PALEMBANG (SINDO) – Petani kelapa sawit di Sumatera Selatan (Sumsel) yang tidak termasuk dalam sistem inti plasma diimbau membentuk gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk meningkatkan nilai produksi.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sumsel Agus Sutikno mengatakan, komisi yang dipimpinnya baru saja mendatangi kantor pusat PTPN VII di Provinsi Lampung. Hal itu dilakukan sebagai pengawasan rutin terhadap operasional perusahaan yang beroperasi di Sumsel. Sebab, meski kantor pusat PTPN VII ada di provinsi lain, lahan perkebunan dan produksi PTPN VII dominan berada di Sumsel. Salah satu hal yang menjadi fokus pembahasan adalah mekanisme penetapan harga TBS. “Beberapa bulan terakhir, harga TBS dari petani anjlok hingga Rp 250 per kg. Kami ingin menyampaikan pertanyaan petani kepada perusahaan mengenai penyebab anjloknya harga tersebut,” ujarnya dihubungi SINDO kemarin.
Menjawab pertanyaan Dewan tersebut, Direktur Produksi PTPN VII Erwin Nasution menjelaskan, pihaknya tidak pernah membeli TBS dengan harga Rp 250 per kg. Sebab, sesuai surat edaran dari direksi, seluruh unit usaha PTPN VII membeli TBS dengan harga Rp 750 per kg. Selain itu, penetapan harga beli TBS dari petani disesuaikan dengan SK Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian. “Selama ini kami tidak pernah membeli TBS petani di bawah harga yang ditetapkan pemerintah. Dari pantauan kami di lapangan, petani yang menjual dengan harga di bawah ketetapan tersebut adalah petani yang tidak termasuk dalam sistem inti plasma,” tuturnya.
Erwin menjelaskan, selama ini PTPN VII tidak diperbolehkan membeli TBS dari petani yang berada di luar sistem. Namun sebagai solusinya, sebaiknya para petani berhimpun dalam gapoktan sehingga akses pemasaran TBS bisa dikontrol. (iwan setiawan)
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sumsel Agus Sutikno mengatakan, komisi yang dipimpinnya baru saja mendatangi kantor pusat PTPN VII di Provinsi Lampung. Hal itu dilakukan sebagai pengawasan rutin terhadap operasional perusahaan yang beroperasi di Sumsel. Sebab, meski kantor pusat PTPN VII ada di provinsi lain, lahan perkebunan dan produksi PTPN VII dominan berada di Sumsel. Salah satu hal yang menjadi fokus pembahasan adalah mekanisme penetapan harga TBS. “Beberapa bulan terakhir, harga TBS dari petani anjlok hingga Rp 250 per kg. Kami ingin menyampaikan pertanyaan petani kepada perusahaan mengenai penyebab anjloknya harga tersebut,” ujarnya dihubungi SINDO kemarin.
Menjawab pertanyaan Dewan tersebut, Direktur Produksi PTPN VII Erwin Nasution menjelaskan, pihaknya tidak pernah membeli TBS dengan harga Rp 250 per kg. Sebab, sesuai surat edaran dari direksi, seluruh unit usaha PTPN VII membeli TBS dengan harga Rp 750 per kg. Selain itu, penetapan harga beli TBS dari petani disesuaikan dengan SK Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian. “Selama ini kami tidak pernah membeli TBS petani di bawah harga yang ditetapkan pemerintah. Dari pantauan kami di lapangan, petani yang menjual dengan harga di bawah ketetapan tersebut adalah petani yang tidak termasuk dalam sistem inti plasma,” tuturnya.
Erwin menjelaskan, selama ini PTPN VII tidak diperbolehkan membeli TBS dari petani yang berada di luar sistem. Namun sebagai solusinya, sebaiknya para petani berhimpun dalam gapoktan sehingga akses pemasaran TBS bisa dikontrol. (iwan setiawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar