13 Juli 2008

Penambah Keindahan Kota yang Rawan Digusur

GELIAT USAHA TANAMAN HIAS

Seorang pedagang merapikan tanaman hias yang ditawarkan dengan harga hingga ratusan ribu rupiah, kemarin.

Usaha tanaman hias makin menjamur di penjuru Kota Palembang. Meski sering berpindah lokasi, usaha ini masih dapat bertahan. Tidak hanya itu, keberadaan usaha tanaman hias ini secara tidak langsung menambah semarak dan sejuk pinggiran jalan yang dilintasi para pengendara kendaraan bermotor. Secara umum, pembeli tanaman hias ini berasal dari golongan menengah ke atas. Dodi, 27, seorang penjual tanaman hias, menuturkan, dalam satu hari, rata-rata pembeli yang datang ke depotnya mencapai 20 orang. Bunga atau tanaman hias yang dibeli pun beragam, mulai kamboja, butterfly, anturium, adenium, dan eporbia. Sementara soal harga, ditawarkan bervariasi, mulai puluhan hingga ratusan ribu rupiah. “Ada yang beli satuan, tapi ada juga yang beli partai besar, seperti event organizer untuk kebutuhan pesta atau acara pertemuan,” ungkap Dodi yang membuka usaha di Jalan Residen Haji Abdul Rozak,Palembang.

Untuk memenuhi stok bunga dan tanaman hias di depotnya, Dodi memasoknya dari pengembang biak tanaman hias di Bandung, Jawa Barat. Setidaknya dalam satu bulan dia memesan hingga dua kali, itu pun tergantung stok di depotnya. Namun, dari beberapa bunga dan tanaman hias yang ada, terdapat pula hasil pengembangbiakan yang dilakukannya sendiri. Dalam satu bulan, usaha yang dijalankannya itu bisa menghasilkan pendapatan bersih minimal Rp5 juta. Bahkan, kalau penjualan meningkat karena banyak kegiatan yang membutuhkan tanaman hiasnya, dia bisa meraup penghasilan hingga Rp10 juta/bulan. Penghasilan itu tidak hanya berasal dari hasil penjualan bunga dan tanaman hias, tetapi dari berbagai komoditas lain, seperti pot bunga dan pupuk. “Biasanya pelanggan membeli itu kan satu paket komplit yang terdiri atas tanaman, pot, dan pupuknya. Alhamdulillah, dengan usaha ini saya bisa menghidupi keluarga saya dengan rezeki yang halal,” tukasnya.

Namun siapa sangka, sewaktu-waktu keindahan yang ditebarkan para pedagang tanaman hias ini bisa lenyap seketika. Sebab, bagaimana pun juga, lahan usaha yang mereka tempati saat ini merupakan jalur hijau yang secara peraturan tidak boleh ditempati, apalagi digunakan sebagai lahan usaha. Entah apa pertimbangan pihak Pemerintah Kota Palembang yang hingga saat ini belum menertibkan usaha tanaman hias seperti yang dilakukan sejumlah pemerintah di beberapa kota lain. Menurut Dodi, sebenarnya Wali Kota Palembang sudah menyediakan lahan bagi mereka di daerah Jakabaring. Akan tetapi, karena lokasinya terlalu jauh dan para konsumen telah terbiasa mendatangi tempat berjualan sekarang, maka dia dan rekan-rekannya keberatan untuk dipindahkan ke Jakabaring. Namun, Dodi mengaku siap jika sewaktu-waktu Pemkot Palembang melakukan penertiban dan memindahkan usahanya ke lokasi baru. “Pelanggan kan sudah terbiasa beli di sini, sekalian lewat. Kalau usaha kita dipindah semua ke Jakabaring, berarti pelanggan harus menyempatkan diri untuk mencari tanaman hias. Nah, itu yang bikin berat,”ujar dia mengeluh.

Bapak satu anak buah pernikahannya dengan Novi Fitria ini menceritakan, dia terjun ke usaha penjualan tanaman hias sejak 2005 lalu. Awalnya, Dodi mengaku kebingungan ketika memutuskan menikah, tapi tidak memiliki pekerjaan tetap. Akhirnya, karena mendapat dukungan sang istri, dia pun memberanikan diri membuka usaha tanaman hias. “Keahlian saya biasa-biasa saja, sehingga untuk kerja kantoran kayaknya gak mungkin,”tuturnya.

Tetapi, karena sudah punya tanggungan istri, Dodi pun harus bekerja keras dan pantang mundur. Ini dilakukan tak lain untuk menghidupi keluarganya. Prospek usaha tanaman hias pun masih sangat bagus ke depannya. Apalagi, saat ini pemerintah mulai menggalakkan kembali penghijauan kota yang dimulai dari tiap rumah warga. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

publikasi : sindo sumsel; minggu 13 juli 2008; halaman 9