07 Maret 2009

Walhi Kritik Imbauan Gubernur

PROGRAM PENANGANAN LINGKUNGAN

PALEMBANG (SINDO) – Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (ED Walhi) Sumsel menilai imbauan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin kepada perusahaan besar untuk menjaga lingkungan, tidak akan efektif dalam mengatasi kerusakan lingkungan di Sumsel.

Bahkan, Manager Advokasi Eksekutif Daerah Walhi Sumsel Yuliusman mengatakan, imbauan gubernur kepada perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, energi, perkebunan, dan perhutanan di Sumsel agar dapat ikut menjaga kelestarian lingkungan, tidak akan berjalan maksimal. Sebab, menurut dia, imbauan tersebut hanya akan dianggap angin lalu ketika pelaku usaha terbentur pada kondisi yang mengharuskan mereka lebih mengembangkan usahanya, guna meraih keuntungan lebih besar lagi.

“Seharusnya gubernur lebih fokus kepada penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti melakukan perusakan lingkungan dan pelanggaran hak masyarakat setempat, akibat kegiatan usahanya,” ujarnya dalam siaran pers ED Walhi Sumsel yang diterima SINDO kemarin.

Yuliusman memaparkan, kondisi kerusakan hutan Sumsel yang disampaikan gubernur bukan merupakan hal baru. Yulius berkeyakinan, belum juga imbauan tersebut ditindak lanjuti, praktik eksploitasi sumber daya alam (SDA) akan terus terjadi. Bahkan, hal itu diperparah adanya pemakluman dari petugas pengawasan ketika terjadi pelanggaran hukum. Belum lagi diberikannya berbagai kemudahan bagi kalangan pengusaha dalam memperoleh perizinan meskipun melanggar tata ruang wilayah dan peraturan lainnya.

“Walau gubernur menyatakan akan berupaya mengatasi KKN di Sumsel, namun pada kenyataannya, praktik korupsi dan kolusi masih saja terjadi di lapangan. Tentu saja kondisi ini membuat kerusakan lingkungan Sumsel semakin mengkhawatirkan,” bebernya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menambahkan, bumi Sumsel yang kaya akan berbagai jenis barang tambang dan sangat potensial sebagai lahan perkebunan, telah menjadi target berbagai perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Bahkan, sejak berdiri dan beroperasinya beberapa perusahaan nasional dan multinasional di Sumsel, tingkat degradasi lingkungan Sumsel semakin tinggi. Hal itu tercermin pada semakin maraknya kasus pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan alam yang terjadi.

“Pencemaran oleh perusahaan Migas dan CPO terus terjadi berulang kali setiap tahunnya. Bahkan laju kerusakan hutan Sumsel sudah masuk tahap memprihatinkan. Luas kawasan hutan Sumsel yang mencapai 3.777.547 hektare atau 3,4% dari luas hutan Indonesia, hingga akhir 2008 hanya tersisa sekitar 1.129.000 hektare saja,” ungkapnya.

Menurut Sadat, upaya perusahaan menyalurkan corporate social responsibility (CSR) salah satunya ke bidang penanganan kerusakan lingkungan, belum cukup ampuh mengatasi kondisi yang telah berlangsung sejak lama itu. Apalagi, program CSR yang diterapkan perusahaan selama ini merupakan agenda terselubung untuk menguasai dan menguras Sumber Daya Alam (SDA) Sumsel secara lebih leluasa. (iwan setiawan)

Tidak ada komentar: