08 Mei 2008

Syahrial Diperiksa KPK 7 Jam

PALEMBANG (SINDO) – Pejabat Sumsel benar-benar dibuat KPK tidak berkutik. Setelah mengobrak-abrik Sumsel selama dua hari, kemarin giliran Gubernur Sumsel Syahrial Oesman diperiksa KPK.

Gubernur diperiksa sebagai saksi terkait izin pengalihan fungsi hutan bakau seluas 600 hektare di Kabupaten Banyuasin, Sumsel, menjadi lokasi Pelabuhan Tanjung Api Api. Pemeriksaan selama tujuh jam tersebut berlangsung di Kantor Satuan (Sat) III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumsel. Selain memeriksa Syahrial Oesman, pada saat bersamaan, tim penyidik KPK juga memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Candratex Indo Artha Chandra Antonio Tan yang juga diduga terkait dalam kasus dugaan suap pengajuan izin fungsi hutan seluas 600 hektare yang akan dijadikan Pelabuhan TAA.

Gubernur yang mengenakan pakaian safari lengan pendek warna abu-abu, datang ke Polda Sumsel sekitar pukul 10.00 WIB menumpang mobil dinas jenis Land Cruiser berplat merah BG 1. Orang nomor satu di Sumsel itu datang didampingi pengacaranya, Chairul S Matdiah dan Sekretaris Pribadi (Sespri), serta sejumlah staf Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel. Pemeriksaan terhadap Syahrial Oesman berlangsung dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 17.45 WIB (selama tujuh jam). Sementara, proses pemeriksaan terhadap Chandra Antonio Tan berlangsung hingga tadi malam.

Dirut PT Candratex Indo Artha Chandra Antonio Tan datang ke polda lebih awal dari Syahrial Oesman, dengan menumpang mobil Ford warna cream berplat BG 1018 MN. Baik Syahrial maupun Chandra saat tiba di Polda, langsung menuju lantai dua gedung Sat III Tipikor Polda, tempat mereka dimintai keterangan. Tidak diketahui secara pasti berapa pertanyaan dan materi pasti pemeriksaan yang berlangsung tertutup itu.

Kapolda Sumsel Irjen Pol Ito Sumardi dan Direktur Reserse Kriminal (Dir Reskrim) Kombes Pol Lindung P Simanjuntak sempat menyambut kedatangan gubernur. Namun, pertemuan itu tidak begitu lama. Setelah Syahrial naik tangga menuju ruangan pemeriksaan, Kapolda langsung kembali ke ruang kerjanya. Gubernur Sumsel Syahrial Oesman diperiksa penyidik KPK AKP Budi Sukro Wibowo SIK di ruangan Kepala Satuan (Kasat) Tipikor Polda Sumsel. Sementara, Chandra diperiksa penyidik KPK Bagus Suro Pratomo di ruangan khusus pemeriksaan (RPK) Sat Tipikor. Pemeriksaan terhadap pejabat dan pengusaha di Sumsel tersebut, dipimpin Ketua Tim Pemeriksaan Kompol Roni Santana Tarigan.

Seusai menjalani pemeriksaan, dengan santai dan gaya yang khas, Syahrial melayani semua pertanyaan wartawan. Kepada wartawan yang menunggu sejak pagi, Gubernur mengungkapkan, banyak yang ditanyakan pihak KPK, bahkan tim penyidik KPK menyinggung hingga permasalahan nasib. “Saya diperiksa sebagai saksi, kok. Saksi atas pemeriksaan Pak Sarjan (SarjanTaher),” katanya.

Ketika ditanya berapa banyak pertanyaan yang dilontarkan penyidik, Gubernur menjawab, banyak pertanyaan yang diajukan, terkait masalah lahan dan proses izin lahan TAA. Soal dugaan suap yang dilakukan pejabat Sumsel kepada sejumlah anggota DPR, menurut gubernur, hal itu masih dalam proses penyelidikan sehingga belum bisa dijawab sekarang. Usai menjawab pertanyaan wartawan, Gubernur langsung meninggalkan Polda Sumsel menggunakan mobil dinasnya.

Kapolda Sumsel Irjen Pol Ito Sumardi kepada wartawan mengatakan, pemeriksaan Gubernur Syahrial Oesman di Polda Sumsel atas permintaan KPK. “Kita hanya meminjamkan tempat, kita tidak ada apa-apa. Saya menyambut beliau karena kami sama-sama unsur Muspida,” ungkapnya.

Ito juga mengatakan, tidak ada ruangan khusus untuk pemeriksaan pejabat, semuanya sama di ruangan yang ada, jadi tidak ada istilah istimewa.

Sementara itu, tim penyidik KPK yang memeriksa Dirut PT Chandratex Indo Artha Chandra Antonio Tan keluar dari ruangan Sat III Tipikor Dit Reskrim sekitar pukul 20.55 WIB. Empat orang anggota tim langsung memasuki mobil Kijang Innova BG 1510 MG dan segera meninggalkan Polda Sumsel. ”Sudah selesai (pemeriksaannya),” ucap seorang anggota tim KPK singkat.

Hanya berselang hitungan detik, Dirut PT Chandratex Indo Artha Chandra Antonio Tan juga keluar dari ruangan pemeriksaan tanpa diketahui wartawan yang telah menunggunya sejak pagi. Wartawan yang menunggu Chandra, harus berlarian mengejarnya karena tiba-tiba ia sudah berada di depan pintu mobilnya. Diduga, dia keluar dari pintu kecil yang terletak di samping ruang Sat III Tipikor. Chandra yang kelihatan lelah, tidak mau mengeluarkan satu patah kata pun dan langsung masuk ke kursi depan mobilnya serta meminta supirnya segera pergi menghindari wartawan.

Ketua Posko Induk Tim Sukses Syahrial Oesman, Sudirman Teguh menyatakan, pihaknya tidak akan terpengaruh dengan pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap Syahrial Oesman, apalagi baru sebatas dimintai keterangan sebagai saksi. “Saat ini proses pemeriksaan KPK sedang berjalan, dan kita belum bisa memberikan komentar lebih jauh,” ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Sumsel H Bihaqqi Soefyan berpendapat, pada prinsipnya, apa yang dilakukan KPK memang sudah menjadi tugasnya dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun, dia meminta masyarakat tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dan tidak terlalu memvonis kesalahan sebelum terbukti kebenarannya di pengadilan. “Gubernur, kan, baru diperiksa sebagai saksi dan KPK juga masih mengumpulkan data dan bukti untuk mencari kebenaran,” ujarnya.

Anggota DPRD Sumsel dari PKS Zahruddin Hodsay menolak berkomentar. “Saya no comment,” ujarnya singkat saat dihubungi SINDO melalui ponselnya, kemarin.

Sedangkan Ketua DPW PKS Sumsel Yuswar Hidayatullah, hingga tadi malam belum berhasil dihubungi. (iwan setiawan/dadang dinata/berli z/hengky chandra agoes/muhlis)

KDRT Palembang Meningkat

PALEMBANG (SINDO) – Direktur Eksekutif Women’s Crisis Centre (WCC) Palembang Yeni Roslaini Izi mengatakan, jumlah laporan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam kurun waktu triwulan I/2008 ini mencapai 240 kasus. Dia mengatakan, dibandingkan data tahun-tahun sebelumnya, tren pelaporan kasus KDRT mengalami peningkatan signifikan.

WCC Palembang mencatat pada 2004 terdapat 130 kasus KDRT yang masuk ke WCC, lalu meningkat menjadi 297 kasus pada 2005, dan pada 2006 sebanyak 324 kasus. “Data yang kita punya itu tidak mencerminkan jumlah sesungguhnya yang terjadi di masyarakat. Sebab, kasus kekerasan terhadap perempuan ini seperti fenomena gunung es, yang tampak puncaknya saja,” katanya kemarin.

Menurut Yeni, di antara bentuk-bentuk KDRT yang terdata pihaknya, salah satu yang menjadi perhatian adalah kasus incest (kawin sedarah) yang semakin sering terjadi. Jika selama 2007 lalu terdapat tujuh kasus incest, maka pada 2008 jumlah itu telah tercapai dalam triwulan pertama saja. ”Dari segi usia para korban yang masih sangat belia, tentu saja hal itu sangat memengaruhi kehidupan mereka di masa depan. Usia para korban berkisar antara 8–17 tahun. Dari hasil pendampingan kita, para korban mengalami trauma berat setelah mereka berhasil keluar dari jeratan pelaku,” terangnya.

Yeni mengungkapkan, pola asuh yang selama ini diterapkan orangtua sudah saatnya diubah. Hal itu disebabkan paradigma yang selama ini ditanamkan kepada anak untuk mematuhi orang yang lebih tua darinya, sering kali digunakan untuk mengintimidasi. ”Bukan lantas kita mendukung anak tidak patuh kepada orang yang lebih tua. Tetapi, harusnya anak sejak dini diberi tahu perbuatan yang baik dan buruk atau perbuatan yang diperbolehkan dan dilarang. Jadi, mereka dapat mengantisipasi dan membentengi dirinya dari perbuatan yang tidak baik,” ungkapnya.

Sementara itu, psikolog dari Lembaga Pengembangan SDM Bina Mental Pradiana Padma mengatakan, perbuatan incest masuk dalam kategori penyimpangan perilaku seksual. Selain disebabkan tidak terkontrolnya dorongan kebutuhan biologis pelaku, peristiwa itu juga bisa dipicu dorongan psikologis yang mendapat rangsangan dari luar diri pelaku. ”Kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan benteng moral yang kuat dari seorang manusia bisa menjerumuskan individu tersebut ke dalam perbuatan di luar logika,” tandasnya kemarin.

Bahkan, Pradiana menilai, saat ini telah terjadi degradasi moral di tengah masyarakat. ”Gempuran teknologi internet dan tayangan televisi menjadi faktor pemicu maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan. Selain itu, rendahnya bekal agama dan moral yang dimiliki seseorang juga sangat berpengaruh terhadap perilaku menyimpang,” ujarnya. (iwan setiawan)