporan negatif mengenai kinerja Bank Sumsel,” ucapnya.

Mengenai adanya laporan pemeriksaan perwakilan BPK RI di Palembang yang menyatakan bahwa penempatan deposito Bank Sumsel di Bank Indover tidak menguntungkan dan berpotensi merugikan PT Bank Sumsel, Budi mengaku belum mengetahui. Namun, untuk menjawab kesimpangsiuran informasi yang ada, pemprov akan memanggil jajaran direksi Bank Sumsel untuk menjelaskan duduk persoalan sebenarnya.

Sementara itu, Direktur Utama Bank Sumsel Asfan Fikri Sanaf membenarkan, Bank Sumsel pernah menempatkan dana mereka sebesar USD1.165 atau sekitar Rp10 miliar lebih di Bank Indover pada 2006–2007 lalu. Namun, secara keseluruhan, dana tersebut telah dicairkan pada akhir Januari 2008. “Akhir Januari lalu sudah kami cairkan, kami ambil, dan kami bawa ke Bank Sumsel,” ujar Asfan di kantornya kemarin.

Selain itu, pihaknya membenarkan jika bank yang berada di negeri Kincir Angin tersebut saat ini telah dibekukan. Namun, Asfan menolak jika dikatakan telah bersikap tidak transparan perihal deposito tersebut. Sebab, menurut dia, deposito telah dicairkan dan tidak bermasalah. “Saya tidak menyalahkan pemberitaan yang sempat turun di beberapa media. Mungkin ini karena penyampaian informasi dan data dari kami yang tidak selalu di-update media. Seandainya wartawan tahu deposito itu sudah lama cair, mungkin tidak seperti ini ceritanya,” ucap Asfan di hadapan para wartawan media cetak dan elektronik.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi Treasury & Internasional Bank Sumsel Rasman Sihombing mengatakan, setelah uang di Bank Indover tersebut ditarik dan dipakai untuk berinvestasi kembali, pihaknya sempat ditegur BPK. Namun, teguran itu masih dalam batas kewajaran. “Kami ini kan bisnis, jadi sah-sah saja kalau kami menyimpan uang di bank besar,” tuturnya singkat. (iwan s/jemi a)

foto : mushaful imam

halaman 22

Krisis Pupuk Belum Teratasi

PALEMBANG (SINDO) – Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tidak bisa berbuat banyak untuk membantu mengatasi krisis pupuk yang dialami petani dan perusahaan perkebunan.

     Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Sumsel Samuel Chatib mengatakan, pihaknya telah berupaya melobi PT Pusri menambah kuota pasokan pupuk untuk sektor perkebunan di Sumsel. Namun, hingga kini upaya yang sedang ditempuh itu belum menemui hasil yang diharapkan. Meski demikian, Disbun akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk membantu pengadaan pupuk yang dibutuhkan sektor perkebunan. “Kapasitas produksi Pusri sudah tidak memadai lagi dibandingkan kebutuhan yang ada. Jadi, kita juga tidak bisa memaksakan penambahan kuota pasokan di Sumsel. Untuk itu, kita akan cari solusi lainnya,”ujarnya kemarin.

     Sementara itu, Manajer Hukum dan Humas PT Pusri M Djakfar Abdullah mengatakan, ketersediaan pupuk perkebunan produksi Pusri memang sangat terbatas. Saat ini kapasitas produksi Pusri sebesar 2 juta ton, 1,7 juta ton di antaranya dialokasikan untuk kebutuhan pupuk bersubsidi. Sementara, sisanya dialokasikan untuk kebutuhan pupuk nonsubsidi. “Kebutuhan pupuk nonsubsidi di Sumsel mencapai 200.000 ton per tahun. Sementara, produksi kita yang 300.000 ton itu untuk memenuhi kebutuhan seluruh wilayah tanggung jawab Pusri. Jadi, pasti terjadi kekurangan di Sumsel,”ucapnya. (iwan setiawan)

halaman 22