19 Mei 2008

Penjualan Toyota Tidak Terpengaruh Kenaikan Harga BBM

PALEMBANG (SINDO) – Tingkat penjualan mobil merek Toyota diprediksi tidak terlalu terpengaruh dengan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Counter Division Head PT Tunas Auto Graha Palembang Oktavianus mengatakan, pihaknya belum merencanakan tindakan apapun untuk mengantisipasi rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi akhir Mei 2008 ini. Dia menyebutkan, berdasarkan pengalaman pada kenaikan harga BBM di tahun-tahun sebelumnya, tingkat penjualan memang akan stagnan sesaat. Akan tetapi setelah itu, tingkat penjualan akan kembali normal dan meningkat. “Saya kira nggak terlalu masalah kenaikan harga BBM kali ini. Sebab, masyarakat sudah berpikiran maju dan memandang mobil bukan lagi barang mewah, akan tetapi suatu kebutuhan untuk memberikan kenyamanan mobilisasi pemiliknya,” terangnya ditemui SINDO kemarin.

Dalam empat bulan pertama pada 2008 ini, PT TAG sebagai authorized dealer merek dagang Toyota di Palembang berhasil menjual 447 unit kendaraan. Dari jumlah itu, 70% di antaranya disumbangkan penjualan mobil jenis minibus dengan varian Innova dan Avanza. Sedangkan 30% lainnya terdiri dari penjualan kelas sedan dan jeep di antaranya Yaris, Vios, Altis, Camry, dan Fortuner. ”Tetapi di awal Mei lalu, kelas minibus sedikit mengalami penurunan karena harus indent terlebih dahulu ke pabrik, sedangkan konsumen saat ini cenderung tidak mau menunggu lama. Oleh karenanya, kita alihkan mereka ke kelas sedan dan ternyata disambut antusias meski dibayangi rencana kenaikan harga BBM,” katanya.

Ellen, salah seorang calon pembeli mobil Toyota yang ditemui SINDO mengatakan, rencana kenaikan harga BBM yang diumumkan akhir Mei ini tidak mengurangi niatnya untuk membeli mobil. Akan tetapi, dalam memilih kelas mobil yang akan dibelinya nanti, Ellen berpatokan pada kapasitas mesin kecil dengan alasan hemat bahan bakar. (iwan setiawan)

Kualitas Karet Sumsel Rendah

PALEMBANG (SINDO) – Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan (Sumsel) mengeluhkan banyaknya kotoran yang terdapat dalam karet yang dihasilkan petani.

Ketua Gapkindo Sumsel Alex K Eddy mengatakan, produksi karet Sumsel saat ini mencapai 60.000 ton per bulan dan menjadi yang terbesar dari daerah penghasil karet lainnya di Indonesia. Namun Alex menyayangkan, tingginya kuantitas tersebut tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan kualitas. Menurut Alex, beberapa kali pihaknya pernah mendapat laporan dari pabrik pengolahan karet yang banyak menemukan kotoran, seperti batu, batang kayu, biji jagung dan sebagainya, dalam karet yang dibeli dari petani karet di sentra perkebunan karet, seperti Palembang, Muara Enim, Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan sejumlah perkebunan di Provinsi Bangka Belitung.

“Orang awam pun tahu getah karet yang keluar dari pohon itu kan bersih, seperti susu kira-kira. Akan tetapi, dalam pengolahannya kan tidak bisa menjamin kebersihan itu, karena pola pikir para petani masih mengejar kuantitas, belum secara kualitas,” ujar Alex kepada SINDO kemarin.

Dia mengungkapkan, berdasarkan pantauan selama ini, diperkirakan 60–70% karet dari petani tidak memenuhi standar kualitas kebersihan karet untuk produksi. Dia menambahkan, kotoran yang terdapat dalam karet itu sangat tidak menguntungkan, baik bagi pabrik pengolahan maupun petani sendiri. Hal itu disebabkan pabrik pengolahan hanya akan membeli karet berdasarkan kadar keringnya. Sedangkan untuk pabrik pengolahan, untuk membersihkan karet dari berbagai macam kotoran, berdampak pada meningkatnya biaya produksi, yaitu menambah mesin pembersih dan menambah konsumsi listrik. Selain itu, pabrik membutuhkan pengolahan limbah yang lebih besar.

Ujang, seorang petani karet dari Desa Ulak Paceh, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Muba, mengaku selama ini praktik pencampuran berbagai benda ke dalam getah karet yang akan dijual kerap dilakukan petani. Hal itu semata-mata dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari hasil penimbangan di pengumpul karet. ”Kalau di pengumpul kan kita dibayar berdasarkan berat karet yang kita bawa. Kalau memberatkannya dengan direndam air mudah ketahuan, jadi ya kebanyakan petani menambahkan kayu, biji jagung, daun,” terangnya. (iwan setiawan)