27 Maret 2009

Marak Pembuangan Sampah Liar

PERBATASAN PALEMBANG

PALEMBANG (SI) – Pembuangan sampah liar marak ditemukan di wilayah perbatasan Kota Palembang.

Dalam upayanya mempertahankan Piala Adipura, Pemerintah Kota Palembang terus menggiatkan kebersihan di tempat-tempat umum, seperti perkantoran, jalanan, dan taman-taman kota. Namun, persiapan yang dilakukan itu sedikit ternoda dengan maraknya tempat pembuangan sampah liar di pinggir jalan. Pembuangan sampah liar itu banyak ditemukan di Jalan Lingkar Selatan dan Jalan Lingkar Jakabaring. Meski tidak masuk wilayah Kota Palembang, sedikit banyak kondisi itu berpengaruh terhadap citra Kota Palembang. Sebab, tidak banyak masyarakat yang mengetahui kalau wilayah di sepanjang jalan itu bukan lagi wilayah Kota Palembang. Pasalnya, warga yang tinggal di Jalan Lingkar Selatan Palembang adalah warga Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, sedangkan di Jalan Lingkar Jakabaring adalah warga Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin.

“Tumpukan sampah seperti itu sudah ada sejak lama. Biasanya kalau sudah menumpuk banyak, ada warga yang membakarnya,” ujar Mamat, 38, warga Desa Pegayut, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten OI.

Menurut Mamat, selama ini memang banyak warga yang tinggal di Jalan Lingkar Selatan Palembang membuang sampah di rawa-rawa sekitar tempat tinggal mereka. Sebab, hingga kini fasilitas tempat pembuangan sampah tidak pernah disediakan pemerintah daerah. Selain itu, lokasi geografis desa Ibul Besar dan Pegayut yang berbatasan dengan Kota Palembang diduganya menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya pelayanan umum di wilayah ini. “Lokasi desa ini memang masuk ke Kecamatan Pemulutan, Kabupaten OI. Tetapi, posisinya lebih dekat dengan Palembang. Jadi, mungkin pemerintah saling mengandalkan satu sama lain untuk memasang fasilitas umum, termasuk soal sampah ini,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang Zulfikri Simin mengatakan, meski wilayah menumpuknya sampah itu berada di jalan menuju Kota Palembang, wewenang mengurus persoalan itu bukan pada pihaknya. Sebab, lokasi tersebut sudah di luar teritorial wewenang DKK Palembang. Namun, untuk mengatasi permasalahan ini, pihaknya segera berkoordinasi dengan Pemkab OI. Bagaimanapun hal ini memengaruhi kebersihan Kota Palembang. (iwan setiawan)

1.000 Tenaga Kerja Asal Palembang Dirumahkan

PALEMBANG (SI) – Lebih dari 1.000 tenaga kerja asal Palembang yang bekerja di beberapa perusahaan di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, dirumahkan sementara oleh perusahaannya. Hal itu menyusul menurunnya produktivitas perusahaan akibat terkena dampak krisis keuangan global.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Palembang Aidin mengatakan, mereka yang dirumahkan tersebut sebagian besar bekerja di perusahaan elektronik. Para tenaga kerja itu dirumahkan bertahap sejak awal 2009 hingga Maret ini. “Karena kebanyakan pekerja di sana diberi tempat tinggal oleh perusahaan, maka saat ini aktivitas mereka hanya disekitar mes. Kondisi mereka baik-baik saja. Kami juga terus memantau perkembangan situasi ini,” ujarnya kepada SI kemarin.

Menurut Aidin, meski status tenaga kerja itu dirumahkan, perusahaan tempat mereka bekerja masih memberikan hak-hak normatif, seperti gaji dan tunjangan tetap. Bahkan, meski mengurangi jam produksi dan tenaga kerja, perusahaan masih menginginkan mereka tetap berada di mes perusahaan. “Berdasarkan informasi yang kami terima, perusahaan masih berkeinginan mempekerjakan para tenaga kerja asal Palembang tersebut. Jadi, status merumahkan tenaga kerja ini hanya untuk sementara,” tutur mantan Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kota Palembang itu.

Kabid Hubungan Industrial dan Syarat Kerja (Hubin Syaker) Disnaker Kota Palembang Supuad mengatakan, berdasarkan catatan pihaknya, saat ini terdapat sekitar 3.000 tenaga kerja asal Palembang yang bekerja di sejumlah perusahaan di Pulau Batam. Jumlah tersebut adalah mereka yang melalui prosedur resmi perusahaan penyaluran tenaga kerja. Supuad menerangkan, dari 1.000 orang lebih tenaga kerja yang dirumahkan perusahaannya itu, sebagian besar masih memiliki kontrak kerja selama satu tahun. Karena itu, meski pihak perusahaan sementara waktu ini tidak membutuhkan jasa mereka, perusahaan enggan memulangkan atau memutus kontrak para tenaga kerja tersebut. “Kalau perusahaan memutus kontrak, konsekuensinya sangat besar. Mereka harus membayar uang sisa kontrak, pesangon, dan biaya lainnya. Apalagi para pengusaha juga berkeyakinan kondisi perekonomian yang terkena dampak krisis global segera membaik. Jadi, proses produksi juga akan kembali normal yang tentunya akan membutuhkan para tenaga kerja yang dirumahkan ini,” tandasnya. (iwan setiawan)