06 November 2008

Linkage Belum Maksimal

PALEMBANG (SINDO) – Perkembangan linkage program di Sumatera Selatan (Sumsel) masih rendah karena keengganan bank umum menyalurkan dana kredit melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Direktur BPR Syariah Al Falah Barori Basri menyatakan, secara umum pembiayaan kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), seperti industri batu bata, perdagangan, dan jasa, yang dilayani BPR belum terkena dampak krisis finansial global. Namun harus diakui, dampak krisis finansial sangat terasa pada aktivitas pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) berupa tabungan maupun deposito. “Bagaimanapun, pendapatan masyarakat lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehingga tidak ada lagi uang lebih yang bisa ditabung. Sementara ini, penurunannya masih relatif kecil di bawah 1%,” ujarnya kepada SINDO kemarin.

Barori mengungkapkan, DPK yang berhasil dihimpun pihaknya mencapai Rp4 miliar, sedangkan untuk pembiayaan kredit menyentuh angka Rp5 miliar. Menurut dia, perlambatan pengumpulan DPK terjadi baru sepekan terakhir. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, pihaknya mengupayakan pengembalian kredit tepat waktu. Bagi nasabah yang tidak bisa mengembalikan angsuran 100% akan diberi kelonggaran. “Kami terus melakukan pembinaan, negosiasi, dan langkah lainnya, agar uang bisa masuk kembali ke bank. Selain itu, kami menerapkan layanan penyimpanan uang-uang yang tidak tersentuh bank umum, seperti celengan masjid,” tuturnya.

Adapun untuk penyaluran kredit perbankan ke segmen UMKM melalui BPR dengan skema linkage program, BPR Syariah Al Falah baru menjajaki kemungkinan kerja sama dengan bank umum. Sebab, menurut Barori, persyaratan untuk menjalankan program itu tidak semudah yang dibayangkan. Dalam pelaksanaan linkage program tersebut, bank umum menetapkan suku bunga. “Kalau mereka sudah tetapkan suku bunga tinggi, harus berapa lagi BPR menjual pinjaman ke pelaku usaha. Sementara, pelaku usaha tidak mau ambil karena mahal atau berpotensi jadi kredit macet,” paparnya.

Dewan Penasihat Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Pusat Rachmad Ali mengatakan, penyaluran kredit perbankan ke segmen UMKM melalui BPR dengan skema linkage program belum diselenggarakan secara merata. “Masih ada keraguan perbankan dalam melaksanakan linkage program, mereka beranggapan bahwa bank umum hanya dapat fee based dan margin rendah,” katanya.

Menurut Rachmad, linkage program merupakan upaya terobosan untuk meningkatkan akses perbankan menembus segmen UMKM. Sebab, berdasarkan informasi, perbankan di Indonesia hanya mampu menjangkau sekitar 10.000 dari 60.000 desa yang merupakan sentra UMKM. Padahal, segmen UMKM telah memberi kontribusi dengan penyerapan jumlah tenaga kerja yang terbesar dan sumbangan bagi perekonomian nasional mencapai lebih dari 50%,” ucapnya. (iwan setiawan)

halaman 22

Ekspor Nonmigas Sumsel Menurun

PALEMBANG (SINDO)– Transaksi ekspor Sumatera Selatan (Sumsel) pada Juli 2008 mencatat nilai negatif yang disebabkan menurunnya ekspor komoditas nonmigas.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumsel Haslani Haris mengatakan, nilai ekspor pada Juli 2008 mengalami penurunan sebesar 5,64% dibanding Juni 2008, yaitu dari USD330,71 juta menjadi USD312,08 juta. Nilai ekspor tersebut terdiri dari ekspor migas sebesar USD86,32 juta dan komoditas nonmigas sebesar USD225,75 juta. Untuk sektor nonmigas pada Juli 2008 mengalami penurunan sebesar USD41,39 juta dari Juni2008. “Penurunan nonmigas terutama disumbang oleh CPO sebesar USD13,51 juta yang diikuti komoditas batu bara sebesar USD2,22 juta,” ujarnya.

Menurut Haslani, ekspor Sumsel pada Juli 2008 masih dominan ke Singapura, Amerika Serikat, dan China. Nilai ekspor terbesar didapat dari Singapura yang mencapai USD79,89 juta, sementara AS sebesar USD65,02 juta, dan China USD42,76 juta. “Memang ketiga negara tersebut masih merupakan negara tujuan utama ekspor Sumsel. Bahkan, peranan ketiganya mencapai 60,14 persen dari total ekspor Sumsel,” ucapnya.

Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Sumsel Habibullah mengatakan, aktivitas perdagangan luar negeri ekspor dan impor Sumsel masih mengandalkan Pelabuhan Boom Baru sebagai gerbangnya. Menurut dia, pada Juli 2008, Pelabuhan Boom Baru mencatat nilai ekspor sebesar USD217,01 juta disusul Pelabuhan Plaju USD86,32 juta. Sementara, untuk aktivitas impor, Pelabuhan Boom Baru juga menjadi pintu masuk yang dominan untuk Sumsel dengan catatan nilai impor sebesar USD19,12 juta yang diikuti Pelabuhan Plaju yang mencapai USD1,53 juta. “Selain menggunakan transportasi laut, aktivitas ekspor dan impor juga melalui darat serta udara. Namun, aktivitas tersebut masih lebih dominan di Pelabuhan Boom Baru. Mungkin kalau Pelabuhan TAA sudah operasi, volume ekspor bisa lebih ditingkatkan dari yang sekarang karena kapal-kapal yang masuk melalui Pelabuhan Boom Baru terkendala debit air Sungai Musi yang tidak menentu,” tandasnya. (iwan setiawan)

halaman 22

XL Luncurkan Layanan BlackBerry 1

PALEMBANG (SINDO) – PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) kembali membuktikan komitmennya untuk menjadi yang terdepan dan inovatif sebagai penyedia layanan BlackBerry di Indonesia, dengan meluncurkan layanan BlackBerry 1 (One). Dengan layanan terbaru tersebut, para pengguna BlackBerry bisa menikmati penggunaan secara harian sesuai kebutuhan.

Layanan terbaru dari XL tersebut dapat dinikmati seluruh pelanggan XL prabayar dan pascabayar, mulai 1 November 2008. BlackBerry 1 merupakan wujud komitmen XL untuk mengembangkan inovasi layanan berkomunikasi sepuasnya bagi pelanggan, seperti mengakses email, browsing, chatting, blogging, dan sebagainya. ”Layanan ini memberi manfaat bagi masyarakat untuk dapat menggunakan layanan BlackBerry secara mudah dan fleksibel dengan biaya yang sangat terjangkau sesuai kebutuhan,” ujar GM Marketing and Product Development XL Business Solutions Budi Harjono.

Manager BlackBerry dan Internet XL Handono Warih menambahkan, layanan ini dapat dinikmati tidak hanya oleh pelanggan baru, tapi juga pelanggan lama. Cara berlangganannya pun sangat mudah, pelanggan cukup melakukan aktivasi melalui SMS dengan mengetik BBOn lalu kirim ke 568. (iwan setiawan)

halaman 22

Buah Perjuangan yang Justru Kurang Dihargai

KERETA API, TRANSPORTASI ALTERNATIF MAHASISWA UNIVERSITAS SRIWIJAYA (1)

Sejumlah mahasiswa baru saja turun dari kereta api mahasiswa jurusan Kertapati–Indralaya kemarin.


Setelah lama dinanti, kehadiran kereta api (KA) sebagai alternatif transportasi mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) justru dicuekin mayoritas mahasiswa.

Sejak diresmikan pada 1993, Kampus Unsri Indralaya mulai beroperasi. Para mahasiswa yang semula kuliah di Kampus Unsri Bukit Besar, secara serentak dipindahkan ke kampus baru. Berjarak sekitar 32 km dari Palembang, kampus baru itu harus ditempuh selama 45 menit perjalanan darat menggunakan bus mahasiswa. Minimnya jumlah bus dibanding jumlah mahasiswa membuat banyak mahasiswa yang harus rela berdiri berdesakan di dalam bus demi mengejar waktu kuliah. Selain ketidaknyamanan karena minimnya fasilitas, faktor keselamatan juga menjadi sesuatu yang sangat berharga.

Betapa tidak, para calon intelektual muda itu setiap pagi dan sore dihadapkan pada risiko kecelakaan lalu lintas yang setiap saat bisa merenggut nyawa mereka. Sebab, jalur yang mereka lintasi setiap hari merupakan jalur utama lintas Sumatera yang dilewati beragam jenis dan ukuran kendaraan. Beberapa peristiwa lakalantas yang bukan hanya mengakibatkan luka-luka, melainkan juga hilangnya nyawa sering kali terjadi. Bukan hanya mahasiswa, kalangan dosen pun pernah merasakan kehilangan rekan dalam kecelakaan fatal ketika pergi atau pulang dari Kampus Unsri Indralaya.

Hal itulah yang memicu aktivis kampus yang didukung mayoritas mahasiswa menuntut rektorat dan pemerintah untuk menyediakan sarana transportasi massal yang aman dan nyaman bagi mahasiswa. Setelah “berteriak” lebih satu dasawarsa, akhirnya para mahasiswa Unsri bisa menikmati hasil perjuangan senior mereka.

Pada 3 Maret 2008, Gubernur Sumsel kala itu, Syahrial Oesman, meresmikan penggunaan KA mahasiswa Unsri. Sayang, bayangan mengenai moda transportasi aman, nyaman, dan murah segera sirna seusai acara launching.

Dengan kapasitas angkut dua gerbong, KA mahasiswa bisa menampung 300 penumpang. Panjang rel KA dari Kertapati, Palembang, sampai Stasiun Indralaya yakni 22,5 km dan dapat ditempuh dengan waktu antara 20–25 menit. Artinya, mahasiswa bisa menyingkat waktu perjalanan daripada menggunakan bus hingga 30 menit.

Namun, dengan efektivitas waktu yang ditawarkan hingga risiko kecelakaan yang lebih kecil, mahasiswa belum banyak yang tertarik untuk beralih menggunakan moda transportasi KA. “Menurut saya, masih kurang efektif dan efisien kalau naik kereta. Tarifnya gak jauh beda sama bus mahasiswa yang langsung berangkat,” ujar Jimmy Renaldi, mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsri angkatan 2005.

Menurut dia, sepertinya angkutan KA hanya diperuntukkan bagi sebagian kecil mahasiswa yang tinggal berdekatan dengan stasiun Kertapati. Sementara bagi mahasiswa yang rumahnya tersebar di wilayah Kota Palembang, sarana dan prasarana pendukung KA sebagai transportasi menuju kampus masih belum ada sama sekali.

Sementara itu, salah seorang alumni FE Unsri yang baru diwisuda September lalu, Ellen Putilenggogeni, menceritakan, mahasiswa hanya ramai menggunakan KA ketika awal diresmikan. Sebab, selain mencoba fasilitas baru, mereka ingin membandingkannya dengan layanan bus mahasiswa.

Namun, dengan tarif KA yang tidak jauh berbeda dengan bus mahasiswa, hal itu menjadi nilai minus bagi KA. Selain mahasiswa harus menyesuaikan waktu keberangkatan, ternyata naik KA tidak senyaman yang digembargemborkan selama ini. “Perlu ada pembenahan segera,” ungkap dia. (iwan s/bersambung)

foto : muhlis

publikasi : sindo sumsel; 06 november 2008; halaman 13