29 Juli 2008

Terasa Dingin Dipakai dan Tak Mudah Terbakar

KAIN TENUN IKAT ENDEK DARI BALI

Wawan memperlihatkan kain endek saat berkunjung ke Kantor Redaksi SINDO Sumsel.

Selain batik, masih banyak kain khas lain yang menjadi ciri budaya Indonesia. Salah satunya, kain endek dari Bali. Apa saja keistimewaannya?

Kekayaan yang dimiliki bumi Indonesia memang tiada duanya di dunia. Di Nusantara tersebar ratusan pulau dan suku, budaya, serta adat istiadat. Bali sebagai ikon budaya Indonesia juga memiliki kain tenun ikat tradisional yang dikenal dengan sebutan kain endek. Seperti halnya songket dari Palembang, kain endek awalnya hanya digunakan para orangtua dan kalangan bangsawan di Bali. Namun, seiring perkembangan zaman, kini hampir sebagian besar masyarakat Bali sudah bisa mengenakannya, baik untuk upacara besar maupun sembahyang ke pura. Bahkan, pegawai di instansi pemerintahan Bali kini menggunakannya sebagai seragam. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga eksistensi kain tenun ikat khas Bali itu. Upaya lain, agar kain khas Bali bisa lebih dikenal masyarakat. Nah, banyak cara untuk mengenalkan sekaligus memasarkan kain tenun ikat khas Bali tersebut, antara lain dengan membawanya berkeliling Indonesia.

Seperti yang dilakukanWawan, 25, warga Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Dengan hasrat ingin mengenalkan kain endek ke seluruh Indonesia, Wawan rela melakukan perjalanan panjang hingga kakinya tiba di Bumi Sriwijaya. Sebelum berada di Palembang, sejumlah kota di Pulau Sumatera sudah dia singgahi dalam dua bulan terakhir. “Kain khas Bali ini memiliki karakteristik khas, yaitu dingin seperti basah, tapi gak basah. Selain itu, benangnya gak mudah putus,” ujar Wawan di Kantor Redaksi SINDO Sumsel belum lama ini.

Yang paling membedakan, kata dia, kain endek ini jika terkena api, seperti puntung rokok, tidak mudah terbakar. Bahannya unik. Selain menggunakan benang katun, kain endek ada yang terbuat dari pelepah batang pisang. Kain ini memiliki sedikitnya 10 motif. Meski kain endek banyak dijumpai dalam wujud taplak meja, gorden, tas endek, baju, dan bentuk lain, umumnya kain endek dijual dalam bentuk kain lembaran. Harga yang ditawarkan pun bervariasi, tergantung kekhasan motif dan kualitas bahan. Menurut Wawan, kain endek bisa didapat dengan harga mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Untuk kain lembaran ukuran 2,25 meter, biasanya dijual seharga Rp200.000. “Tapi namanya dagang, ya tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli. Kalau kita sih yang penting masyarakat bisa tahu bahwa Bali juga punya kain khas yang bisa dibanggakan, seperti halnya batik dan songket,” tukas dia.

Untuk satu potong kain endek, proses pembuatannya bisa menghabiskan waktu dua minggu hingga dua bulan. Warna dan motif tenunan bisa dipilih sendiri oleh konsumen atau tergantung pesanan. Pemakaian warna tidak boleh sembarangan karena akan memengaruhi hasil warna kain. Jika menggunakan pewarna sembarangan, kain akan mudah luntur dan cepat pudar. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

publikasi : sindo sumsel; selasa 29 juli 2008; halaman 9