02 Februari 2009

Pelajar Korban Tawuran Dimakamkan

ANUARI

PALEMBANG
(SINDO) – Anuari, 16, korban tewas pada tawuran antarpelajar Sabtu(31/1) di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kelurahan 26 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I, Minggu (1/2) pukul 19.00 WIB dimakamkan di TPU Nusa Indah Keramasan.

Rumah sederhana di Simpang Musi II RT 33 No 10 Kelurahan Karya Jaya, Kecamatan Kertapati, telah dipenuhi puluhan tetangga dan kerabat korban yang telah berkumpul sejak pagi hari. Meski demikian, jenazah Anuari belum juga dimakamkan pihak keluarga. Anuari yang menjadi korban tawuran antarpelajar diketahui tewas antara pukul 15.15 hingga 15.30 WIB Sabtu (31/1) sore. Rencana semula, jenazah akan dimakamkan sekitar pukul 16.00 WIB, namun karena ada permintaan dari sang kakak yang berada di Batam untuk bisa melihat adik kesayangannya itu terakhir kali, maka pemakaman pun ditunda. “Anton (kakak korban) minta tunggu sebelum Anuari dikuburkan. Kakaknya ini sangat dekat dengan korban,” ucap Bidin Hakim, ayah korban.

Dengan terbata-bata sambil menahan isak tangis, Bidin menceritakan bahwa Anuari selama ini merupakan anak yang baik. Dalam kesehariannya, almarhum sering membantu saudara maupun orangtua. Anak keempat dari enam bersaudara itu juga dikenal tidak banyak ulah yang menyusahkan keluarga. Bidin menerangkan, tidak ada firasat apapun sebelum kepergian anaknya itu. Namun ada beberapa hal di luar kebiasaan anaknya itu yang memang dirasakannya seminggu terakhir. Di antaranya, Anuari pernah kedapatan marah dan ngambek kepada ibunya hanya karena persoalan kecil. “Dia pernah ngambek kepada ibunya hanya gara-gara tidak selera dengan lauk yang dihidangkan. Padahal selama ini dia itu anaknya penurut dan tidak pernah protes dengan keadaan keluarga yang pas-pasan,” terangnya.

Sementara itu Yuli, ibu korban juga tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. Seperti halnya sang suami, Yuli juga menganggap peristiwa yang menimpa anaknya ini sebagai ujian dari Allah SWT. Oleh karenanya, meski mengaku sangat berat namun mereka harus merelakan kepergian anaknya itu untuk selama-lamanya. “Keluarga telah menyerahkan semua urusan kepada pihak kepolisian. Semoga cepat terungkap dan ketangkap pelaku penusukan anakku ini,” harap Yuli.

Dihubungi terpisah, Kepala SMK Telenika Palembang, Ismail membantah keras, jika siswanya terlibat dalam aksi tawuran tersebut. Sebaliknya, siswa dari sekolah yang dipimpinnya itu justru menjadi korban. Menurutnya, selama ini SMK Telenika menerapkan tingkat disiplin dan pengawasan yang ketat. ”Secara mendadak kami sering melakukan razia barang bawaan siswa di sekolah,” ucapnya. (iwan s/febria a)

foto : repro/iwan setiawan

PKL Kembali Tempati Trotoar

Sehari pascapenertiban yang dilakukan petugas dari Kecamatan SU I, para PKL yang berjualan di atas trotoar dan jalur hijau di sepanjang Jalan Jenderal Ahmad Yani kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa, dengan memasang kembali lapak jualannya di trotoar.

PALEMBANG
(SINDO) – Pascapenertiban Jumat (30/1) lalu, pedagang kaki lima (PKL) yang memanfaatkan trotoar dan jalur hijau, kembali menempati lokasi tersebut untuk berdagang.

Pantauan SINDO di lapangan, belasan PKL yang rata-rata berjualan buah-buahan, kembali menempati trotoar dan jalur hijau di sepanjang Jalan Ahmad Yani sejak Sabtu (31/1). Menurut Sobri, salah seorang pedagang buah, sebenarnya penertiban yang dilakukan pihak kecamatan Jumat kemarin, bukanlah yang pertama kali mereka alami. Namun, karena desakan ekonomi, mereka pun terpaksa harus kucing-kucingan dengan petugas kecamatan. “Sudah sering sih ditertibkan. Tapi mau bagaimana lagi pak, namanya juga cari makan buat keluarga,” kata pria paruh baya itu kepada SINDO kemarin.

Sebelumnya, ungkap Sobri, ia pernah berjualan di Pasar Induk Jakabaring. Namun, karena sepi pembeli, usahanya pun tak kunjung menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, ia memilih untuk berjualan di pinggir jalan. “Kalau di pinggir jalan ini kan lebih praktis orang berbelanja dibanding harus ke pasar. Hitung-hitung mendekatkan diri dengan pelanggan,” ujarnya memberi alasan.

Sobri dan PKL lainnya tidak mempersoalkan jika tempat usahanya ditertibkan. Sebab, mereka sadar bahwa lokasi yang mereka gunakan merupakan fasilitas umum yang memang tidak boleh digunakan untuk berjualan. Akan tetapi, karena selama ini mereka “dibiarkan” oleh pihak kecamatan dengan syarat mampu menjaga kebersihan di sekitar tempat mereka berdagang, alhasil mereka pun nekad berdagang. “Selamo ini baik-baik bae pak. Kami jugo jago kebersihan disini. Kalau ditertibke yo kami nurut, kalau idak yo namonyo cari makan, kami akan bejualan lagi,” tuturnya santai.

Seorang pedagang yang tidak mau disebutkan namanya juga mengaku kalau penertiban yang dilakukan pihak kecamatan selama ini hanya bersifat seremonial. Terlebih, beberapa kali penertiban yang dilakukan bertepatan dengan adanya kegiatan pemerintahan atau kunjungan pejabat ke wilayah Seberang Ulu. Bahkan, masih menurut pedagang tersebut, pagi hari atau malam sebelum saat berlangsungnya kegiatan pemerintahan, ada petugas kecamatan yang meminta para pedagang agar tidak berjualan selama kegiatan berlangsung. “Kalau memang tidak boleh yang konsisten dong. Jangan kalau ada pejabat mau lewat sini baru ditertibkan. Lihat saja, selama ini kalau habis penertiban tidak pernah dijaga, sehingga kami pedagang dengan leluasa balik lagi jualan,” ungkapnya.

Pedagang itu juga menyebutkan, seharusnya pemerintah tanggap atas kondisi yang dihadapi pedagang. Ia menganjurkan Pemkot Palembang harusnya bisa mencontoh beberapa daerah yang sukses menata para PKL yang berjualan di pinggir jalan. “Banyak sekali daerah yang menyediakan tempat berdagang di pinggir jalan. Kalau bisa disediakan tempat khusus bagi para PKL pinggir jalan, mungkin itu jalan keluar terbaik,” usulnya.

Sementara itu, Camat SU I Kurniawan membantah anggapan bahwa aksi penertiban yang dilakukan pihaknya hanya “main-main” belaka. Sebab, penertiban yang dilakukan tersebut merupakan agenda rutin untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan tertib. “Gak ada itu penertiban setengah hati. Apalagi dikatakan penertiban itu dilakukan hanya untuk mendapat pujian dari wali kota atau pejabat lainnya,” tegasnya.

Kurniawan mengakui, selama ini pihaknya selalu kucing-kucingan dengan PKL. Hal itu disebabkan minimnya petugas yang dimiliki kecamatan. Memang penertiban yang selama ini dilakukan tidak diiringi sanksi tegas oleh pihaknya. Sebab, menurut dia, pihaknya masih menggunakan pola persuasif dalam mengatasi PKL. "Kalau muncul anggapan seperti itu, maka ke depannya kita akan lebih tegas. Dalam waktu dekat kita akan berkoordinasi dengan Pol PP dan mulai menerapkan sanksi kepada PKL yang melanggar Perda,” janjinya. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan