01 Maret 2009

Dodi Diusulkan Duta Anti Narkoba BNN

Sekretaris Daerah Pemprov Sumsel memasang jaket kepada Dodi Reza selaku duta anti narkoba BNP Sumsel di Griya Agung Palembang tadi malam.

PALEMBANG
(SINDO) – Ketua Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD Hipmi) Sumsel, Dodi Reza Alex terpilih sebagai Duta Anti Narkoba Badan Narkotika Provinsi Sumsel. Badan Narkotika Provinsi (BNP) Sumsel bahkan merekomendasikan putra sulung Gubernur Alex Noerdin itu untuk mewakili Sumsel dalam nominasi Duta Anti Narkoba (DAN) Badan Narkotika Nasional.

Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BNP Sumsel Wancik Wahab mengatakan, dipilihnya Dodi Reza Alex sebagai DAN Sumsel, karena sosok Dodi yang bersih dan bebas dari narkoba. Selain itu Dodi juga sukses dalam menjalani profesinya sebagai pengusaha. Sehingga menurut Wancik, sosok Dodi memenuhi kriteria untuk menjadi DAN BNP Sumsel. “Sosok orang muda seperti ini sangat cocok untuk menjadi duta anti narkoba. Cerdas, sukses, memiliki komitmen, dan yang paling penting bersih dari perilaku penyalahgunaan narkotika,” ujarnya seusai pengukuhan DAN BNP Sumsel di Griya Agung, semalam.

Bahkan Wancik menuturkan, Dodi akan direkomendasikan sebagai wakil Sumsel dalam penganugerahan peniti emas oleh BNN. Menurut Wancik, setiap tahunnya BNN menggelar kegiatan penilaian tokoh daerah yang perhatiannya besar terhadap pemberantasan peredaran narkoba. “Dua hari lalu BNP (Sumsel) dapat surat dari BNN agar merekomendasikan tokoh Sumsel yang concern terhadap upaya pemberantasan peredaran narkoba. Karena Dodi sudah dikukuhkan sebagai duta anti narkoba, maka tidak salah bila ia yang kita rekomendasikan,” tuturnya.

Wancik mengungkapkan, peredaran narkoba belakangan ini sudah sangat memprihatinkan. Sehingga dibutuhkan peran aktif seluruh elemen masyarakat untuk memberantasnya. Provinsi Sumsel sendiri ungkap Wancik, masuk dalam peringkat 10 besar daerah yang paling tinggi kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Diterangkannya, pada 2007 terdapat 311 kasus narkotika dan 425 kasus psikotropika yang terungkap. “Sumsel ini duduk di peringkat delapan dalam penyalahgunaan narkoba. Namun angka itu kan yang terungkap, bagaimana dengan yang diam-diam dan tidak terbongkar? Sebab, narkoba ini kan seperti gunung es, kita hanya melihat yang tertangkap saja, tapi lupa dengan para pemakai (narkoba) yang sembunyi-sembunyi,” terangnya.

Menurut Wancik, terdapat tiga pilar utama dalam pemberantasan narkoba, yaitu pencegahan, penegakan hukum, serta pengobatan dan rehabilitasi. Sementara yang menyebabkan semakin maraknya kasus terkait narkoba ini adalah kerja yang terorganisir dan mendatangkan uang dengan jumlah banyak dalam waktu yang singkat.

Sekda Provinsi Sumsel Musyrif Suwardi mengatakan, program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) bukan hanya tugas pemerintah semata. Melainkan juga kewajiban semua elemen masyarakat. Selain itu, pemerintah memberikan apresiasi positif terhadap upaya pemberantasan narkoba yang dilakukan masyarakat melalui gerakan-gerakan anti narkoba. Namun, hal itu perlu dikoordinasikan agar tujuan bersama ini bisa sukses. “Dalam pemberantasan narkoba yang semakin merajalela, jangan banyak bicara, tapi aksi yang lebih dibutuhkan. Akan tetapi, baiknya ada yang mengatur sehingga tidak terlihat serampangan,” katanya.

Sementara itu, Duta Anti Narkoba BNP Sumsel, Dodi Reza Alex mengatakan, P4GN merupakan tanggung jawab semua pihak. (iwan setiawan)

foto : mushaful imam

Sejumlah Caleg Ajukan Protes

KTP GRATIS BATAL

PALEMBANG (SINDO) – Keputusan Pemkot dan DPRD Kota Palembang yang membatalkan rencana membebaskan biaya pembuatan KTP dan KK menuai reaksi keras. Salah satu protes datang dari para caleg sekaligus aktivis PBR.

Dalam pernyataan sikap yang ditandatangani enam caleg Kota Palembang dari PBR, masing-masing Eka Subakti, M Sanusi, Syafriawansyah, Ida Kumala Dewi, Sibawaihi, dan Haris Saputra, sepakat memprotes keputusan dalam Rapat Paripurna DPRD Palembang, Jumat (27/2). “Keputusan yang diambil dalam paripurna tersebut sangat bertentangan dengan aspirasi rakyat yang menginginkan adanya perubahan kebijakan pemerintah yang selama ini anti rakyat,” ujar Eka ketika menyampaikan pernyataan sikap kepada SINDO kemarin.

Menurut Eka, KTP dan KK gratis merupakan hak warga negara terkait status administrasi kewarganegaraannya. Sebab, selama ini berdasarkan fakta di lapangan, retribusi administrasi kependudukan dan catatan sipil bisa melambung dari harga yang ditetapkan pada kondisi pembuatan KTP dan KK tersebut mendesak dibutuhkan rakyat. Apalagi, selama ini masyarakat dikondisikan menjadi takut dan buta administrasi. “Celah inilah yang sering dimanfaatkan aparat pemerintah untuk mencari keuntungan sampingan dari proses pengurusan KTP dan KK,” ujarnya.

Pernyataan Eka didukung caleg lainnya, Ida Kumala Dewi. Menurut Ida, di Kota Palembang ini masih banyak warga yang tidak memiliki KTP dan KK. Bahkan, diperkirakan dari keseluruhan warga Palembang, jumlah yang memiliki KTP dan KK tidak lebih dari 20% dari total penduduk Palembang. “Karena itu, kami akan terus memprotes keputusan ini dan memperjuangkan KTP dan KK gratis hingga benar-benar terealisasi,” katanya.

Dia melanjutkan, keputusan menggratiskan pengurusan KTP dan KK bagi warga yang tidak mampu dan lanjut usia merupakan keputusan tidak adil. Sebab, hal itu justru pembodohan publik dengan modus pengotak-kotakan hak warga. Bahkan, hingga kini kriteria warga miskin yang akan digratiskan biaya pengurusan KTP dan KK masih simpang siur. “Mengapa kalau ada pembahasan peraturan yang tujuannya meringankan beban rakyat sepertinya pembahasan dan persetujuannya panjang dan berbelit-belit. Hal ini salah satu bukti bahwa anggota Dewan tidak peka dan peduli terhadap kebutuhan rakyatnya,” tandasnya.

Selanjutnya, Eka mewakili rekan-rekannya juga menyatakan sikap menolak hasil revisi Perda Kota Palembang No 21/2007 tentang Retribusi Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil. Bahkan, dia menuntut fraksi yang menolak rencana KTP dan KK gratis, yaitu Fraksi Golkar, Demokrat, PDIP, PAN, PKK, harus bertanggung jawab kepada rakyat Palembang. “Kami akan sebarkan informasi kegagalan Dewan menggolkan KTP dan KK gratis ini kepada masyarakat. Jadi, masyarakat tahu siapa yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat atau tidak,” tandasnya. (iwan setiawan)

Semarak Festival Kuda Lumping

Salah satu peserta dari Kelompok Kuda Krido Pendowo menunjukkan kebolehannya di hadapan juri dan penonton pada Festival Kuda Lumping se-Sumsel di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB), Palembang, kemarin.

PALEMBANG (SINDO) – Meski berlangsung di Palembang, festival kesenian kuda lumping yang berasal dari Jawa berlangsung meriah. Ratusan pengunjung tampak memadati tenda yang disiapkan panitia pada pembukaan Festival Kuda Lumping se-Sumatera Selatan (Sumsel) yang digelar di Plaza Benteng Kuto Besok (BKB) kemarin.

Festival yang baru pertama kali dilaksanakan di Sumsel ini dibuka dengan pertunjukkan Reog Ponorogo. Puluhan pengguna jalan yang melintas di BKB pun tidak jarang menepikan kendaraannya demi melihat pertunjukkan yang jarang dipentaskan tersebut. Namun sayangnya, pada gelaran festival kuda lumping kemarin, penonton yang hadir cukup kecewa ketika menyaksikan para penari yang berada di atas kuda bambu itu menyuguhkan aksinya. Pasalnya, aksi yang ditunggu-tunggu, yaitu ketika para penari kuda lumping tidak sadarkan diri karena kerasukan roh dan melakukan hal-hal yang tidak lazim, seperti memakan rumput atau beling, tidak juga muncul hingga akhir tarian dengan waktu maksimal 15 menit tiap peserta. “Karena ini kegiatannya festival, yang dinilai hanya sebatas kekompakan, inovasi gerakan, dan tariannya. Panitia juga sepakat, bagi peserta yang kesurupan, otomatis kena diskualifikasi. Sebab, tariannya tidak akan teratur lagi,” kata Ketua Paguyuban Kuda Lumping Sumsel Selamet Sumosentono.

Festival kali ini diikuti 45 grup dari kabupaten/kota di Sumsel, di antaranya Palembang, Prabumulih, Banyuasin, Muba, OI, OKI, OKU, OKU Timur, Lubuklinggau, Mura. Kegiatan ini sebagai salah satu upaya pelestarian kebudayaan yang telah ada sejak zaman Kerajaan Singosari. Terlebih, di era globalisasi seperti saat ini, berbagai produk kebudayaan dan kesenian tradisional semakin tersingkirkan dan terlupakan. “Dengan festival ini, kami ingin memopulerkan kembali kebudayaan tradisional milik negeri sendiri. Dengan begitu, semangat individu yang menggeluti bidang ini bangkit lagi dan tetap menjaga eksistensi kebudayaan peninggalan para leluhur,” tuturnya.

Sementara itu, Wali Kota (Wako) Palembang H Eddy Santana Putra yang diwakili Asisten II Setda Kota Palembang Apriadi S Busri mengatakan, selama ini kegiatan kuda lumping keberadaannya identik dengan Pulau Jawa. Namun, dengan adanya festival yang digelar ini, masyarakat Palembang bisa menyaksikan langsung dan lebih dekat dengan produk kesenian dan budaya nasional yang berbeda. “Dengan adanya festival ini, semakin memperkaya kesenian dan kebudayaan di Palembang. Jadi, diharapkan para pekerja seni dan budaya terus berkreasi dan berkembang sehingga budaya Indonesia tetap terjaga eksistensinya,” ujar Apriadi kemarin.

Apriadi menyatakan, kegiatan festival kebudayaan seperti ini besar artinya dalam mendukung pengembangan pariwisata daerah. Karena itu, dia berharap panitia pelaksana festival bisa berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menjaga eksistensi kegiatan ini di masa mendatang. “Diharapkan pada tahun-tahun mendatang penyelenggaraan festival semacam ini bisa dimasukkan dalam kalender pariwisata Palembang,” ungkapnya. (iwan setiawan)

foto : mushaful imam