23 Februari 2009

Palembang Bank Sumsel Kembali Telan Kekalahan

Pemain Surabaya Samator melepaskan smash ke arah pemain Palembang Bank Sumsel dalam lanjutan Sampoerna Hijau Voli Proliga di Lapangan Voli Indoor Jakabaring kemarin. Tuan rumah dipaksa mengakui keunggulan tim tamu dengan skor 1-3. Dengan kemenangan ini, Surabaya Samator memantapkan diri sebagai tim yang tak terkalahkan.

PALEMBANG
(SINDO) – Raihan sempurna yang diperoleh tim Palembang Bank Sumsel kala menundukkan Jakarta P2B, Sabtu (21/2) lalu, seakan lenyap tak berbekas. Bertanding melawan tim favorit juara, Surabaya Samator, tim Palembang Bank Sumsel harus mengakui keperkasaan juara Proliga 2007 itu dengan skor akhir 1-3 (21-25, 15-25, 25-20, 14-25).

Tim asuhan Gugi Gustaman tak mampu meladeni permainan pemain-pemain Samator. Kekalahan tak dapat dihindari meski bermain di hadapan pendukung sendiri yang memadati Gedung Olahraga Dempo, Jakabaring, Palembang. Surabaya Samator yang didominasi pemain Pelatnas, langsung memimpin sejak set pertama. Meski sempat memberi perlawanan, namun smash keras dan terarah pemain Surabaya Samator yang dimotori Ngo Vanh Kieu asal Vietnam, Joni Sugiyatno, Aris Ahmad Risqon, Ayip Rizal, Didi Irwadi, dan Adam, akhirnya Palembang Bank Sumsel menyerah dengan skor 21-25.

Perubahan komposisi pemain dicoba oleh Gugi untuk mengimbangi permainan cepat yang diperagakan anak-anak Surabaya. Namun, hal itu tak banyak membantu. Pasalnya, selain gagal membendung smash dan penempatan bola yang akurat dari pemain lawan, pemain Palembang Bank Sumsel yang dimotori Devine, Win Tu Do, Samaji, Rastoni, Koko Prasetyo, dan Fredy, sering melakukan unforced error. Kondisi ini tentu sangat menguntungkan tim lawan yang tidak perlu bersusah payah mencari tambahan poin. Set kedua ini pun ditutup dengan margin yang cukup jauh 15-25.

Di awal set ketiga, Gugi menarik keluar Devine dan mencoba komposisi pemain lokal. Tempo permainan pun sedikit ditahan. Hasilnya, secara perlahan Palembang berhasil mengimbangi Surabaya. Poin demi poin dikumpulkan oleh anak-anak Palembang dan memenangkan set ketiga dengan skor 25-20.

Sejak awal set keempat, Surabaya langsung tancap gas. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit, set ini diakhiri dengan skor 14-25. Dengan kemenangan 3-1 atas Palembang Bank Sumsel ini semakin mengukuhkan Surabaya Samator sebagai tim yang belum terkalahkan pada gelaran Sampoerna Hijau Proliga 2009 hingga seri kelima di Palembang.

Ditemui seusai pertandingan, Pelatih Palembang Bank Sumsel, Gugi Gustaman mengatakan, persiapan yang telah disusun untuk menghadapi Surabaya Samator berantakan karena persoalan nonteknis. Sebelum pertandingan, manajer tim dipanggil dewan hakim pertandingan. Mereka menyatakan pemain dengan nomor punggung 6, Brian Alfianto, tidak bisa mengikuti pertandingan. Pasalnya kostum yang dikenakan Brian serupa tapi tidak sama dengan rekannya yang lain. “Pada bagian belakang kaos Brian tertulis Depati. Padahal, hari ini kaos yang digunakan tim bertuliskanPesirah. Itulah makanya dia (Brian) tidak bisa main, ya otomatis amburadul strategi yang saya susun,” tuturnya.

Meski menyesalkan kondisi ini, namun Gugi tidak bisa berbuat banyak. Mengubah strategi di tengah permainan pun percuma karena pemain pelapis Brian memang tidak disiapkannya secara khusus.

Sementara itu, Kapten Tim Surabaya Samator, Didi Irwadi merasa bersyukur dan cukup puas setelah mengalahkan Palembang Bank Sumsel, apalagi di depan publiknya sendiri. Menurut pemain nomor punggung 8 ini, pemain Surabaya Samator sangat bersemangat jika harus menghadapi tuan rumah. “Seharusnya kami bisa mengalahkan mereka dalam tiga set langsung. Tapi, karena menganggap remeh lawan, akibatnya Bank Sumsel bisa mencuri satu set,” ucapnya.

Didi mengakui, kunci kemenangan timnya karena strategi yang disusun pelatih mereka. Namun, Didi dan juga pemain lainnya tidak bisa menolak jika peran Kieu sangat penting bagi tim. “Di tiap tim pasti ada bintang. Meski demikian, semua pemain sepakat bahwa di Samator, pemain akan selalu bermain untuk kemenangan tim dan bukan untuk dirinya sendiri,” tandasnya. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Pembunuh Bripda Eko Menyerahkan Diri


Edi Wahyudi, 32, tersangka penembakan Bripda Eko Yulianto, kemarin menyerahkan diri ke Mapolda Sumsel.

PALEMBANG
(SINDO) – Satu dari tiga buron perampokan di Kampung Jahe, Desa Muara Burnai II, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten OKI, Kamis (19/2) lalu, menyerahkan diri ke Unit Jatanras Polda Sumsel kemarin pagi. Tersangka Edi Wahyudi, 32, diantar seorang keluarganya yang bertugas di Detasemen Polisi Militer (Den POM) Palembang.

Sekitar pukul 09.30 WIB, dengan kawalan beberapa polisi, tersangka Edi masuk ke ruangan Kasat I Pidum Ditreskrim Polda Sumsel AKBP Imam Sachroni. Setelah buron selama tiga hari, Edi memutuskan untuk menyerahkan diri. Sebab, selama pelariannya pascaperampokan yang gagal di Kampung Jahe itu, dia selalu dihantui rasa was-was.

Edi yang hanya bisa menunduk lesu mengaku, pascaperampokan yang berujung baku tembak dengan polisi, dia dan dua rekannya, Pon dan As berlari masuk ke dalam hutan. Dia tidak tahu nasib kedua rekannya karena berpisah di tengah jalan. “Idak tau lagi pak. Kami langsung pencar pas belari dari TKP,” jawabnya lirih.

Dengan terbata-bata, Edi menceritakan, dirinya baru pertama kali menggunakan senpi untuk merampok. Senpi tersebut dibelinya dari Omen, rekannya sesama perampok seharga Rp 4 juta. Dengan uang sejumlah itu, bapak satu anak ini mengaku mendapatkan delapan butir peluru jenis FN yang tersimpan dalam sebuah magazen. Bahkan, Edi berkeras jika peluru yang menewaskan Bripda Eko Yulianto berasal dari senpi yang dipegangnya. ”Memang aku nembak waktu itu, tapi seingat aku dua letusan bae pak. Aku dak tau kalau ado yang keno. Aku jugo nembak karena takut, bukan karena sengaja (membidik polisi) nian,” tandasnya.

Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol A Gofur didampingi Kasat I Pidum Ditreskrim AKBP Imam Sachroni mengatakan, pascakejadian Kamis (19/2), pihaknya mengimbau para tersangka yang masih buron untuk segera menyerahkan diri. Sebab, kata dia, polisi tidak segan memberikan tindakan tegas terhadap para tersangka yang telah mengakibatkan tewasnya Bripda Eko Yulianto, 21, dari Satuan Reskrim Kepolisian Resor (Polres) OKI. Ternyata, imbauan tersebut cukup ampuh. ”Pagi tadi tersangka Edi telah diserahkan pihak keluarga angkatnya yang kebetulan memiliki adik seorang anggota Den POM. Selanjutnya, tersangka diperiksa di Mapolda sebelum diserahkan ke Polres OKI untuk disidik,” ujar Gofur di Mapolda Sumsel kemarin.

Mengenai senpi yang diduga digunakan tersangka saat baku tembak, hingga kini belum ditemukan. Menurut Edi, senpi itu terjatuh ketika dia berusaha lari dari kepungan polisi. Berdasarkan keterangan itulah, Polda langsung berkoordinasi dengan tim Polres OKI untuk kembali menyisir lokasi di sekitar TKP baku tembak guna menemukan senpi tersebut. Penemuan senpi itu sangat penting artinya untuk bisa mengetahui peluru dari senjata mana yang menewaskan Bripda Eko Yulianto. ”Menurut pengakuannya, memang Edi mengarahkan tembakannya ke polisi. Jadi mungkin yang mengenai (Bripda Eko Yulianto), ya senjata yang bersangkutan (Edi). Makanya, kita usahakan menemukan senjatanya dulu untuk memastikan proyektil yang mengenai anggota itu,” bebernya.

Dengan adanya Edi yang menyerahkan diri ke polisi, saat ini tinggal dua tersangka lagi yang masih berstatus buron. Mereka adalah Ponimin yang saat perampokan bertugas mengawasi situasi, dan Aswin (yang sebelumnya diberitakan tewas dalam baku tembak) yang menjadi pelaku bersama Edi dan Nur. ”Salah seorang pelaku yaitu Nur, tewas di TKP. Sementara, Abas yang berperan menggambar sasaran perampokan sudah tertangkap, ditambah lagi dengan penyerahan diri Edi. Jadi, sekarang tinggal dua yang buron, yaitu Aswin dan Ponimin,” terang Gofur. (iwan setiawan)

foto : isra triansyah

Cari Makan dan Uang Tambahan

BEKARANG DI DUSUN II, DESA IBUL BESAR (2–HABIS)

Warga bersemangat berburu ikan, udang, dan belut di rawa yang berada di pinggir Jalan Lingkar Selatan Palembang.

Anak-anak warga Dusun II Desa Ibul Besar, menunjukkan hasil buruannya berupa udang dan ikan.

Matahari telah condong ke arah barat dan sebentar lagi kegelapan akan menyelimuti bumi. Namun anak-anak yang melakukan bekarang tak terlihat lelah. Padahal, sudah lebih lima jam mereka berendam di rawa dan bermandikan lumpur. Puluhan warga Dusun II, Desa Ibul Besar, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir tersebut dengan teliti menelusuri tiap sisi rawa. Jengkal demi jengkal rawa mereka jelajahi, lubang demi lubang yang ada di dalam rawa dibongkar untuk menemukan buruan mereka. Bahkan, terkadang aksi warga ketika mengejar buruannya yang lepas mengundang gelak tawa warga yang lain. Pasalnya, ada saja yang terjatuh atau terperosok ke dalam rawa dan muncul dengan berlumuran lumpur mulai di wajah hingga sekujur tubuhnya.

Entah berapa kilogram udang dan ikan yang berhasil dikumpulkan warga. Namun jika satu orang rata-rata bisa menangkap 10-20 ekor udang, dengan berat minimal satu ekor 150 gram, maka diperkirakan udang yang terkumpul bisa mencapai 75 kilogram. Angka yang kecil memang jika dibandingkan dengan jumlah panen yang diproduksi pengusaha tambak udang. Namun jika melihat lokasi penangkapan maupun cara yang digunakan, maka Anda akan menggeleng gelengkan kepala sambil berdesis kagum.

Manto, seorang warga di sekitar rawa yang sehari-harinya mencari nafkah sebagai penarik ojek, juga menyempatkan diri untuk ikut dalam kegiatan bekarang ini. Menurut bapak dua anak ini, kegiatan seperti ini sudah sering ia lakukan. Bahkan ia rela meninggalkan sementara pekerjaannya untuk ikut bekarang. Pasalnya, dengan bekarang ini, selain bisa mendapatkan lauk tambahan untuk makan keluarganya, ia pun bisa memperoleh uang tambahan dengan menjual sebagian hasil tangkapannya. “Air surut disini kan paling sehari dua hari, ya dak papo ninggalke gawean karena di sini juga bisa ngasilke duit kalau dapatnya banyak,” tuturnya.

Menurut Manto, kalau di daerah pedesaan, kegiatan bekarang diikuti dengan prosesi makan bersama di sekitar sungai kecil, rawa, atau lebung, yang dijadikan lokasi bekarang. Hal itu sangat terasa dalam mewujudkan persatuan dan kebersamaan antar warga di desa. Namun karena lokasi bekarang mereka ini lebih dekat ke kota, dimana masyarakatnya lebih cenderung melakukan segala sesuatunya dengan praktis, maka tradisi tersebut tidak sepenuhnya diadopsi. “Paling yang beda dengan di dusun yo dak katek makan bersama hasil tangkapan itu. Kalau disini, habis nangkap yo digawak balek, dan dimasak di rumah masing-masing,” terangnya.

Kalaupun hasil tangkapan ada yang berlebih, maka akan dijual kepada warga lain yang hendak membeli. Tentu saja harganya tidak sama dengan harga pasaran. Jika saat ini udang galah ukuran sedang bisa mencapai Rp 60.000 per kilogram dengan isi per kg 10 hingga 12 ekor udang. Maka jika ada yang berminat membeli hasil tangkapan para peserta bekarang ini, hanya perlu menyediakan uang antara Rp 3.000-Rp 5.000 untuk membeli satu ekor udang. Pasalnya di lokasi tidak tersedia timbangan seperti di pasar. “Sebenarnya idak berniat menjual hasil tangkapan ini. Tapi pas naik ke darat ada saja orang yang melintas dan nak beli udang tangkapan ini, yo jadilah tawar menawar. Kalau untuk di rumah 10 ekor udang bae sudah cukup, sisanya mendingan dijadiin duit, kan bisa buat beli beras dan jajan anak-anak,” ucap Manto yang mengaku hari itu mendapatkan 32 ekor udang dan 5 ikan betok. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan