16 Oktober 2008

Tertolong Tradisi “Panggung” Warga Palembang

USAHA KAYU BAKAR DI TENGAH KONVERSI ELPIJI

Seorang pegawai depot kayu bakar kemarin sedang merapikan tumpukan kayu bakar yang siap jual.

Bergulirnya program konversi minyak tanah ke elpiji berdampak pada sejumlah sektor usaha, tetapi tidak bagi penjual kayu bakar. Bagaimana ceritanya?

Semenjak konversi elpiji bergulir, penjualan kompor minyak menurun drastis. Namun, ada usaha yang tetap eksis, meski terkena dampak konversi. Ya, usaha penjualan kayu bakar yang kini masih berdiri kokoh tanpa terkena imbas konversi. Usaha penjualan kayu bakar tersebar di beberapa lokasi di pelosok Kota Palembang. Ketika SINDO bertandang ke salah satu depot kayu bakar di Jalan dr M Isa,yang menyambut hanyalah seorang pegawai,Yanto, 35. Dia pun bercerita, usaha yang dimiliki Jon itu telah berdiri sejak 17 tahun silam. Adapun yang menjaga depot itu sehari-hari dipercayakan kepada dirinya dan seorang rekannya. Menurut Yanto, kunci dari eksisnya usaha ini adalah fanatisme masyarakat Palembang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak. “Meskipun sehari-hari masyarakat menggunakan gas untuk memasak, untuk acara tertentu, seperti pernikahan, khitanan, dan hajatan lainnya, mereka tetap menggunakan kayu bakar untuk memasak,” ujarnya kemarin.

Dalam sehari, kayu bakar yang terjual mencapai 300 batang. Namun, jumlah itu bisa melonjak hingga dua kali lipat, bahkan lebih menjelang akhir pekan.Pasca lebaran kemarin, pembelian meningkat tajam karena banyak warga yang menggelar hajatan, terutama pernikahan. Sebab, sebagian masyarakat Palembang masih mempertahankan tradisi panggung (sistem masak yang dikoordinasi seorang ahli), yang tidak pernah menggunakan bahan bakar minyak atau elpiji. “Jika sudah memasuki Jumat dan Sabtu, biasanya banyak konsumen datang untuk membeli kayu bakar, bisa 800–1.000 batang habis setiap akhir pekan,” ungkapnya.

Kayu jenis belawan itu didatangkan dari wilayah Prabumulih dan daerah di sekitar Kabupaten OKI. Sementara, pasokan dari pengumpul ke depot diatur setiap seminggu sekali. Dalam sekali pengiriman, bisa mencapai 3.000 batang dengan berbagai ukuran. Adapun kayu bakar yang dijual terbagi dalam 10 jenis dan dibedakan berdasarkan ukuran. (iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

publikasi : sindo sumsel; kamis 16 oktober 2008; halaman 23

Tidak ada komentar: