Direktur Utama PT Pusri Dadang Heru Kodri (kiri) menyerahkan trofi bergilir kepada GM Produksi B Sudadi Kartosomo, setelah berhasil menjadi juara umum Porseni dalam rangka HUT ke-49 Pusri kemarin.
PALEMBANG (SINDO) – Produksi PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) terancam dengan minimnya kesepakatan kontrak kerja sama gas di saat kebutuhan produksi meningkat.
Direktur Utama PT Pusri Dadang Heru Kodri mengatakan, minimnya ketersediaan gas untuk mendukung produksi di pabrik Pusri membuat pihaknya mulai melirik energi alternatif batu bara. Menurut Dadang, saat ini belum ada jaminan jangka panjang untuk pasokan gas lantaran kontrak kerja sama pasokan gas untuk pabrik Pusri hanya tersedia hingga 10 tahun ke depan. “Saat ini harga gas USD 3,3/mmbtu dan sebentar lagi pasti mencapai USD 4/mmbtu. Apabila harga gas sudah di atas USD 4/mmbtu, penggunaan energi batu bara lebih ekonomis,” ujarnya seusai upacara HUT ke-49 PT Pusri kemarin.
Dadang mengungkapkan, kontrak kerja sama pasokan gas yang saat ini dijalani Pusri dengan berbagai pihak belum ideal. Kontrak dengan Medco yang baru diperpanjang 10 tahun hingga 2018 dan Pertamina hanya lima tahun hingga 2013 mendatang, masih menyisakan kekhawatiran akan pasokan gas ke depannya. Sebab, kalau pasokan gas terhenti, ini merupakan ancaman serius bagi Pusri. “Makanya, menyikapi hal itu, Pusri sedang melakukan studi kelayakan batu bara yang bisa diolah dengan clean production,” tuturnya.
Dari audiensi dengan Gubernur Sumsel Alex Noerdin beberapa waktu lalu, Dadang mengatakan, gubernur akan membantu kebutuhan pasokan gas Pusri. Apalagi, Pusri sedang merencanakan pemindahan pabrik ke Tanjung Api-Api, sehingga paling tidak kontrak kerja sama pasokan gas dengan Pertamina bisa disamakan dengan Medco selama 10 tahun. “Kami harus bekerja lebih keras untuk mengatasi kondisi ini karena neraca gas di Sumsel sudah negatif lantaran semua dikirim keluar Sumsel,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Produksi PT Pusri Indra Jaya mengatakan, pemerintah hendaknya meninjau ulang alokasi gas Pertamina, khususnya yang memproduksi gas di wilayah Sumsel. Sebab, selama ini Pertamina telah menyalurkan gasnya ke luar Sumatera, seperti ke Pulau Jawa bahkan hingga ke luar negeri. Namun, hal itu tidak diiringi dengan pemenuhan alokasi gas perusahaan di Sumsel terlebih dulu. Bahkan, kontrak pasokan gas dengan beberapa perusahaan, termasuk Pusri, tidak lebih lama dibanding kontrak dengan perusahaan di luar Sumsel. “Wajar saja kalau kami minta perpanjangan periode kontrak. Sebab bagaimanapun, hal ini berkaitan dengan kesinambungan produksi kami,” tuturnya. (iwan setiawan)
foto : iwan setiawan
Direktur Utama PT Pusri Dadang Heru Kodri mengatakan, minimnya ketersediaan gas untuk mendukung produksi di pabrik Pusri membuat pihaknya mulai melirik energi alternatif batu bara. Menurut Dadang, saat ini belum ada jaminan jangka panjang untuk pasokan gas lantaran kontrak kerja sama pasokan gas untuk pabrik Pusri hanya tersedia hingga 10 tahun ke depan. “Saat ini harga gas USD 3,3/mmbtu dan sebentar lagi pasti mencapai USD 4/mmbtu. Apabila harga gas sudah di atas USD 4/mmbtu, penggunaan energi batu bara lebih ekonomis,” ujarnya seusai upacara HUT ke-49 PT Pusri kemarin.
Dadang mengungkapkan, kontrak kerja sama pasokan gas yang saat ini dijalani Pusri dengan berbagai pihak belum ideal. Kontrak dengan Medco yang baru diperpanjang 10 tahun hingga 2018 dan Pertamina hanya lima tahun hingga 2013 mendatang, masih menyisakan kekhawatiran akan pasokan gas ke depannya. Sebab, kalau pasokan gas terhenti, ini merupakan ancaman serius bagi Pusri. “Makanya, menyikapi hal itu, Pusri sedang melakukan studi kelayakan batu bara yang bisa diolah dengan clean production,” tuturnya.
Dari audiensi dengan Gubernur Sumsel Alex Noerdin beberapa waktu lalu, Dadang mengatakan, gubernur akan membantu kebutuhan pasokan gas Pusri. Apalagi, Pusri sedang merencanakan pemindahan pabrik ke Tanjung Api-Api, sehingga paling tidak kontrak kerja sama pasokan gas dengan Pertamina bisa disamakan dengan Medco selama 10 tahun. “Kami harus bekerja lebih keras untuk mengatasi kondisi ini karena neraca gas di Sumsel sudah negatif lantaran semua dikirim keluar Sumsel,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Produksi PT Pusri Indra Jaya mengatakan, pemerintah hendaknya meninjau ulang alokasi gas Pertamina, khususnya yang memproduksi gas di wilayah Sumsel. Sebab, selama ini Pertamina telah menyalurkan gasnya ke luar Sumatera, seperti ke Pulau Jawa bahkan hingga ke luar negeri. Namun, hal itu tidak diiringi dengan pemenuhan alokasi gas perusahaan di Sumsel terlebih dulu. Bahkan, kontrak pasokan gas dengan beberapa perusahaan, termasuk Pusri, tidak lebih lama dibanding kontrak dengan perusahaan di luar Sumsel. “Wajar saja kalau kami minta perpanjangan periode kontrak. Sebab bagaimanapun, hal ini berkaitan dengan kesinambungan produksi kami,” tuturnya. (iwan setiawan)
foto : iwan setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar