21 Juli 2008

Rela Berurusan dengan Polisi demi Mendapatkan Solar

KISAH AAN SUJANA, OPERATOR GENSET EVENT-EVENT BESAR

Beberapa teknisi mesin genset tengah memperhatikan mesin genset di sebuah event besar yang digelar di Palembang.


Tidak pernah terlintas di benak Aan Sujana, 40, untuk menjadi operator genset seperti yang dijalaninya saat ini. Apalagi sampai ikut terlibat di event-event besar. Ketika memutuskan untuk merantau dari Bandung tanah kelahirannya, dia hanya bertekad untuk bisa menghidupi istri dan ketiga anaknya. Pada awal tibanya di Palembang, Aan melamar pekerjaan sebagai sopir pada CV Kurnia Lasindo Jaya (KLJ), yang bergerak di jasa penyewaan genset dan AC. Bergabung sejak 2002 silam, mulanya Aan bekerja sesuai kemampuan yang dimilikinya yaitu menjadi sopir. Namun, selama menjadi sopir, dia juga ikut membantu persiapan dan pemasangan genset atau AC saat perusahaannya mendapat order untuk melayani event-event besar yang memerlukan jasa perusahaannya. ”Awalnya belajar sedikit-sedikit. Lalu, karena perusahaan kekurangan orang, saya diminta untuk merangkap menjadi teknisi,” ujarnya ditemui SINDO pada sebuah gelaran pameran di Plaza Benteng Kuto Besak (BKB) belum lama ini.

Setelah dua tahun mempelajari seluk beluk pekerjaan operator genset, pada 2004 lalu, Aan dipercaya untuk menjadi operator penuh. Sejak itu, setiap ada event besar yang memanfaatkan jasa penyewaan genset perusahaannya, Aan beserta empat orang rekannya menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas operasional ketersediaan sumber listrik selama acara berlangsung. Pada setiap event pameran yang menggunakan jasa perusahaannya, Aan dengan setia menjaga tujuh genset ditambah satu genset cadangan yang dipergunakan untuk mengalirkan listrik ke stan-stan peserta dan AC yang dipasang untuk memberikan suasana sejuk di dalam tenda besar yang ditempati para peserta. Menurut suami Eni Erianti ini, jam kerja mereka selama pameran dimulai pukul 07.00 WIB–22.00 WIB. Tujuh genset dengan daya total yang dihasilkan 1.650 KVA itu baru dinyalakan sekitar pukul 09.00 WIB atau menunggu para peserta berdatangan. ”Konsumsi BBM tiap genset ini sangat besar jadinya dalam mengoperasikannya kita harus optimal dan seperlunya,” tuturnya.

Aan menjelaskan, dalam satu hari operasi, sedikitnya dibutuhkan sembilan drum solar yang masing-masing berisi 200 liter untuk menyalakan tujuh genset selama 13 jam. Jadi, selama penyelenggaraan pameran yang biasanya berlangsung sepekan, setidaknya dibutuhkan BBM jenis solar sebanyak 14.400 liter (9@200 liter x 8 hari). Jika dikalikan dengan harga solar bersubsidi saat ini, yaitu Rp5.500 per liter, biaya yang tersedot untuk menerangi dan mendinginkan udara di dalam tenda selama penyelenggaraan event adalah Rp79,2 juta. Meski tidak memusingkan biaya itu karena ditanggung event organizer (EO), Aan justru mengkhawatirkan pasokan solar yang dikirim per hari. Khusus untuk urusan solar, dia dan rekan-rekannya terkadang mendapati pasokan BBM itu terlambat datang, sementara persediaan solar yang ada di lokasi sudah menipis. Apalagi solar yang dibeli dari SPBU sering dipermasalahkan pihak berwajib karena dinilai melanggar hukum. Padahal mereka telah mengantongi perizinan baik dari penyelenggara event, pemerintah, bahkan sampai Pertamina.

Kendati sering berurusan dengan pihak kepolisian, namun dia tetap enjoy menjalani profesinya. Apalagi pekerjaan yang dilakukannya menyenangkan orang lain. ”Namun, tetap saja sering kali pasokan BBM yang akan digunakan untuk memasok genset ditahan pihak kepolisian. Sebagai penyedia jasa layanan genset profesional, terputusnya aliran listrik karena genset kehabisan bahan bakar tentu tidak bisa ditolerir. Sebab, kalau sampai ada masalah, seperti listriknya padam akibat solarnya habis, ada rasa bersalah juga. Yang pasti orang di dalam tenda akan kepanasan karena AC juga mati,” katanya. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

publikasi : sindo sumsel; senin 21 juli 2008; halaman 9