10 November 2007

Tunjangan Veteran Masih Tak Menentu

REFLEKSI HARI PAHLAWAN



Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Namun, kata-kata bijak itu belum sepenuhnya dirasakan pejuang di Kota Palembang.



Salah satunya adalah Kgs Abdul Somad Mustofa. Kehidupan veteran perang kemerdekaan dengan pangkat terakhir mayor ini jauh dari kesan sejahtera dan tidak sebanding dengan jasa-jasa dan pengorbanan yang telah diberikannya untuk merebut kemerdekaan Republik ini. Abdul Somad tidak sendirian. Kakek 12 cucu ini merupakan sebuah gambaran umum betapa masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap para veteran dan pahlawan ini.

Setiap 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Namun, di kalangan generasi muda saat ini arti pahlawan dan pejuang seolah tidak ada makna sama sekali. Mereka merasa tidak peduli mengenai siapa yang berjuang untuk melepaskan bangsa ini dari cengkeraman penjajah. Oleh karenanya, penghormatan yang selayaknya diberikan kepada para pahlawan itu tidak ada sama sekali. Hal itu sangat dirasakan Kgs Abdul Somad Mustofa, 79, seorang veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang saat ini tinggal di rumah sederhananya di Jalan Pedang, Kompleks YPP No 47 RT 06/02 Kel 20 Ilir D II, Kec Kemuning. Menurut Somad, sebenarnya pada waktu para pejuang maju ke medan perang mempertaruhkan jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan Indonesia, mereka tidak pernah mengharapkan balasan apapun. Namun, dia berharap generasi muda dan pemerintah saat ini menghargai apa yang telah mereka raih dahulu. ”Waktu berjuang dulu kami merasa itu sebuah kewajiban dan ikhlas menjalaninya. Dak pernah kami betanyo apo imbalannyo kalau Belanda pacak kami usir. Tapi jingoklah sekarang, apo yang telah diupayoke para pejuang dulu, pecaknyo sia-sia,” ucapnya.

Bapak tujuh anak yang ditetapkan sebagai veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia oleh Panglima TNI LB Moerdani pada 26 Desember 1992 ini mengaku, perhatian yang diberikan pemerintah kepada para veteran pejuang masih dirasakan kurang merata. Banyak para pejuang yang tidak memiliki pengakuan dari pemerintah mengenai kepahlawanannya.

Bahkan, bantuan yang diberikan pemerintah masih belum dapat dirasakan seluruh pejuang. Pendapatan yang berasal dari uang pensiunan sekitar Rp1 juta dan tunjangan veteran sebesar Rp400.000 per bulan, dinilainya tidak sebanding dengan apa yang diperoleh para pejabat saat ini yang bisa mendapatkan 10 kali lipat. Padahal, jasa mereka kepada negara belum terbukti. ”Jangankan memberikan perhatian berupa insentif atau dana bantuan secara rutin, mengundang kami untuk hadir di peringatan hari-hari besar nasional pun sangat jarang dilakukan. Itu kan membuktikan bahwa pemerintah belum sepenuhnya memerhatikan kami,” ujarnya.

Somad mengisahkan, pada saat dirinya terlibat dalam perang di area Sumsel dalam kurun waktu
1945–1949, berbagai kisah suka duka dialaminya. Pada saat terjadi Agresi Militer I Belanda tahun 1947, dia bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Kompi 1 Resimen 17 di Kertapati, sesuai hasil perundingan dengan Belanda diharuskan mundur sejauh 20 km dan bergabung dengan Front Payakabung. Setelah berhasil memukul Belanda pada agresi pertamanya, maka pada saat Belanda datang kembali dan melancarkan agresi kedua, Resimen 17 tidak mampu membendung kemarahan tentara Belanda yang menguasai Palembang. Hal itu membuat Resimen 17 ditinggalkan anggotanya, dan beberapa anggota Resimen 17, termasuk Somad, bergabung dengan pasukan Harimau Selatan di bawah pimpinan Mayor Yahya Bahar.

Purnawirawan perwira yang terakhir bertugas di Pusat Angkutan (Pusang) Angkatan Darat ini mengharapkan agar pemerintah lebih memerhatikan nasib para pejuang dan veteran perang kemerdekaan. Sebab, menurutnya jumlah veteran dan pejuang yang ada saat ini hanya sebagian kecil dari 220 juta lebih jumlah penduduk Indonesia, dan tidak akan pernah bertambah. ”Jumlah kami ini kan tidak sebanyak PNS atau tentara yang aktif. Bahkan, dalam hitungan lima tahun ke depan, mungkin jumlah veteran perang kemerdekaan bisa dihitung pakai jari,” ungkapnya penuh harap. (CR-03)

foto : iwan setiawan

publikasi : sindo sumsel; sabtu 10 november 2007; halaman 1