18 Oktober 2008

Harga Karet Turun Drastis

PALEMBANG (SINDO) – Penurunan harga ekspor karet Indonesia mulai menyulitkan perusahaan karet dan petani karet di Sumatera Selatan (Sumsel).

Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel Alex Kurniawan Eddy mengatakan, krisis keuangan global terus menggerus harga ekspor karet Indonesia. Hal itu disebabkan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa yang terkena dampak krisis tersebut merupakan negara tujuan utama ekspor karet. Saat ini harga ekspor karet Indonesia jenis SIR 20 pada kisaran USD2,25 per kg dari sebelumnya yang selalu berada di atas USD2,50 per kg. “Penurunan itu sendiri telah berlangsung sejak akhir September lalu. Namun, memasuki pertengahan Oktober ini, kondisinya semakin buruk,” ujarnya kemarin.

Dampak yang paling dirasakan akibat turunnya harga ekspor itu, ungkap Alex, adalah anjloknya harga karet di pasaran Sumsel. Jika sebelumnya harga bahan olah karet (bokar) sempat mencapai Rp21.000 per kg, saat ini terus menunjukkan tren menurun, bahkan sudah menyentuh angka Rp12.000 per kg. Meski belum berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan, hal itu bukan berarti perusahaan bisa bernafas lega. “Hal ini merugikan petani karet karena harga jual ke pabrik turun. Nantinya pasti berdampak pada perusahaan karena pasokan kita akan terganggu,” tuturdia.

Alex menyatakan, anggota Gapkindo justru mengkhawatirkan kondisi ke depan. Jika krisis di negara-negara tujuan ekspor tersebut tidak juga kunjung membaik, bisa saja kuantitas ekspor karet dari Indonesia bisa menurun. “Penjualan triwulan akhir 2008 ini saya kira masih aman pemesanannya. Tapi, untuk awal 2009 nanti, masih wait and see,” paparnya.

Sementara itu, Sukani, petani karet dari Kabupaten Musi Rawas sekaligus mewakili para petani, mengatakan, mereka kesulitan mendapat getah karena sejak akhir pekan lalu di sentra produksi terjadi curah hujan yang tinggi. Selain itu, turunnya harga jual ke pabrik membuat para petani karet kecewa sehingga menghentikan sementara aktivitas menyadap karet. “Harga yang terus menurun membuat petani enggan menyadap karet dari kebunnya. Sepertinya, yang masih menyadap karet itu yang sudah menerima panjar dari pengumpul karet,” katanya.

Dia berharap, harga karet yang melemah tersebut tidak berlangsung lama dan kembali mengalami kenaikan. Sebab, kalau harga naik, kesejahteraan petani semakin baik. “Semoga kondisi ini cepat normal, karena kalau harga terus turun, kami mau makan apa. Sebab, mayoritas petani karet tidak memiliki sumber penghasilan lainnya,” tutur dia. (iwan setiawan)

halaman 18