27 Februari 2009

Sistim Keuangan Daerah Masih Buruk

Ketua BPK RI Anwar Nasution saat menjadi narasumber pada dialog publik soal keuangan daerah di Griya Agung, Palembang, kemarin.

PALEMBANG
(SINDO) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menilai transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah memburuk. Untuk memperbaiki hal tersebut, pemerintah harus segera melaksanakan reformasi pengelolaan keuangan daerah.

Ketua BPK RI Anwar Nasution mengatakan, memburuknya kondisi ini bisa dilihat dari menurunnya persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) selama periode 2004–2007. Persentase LKPD yang mendapatkan opini WTP yang pada 2004 mencapai 7%, turun menjadi 5% pada tahun berikutnya, dan hanya 1% pada tahun 2006 dan 2007.

Selanjutnya, kata Anwar, untuk pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Sumsel, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, dan Lampung dalam kurun waktu tiga tahun yaitu 2005–2007, belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini terlihat bahwa hanya satu LKPD mendapatkan opini WTP pada 2005 dan sebagian besar lainnya memperoleh opini WDP. Bahkan pada 2007, seluruh LKPD di empat provinsi itu mendapatkan opini WDP.

Menurut Anwar, permasalahan yang mendasari pemberian opini selain WTP adalah kelemahan prosedur pencatatan, kelemahan pengelolaan kas daerah, kelemahan dalam pengelolaan aset tetap, kelemahan dalam pengelolaan pendapatan, dan penyimpangan terhadap ketentuan tentang pengeluaran dan pertanggungjawaban belanja daerah. “Persoalan buruknya transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah meningkatkan peluang kebocoran dan menghambat kinerja pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan dan kesejahteraan pada rakyatnya,” papar Anwar saat temu wartawan usai dialog publik di Griya Agung, Palembang, kemarin.

Anwar mengungkapkan, selama ini BPK tidak pernah dilibatkan dalam audit keuangan pemerintah daerah. Padahal, pemerintah daerah sangat sering mendapatkan bantuan dari kreditur luar negeri, baik melalui pemerintahan maupun organisasi. Meski awalnya berlangsung wajar, perlahan muncul satu per satu persoalan menyangkut transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. Bahkan, tingkat kepuasan kreditur luar negeri tersebut menurun tajam. Hal itu disebabkan adanya dugaan penyimpangan terhadap dana bantuan dan pinjaman tersebut. “Anda tentu masih ingat, beberapa waktu lalu Presiden Bank Dunia meminta Pemerintah Indonesia mengembalikan seluruh dana pinjaman yang telah dikucurkan secara utuh, karena mereka menduga dana bantuan itu tidak tepat sasaran. Selain itu, para kreditur itu juga meminta langsung BPK mengaudit dana bantuan dan pinjaman dari mereka, sehingga dana itu memang mengalir ke pos yang mereka tuju,” ungkapnya.

Kasubdit Pinjaman dan Obligasi Daerah Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Depdagri Indro Baskoro menyebutkan, selama ini pemda di seluruh Indonesia tidak mempunyai data persis mengenai jumlah kekayaan daerahnya yang bertambah pada setiap tahun anggaran atas realisasi penggunaan dana APBD. Hal ini disebabkan proses pengadministrasian dan pencatatan pengeluaran belanja dengan pola lama belum menerapkan standar akuntansi pemerintah.

Sementara itu, Gubernur Sumsel Alex Noerdin menyatakan, jika laporan keuangan daerah di Sumsel belum baik akan dicari penyebabnya. Ia menegaskan, ke depannya setiap kepala daerah di Sumsel harus lebih memerhatikan administrasi pengelolaan keuangan. Dan ketika tiba penyusunan LKPD harus mengacu pada peraturan yang berlaku. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Jembatan Musi III Belum Jelas

PALEMBANG (SINDO) – Titik pasti yang ditetapkan sebagai lokasi pembangunan Jembatan Musi III hingga kini belum menemui titik terang. Bahkan, setelah hampir dipastikan akan dibangun di depan Kantor Dinas Tata Kota Palembang, kini muncul kembali alternatif lokasi lain.

Lokasi baru yang disebutkan itu adalah di dekat pabrik PT Pusri. Di daerah Seberang Ilir, jembatan itu akan menyambung dengan Jalan Mayor Zen. Sedangkan, di Seberang Ulu diperkirakan menyambung Jalan Kapten Abdullah, tepatnya simpang Kayu Agung. Dengan adanya kemungkinan baru lokasi pembangunan jembatan ini, dipastikan realisasi pembangunannya akan kembali molor. Sebab, pihak investor dan Departemen Pekerjaan Umum akan membutuhkan lagi waktu untuk survei lokasi baru tersebut. “Informasinya, Maret nanti (Dirjen PU BM) akan datang lagi untuk melihat lokasi yang dipilih. Dengan adanya lokasi baru ini, akan dipilih yang lebih baik, apakah tetap di depan Dinas Tata Kota atau dekat Pusri. Sebab, lokasi baru (dekat PT Pusri) ini kami lihat dan nilai lebih strategis, tapi lihat hasil kajian tim nanti ya,” ujar Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra ditemui di Griya Agung kemarin.

Menurut Eddy, adanya usulan lokasi baru ini bukan untuk menghambat realisasi pembangunan jembatan yang sudah lama direncanakan tersebut. Sebab, pemerintah sangat berhati-hati dan mempertimbangkan dengan matang berbagai aspek ketika mengajukan usulan lokasi. Tujuannya, selain menginginkan proyek pembangunan bisa berjalan tanpa masalah, Wali Kota juga ingin tidak terlalu banyak warga yang merasa dirugikan karena harus dipindahkan dari lokasi tersebut. Bahkan Wali Kota menegaskan, jika survei lokasi telah selesai dan ditetapkan, secepatnya proses pembebasan lahan akan dilakukan. “Yang penting sekarang, Jembatan Musi III ini harus jadi,” ucapnya.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) III Asep Sudarjat mengatakan, pembangunan Jembatan Musi III terkendala penentuan lokasi pasti dan pembebasan lahan yang belum dilakukan. Menurut Asep, langkah yang seharusnya diambil tim pembebasan lahan adalah segera menetapkan lokasi dan membebaskannya. Dengan begitu, tim yang akan melakukan kajian teknis bisa segera menetapkan rancangan jembatan mana yang cocok dengan lokasi tersebut. “Harusnya bebaskan saja dulu lahannya baru nanti diteruskan (pemerintah) pusat. Kalau lahan sudah tersedia, berarti kendalanya tinggal soal dana,” katanya. (iwan setiawan)