18 Mei 2008

Perlindungan terhadap Wartawan Sangat Lemah

WAWANCARA KHUSUS DENGAN ADVOKAT DINDIN SUUDIN SH MH
Sosok H Dindin Suudin dikenal dekat dengan kalangan wartawan lantaran sikapnya yang terbuka. Advokat kondang ini dikenal blak-blakan dan tidak pelit informasi. Komentar atau pendapat-pendapat pedasnya yang dimuat di koran-koran seringkali membuat kuping pejabat memerah. Namun selama hampir 25 tahun menjalani profesi sebagai lawyer, Dindin merasa prihatin dengan kehidupan pers. Terutama masalah perlindungan terhadap pers dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.

Bagaimana seharusnya UU mengatur dan melindungi tugas-tugas pers, berikut petikan wawancaranya dengan SINDO kemarin.

Bagaimana komentar Anda tentang Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers?

Apa Anda tidak merasa kalau selama ini UU tersebut memberikan Anda perlindungan semu. Selama ini kalau terjadi kekeliruan pemberitaan, maka pihak yang dirugikan akan menuntut atau bahkan melakukan kekerasan kepada si wartawan. Undang Undang 40 tahun 1999 tersebut seperti dianggap tidak pernah ada dalam penyelesaian permasalahan pers. Lalu buat apa disusun kalau tidak dipergunakan? Oleh karenanya perlu ada pembahasan oleh insan pers sendiri mengenai UU Pers tersebut. Bila perlu hal itu diawali wartawan dan perusahaan pers yang ada di Palembang.

Menurut Anda di mana kelemahan UU 40/1999?


Dalam pasal-pasal UU 40/1999 tidak memuat dengan tegas perlindungan terhadap wartawan. Sekalipun di dalam ketentuan Pasal 8 menyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum, tapi dalam penjelasannya bahwa yang dimaksud perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak secara otomatis wartawan mendapat perlindungan seperti halnya ketentuan di Pasal UU No 18/2003 tentang Advokat.

Apa yang diatur dalam UU Pers itu bersifat sangat normatif, karena memang sudah seharusnya dilakukan pemerintah pada setiap warga negara termasuk wartawan. Yang saat ini belum termuat dan seharusnya diatur dalam UU Pers adalah imunitas wartawan saat ia menjalankan profesinya. Dengan kata lain, wartawan tidak bisa dituntut secara perdata maupun pidana saat menjalankan profesinya.

Jalan keluarnya seperti apa?


Pasti ada dan saya yakin kalau UU Pers telah benar-benar melindungi profesi wartawan dalam melaksanakan tugasnya, maka pers akan semakin maksimal dalam menjalankan perannya sebagai kontrol sosial. Selama ini saya perhatikan, pers telah kehilangan sentuhan investigasinya. Kebanyakan para wartawan sekarang bersifat pasif dan menunggu berita dan hanya menggali keterangan narasumber. Hal ini berbeda dengan wartawan pada masa sebelumnya. Di mana pemberitaan di sebuah media malah menjadi sumber awal aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan.

Apa langkah terbaik untuk melindungi wartawan itu pasca merilis hasil investigasinya?


Keberanian! Contohnya lembaga swadaya masyarakat (LSM) saja bisa melakukan investigasi dan kebanyakan mereka berhasil membongkar berbagai kasus dugaan korupsi. Kenapa LSM bisa lalu wartawan nggak bisa? Padahal dalam UU Pers sudah jelas mengatur ancaman hukuman bagi pihak yang menghalangi dan menghambat hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Namun kita sadari bersama, dalam pencarian berita pasti ada ekses negatif yang sangat mungkin terjadi. Ya wartawan harus pandai menjaga dirinya sendirilah, minimal bisa silat sedikitlah wartawan- wartawan tuh.

Ketika muncul perselisihan antara wartawan dan narasumber dikarenakan pemberitaan yang muncul, apa yang seharusnya dilakukan?


Lakukan koreksi pemberitaan dengan memuat konfirmasi dari narasumber tersebut atau orang yang berkompeten dengan permasalahan. Selanjutnya penuhi amanat UU 40/1999 tentang Pers yang mengatur hak jawab. Kalau koreksi sudah kita laksanakan maka akan aman, yang kini sering terjadi hak koreksi itu tak pernah dilakukan media.

Di Indonesia konflik dengan pers selalu diselesaikan dengan jalur pidana. Pendapat Anda?


Itulah di Indonesia. Penyelesaian hukum ditempuh dengan cara terbalik-balik. Padahal pidana itu merupakan jalur terakhir ketika upaya lain tidak bisa lagi ditempuh. Kalau di negara lain seperti Amerika, ketika mempunyai persoalan dengan pers mereka melakukan gugatan secara perdata. (iwan setiawan)

Perlindungan terhadap Wartawan Sangat Lemah

WAWANCARA KHUSUS DENGAN ADVOKAT DINDIN SUUDIN SH MH

Sosok H Dindin Suudin dikenal dekat dengan kalangan wartawan lantarannya sikapnya yang terbuka. Advokat kondang ini dikenal blak-blakan dan tidak pelit informasi. Komentar atau pendapat-pendapat pedasnya yang dimuat di koran-koran seringkali membuat kuping pejabat memerah. Namun selama hampir 25 tahun menjalani profesi sebagai lawyer, Dindin merasa prihatin dengan kehidupan pers. Terutama masalah perlindungan terhadap pers dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.

Bagaimana seharusnya UU mengatur dan melindungi tugas-tugas pers, berikut petikan wawancaranya dengan SINDO kemarin.

Bagaimana komentar Anda tentang Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers?


Apa Anda tidak merasa kalau selama ini UU tersebut memberikan Anda perlindungan semu. Selama ini kalau terjadi kekeliruan pemberitaan, maka pihak yang dirugikan akan menuntut atau bahkan melakukan kekerasan kepada si wartawan. Undang Undang 40 tahun 1999 tersebut seperti dianggap tidak pernah ada dalam penyelesaian permasalahan pers.

Lalu buat apa disusun kalau tidak dipergunakan?


Oleh karenanya perlu ada pembahasan oleh insan pers sendiri mengenai UU Pers tersebut. Bila perlu hal itu diawali wartawan dan perusahaan pers yang ada di Palembang.

Menurut Anda di mana kelemahan UU 40/1999?


Dalam pasal-pasal UU 40/1999 tidak memuat dengan tegas perlindungan terhadap wartawan. Sekalipun di dalam ketentuan Pasal 8 menyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum, tapi dalam penjelasannya bahwa yang dimaksud perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak secara otomatis wartawan mendapat perlindungan seperti halnya ketentuan di Pasal UU No 18/2003 tentang Advokat. Apa yang diatur dalam UU Pers itu bersifat sangat normatif, karena memang sudah seharusnya dilakukan pemerintah pada setiap warga negara termasuk wartawan. Yang saat ini belum termuat dan seharusnya diatur dalam UU Pers adalah imunitas wartawan saat ia menjalankan profesinya. Dengan kata lain, wartawan tidak bisa dituntut secara perdata maupun pidana saat menjalankan profesinya.

Jalan keluarnya seperti apa?


Pasti ada dan saya yakin kalau UU Pers telah benar-benar melindungi profesi wartawan dalam melaksanakan tugasnya, maka pers akan semakin maksimal dalam menjalankan perannya sebagai sosial kontrol. Selama ini saya perhatikan, pers telah kehilangan sentuhan investigasinya. Kebanyakan para wartawan sekarang bersifat pasif dan menunggu berita dan hanya menggali keterangan narasumber. Hal ini berbeda dengan wartawan pada masa sebelumnya. Di mana pemberitaan di sebuah media malah menjadi sumber awal aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan.

Apa langkah terbaik untuk melindungi wartawan itu pasca merilis hasil investigasinya?


Keberanian! Contohnya lembaga swadaya masyarakat (LSM) saja bisa melakukan investigasi dan kebanyakan mereka berhasil membongkar berbagai kasus dugaan korupsi. Kenapa LSM bisa lalu wartawan nggak bisa? Padahal dalam UU Pers sudah jelas mengatur ancaman hukuman bagi pihak yang menghalangi dan menghambat hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Namun kita sadari bersama, dalam pencarian berita pasti ada ekses negatif yang sangat mungkin terjadi. Ya wartawan harus pandai menjaga dirinya sendirilah, minimal bisa silat sedikitlah wartawan-wartawan tuh.

Ketika muncul perselisihan antara wartawan dan narasumber dikarenakan pemberitaan yang muncul, apa yang seharusnya dilakukan?


Lakukan koreksi pemberitaan dengan memuat konfirmasi dari narasumber tersebut atau orang yang berkompeten dengan permasalahan. Selanjutnya penuhi amanat UU 40/1999 tentang Pers yang mengatur hak jawab. Kalau koreksi sudah kita laksanakan maka akan aman, yang kini sering terjadi hak koreksi itu tak pernah dilakukan media.

Di Indonesia konflik dengan pers selalu diselesaikan dengan jalur pidana. Pendapat Anda?


Itulah di Indonesia. Penyelesaian hukum ditempuh dengan cara terbalik-balik. Padahal pidana itu merupakan jalur terakhir ketika upaya lain tidak bisa lagi ditempuh. Kalau di negara lain seperti Amerika, ketika mempunyai persoalan dengan pers mereka melakukan gugatan secara perdata. (iwan setiawan)

BIODATA


Nama : Dindin Suudin SH, MH
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Maret 1957
Pendidikan Terakhir : S-2 Universitas Sriwijaya
Anak : Empat orang
Cucu : Satu orang
Pekerjaan : - Dosen Laboratorium FH Unsri
- Dosen Laboratorium Syariah IAIN Raden Fatah Palembang