09 Juni 2008

Semakin Terjepit karena Naiknya Harga Material

MENGINTIP USAHA BATU NISAN PASCA KENAIKAN HARGA BBM

Bastari, 59, sedang mengerjakan pesanan batu nisan dari pelanggannya kemarin.


Bastari, 59, telah menekuni usaha pembuatan batu nisan sejak 1992. Namun belakangan, dia kesulitan karena harga bahan baku mulai melonjak. Bastari memutuskan menekuni profesinya sebagai pembuat batu nisan, setelah gagal mencoba keberuntungan dengan pekerjaan lain. Dia pernah menekuni profesi buruh kasar hingga berjualan rokok di perempatan lampu merah. “Waktu berjualan dulu itu sering dikejar-kejar dan ditangkap Pol PP karena dianggap mengganggu ketertiban umum,”katanya.

Bosan terus diburu aparat, Bastari akhirnya memutuskan untuk mencoba usaha pembuatan batu nisan. Pada awalnya, di tempat pemakaman umum (TPU) Puncak Sekuning, tempatnya berusaha, terdapat sekitar 20 orang memiliki usaha yang sama. Namun seiring perjalanan waktu, kini tersisa hanya sekitar 10 orang. Menurutnya, walau telahmemiliki wilayah operasional masing-masing, sesama pembuat batu nisan di TPU Puncak Sekuning memiliki kesepakatan yang membebaskan konsumen untuk memilih hasil karya siapa saja. “Ya namanya rezeki Dek,walaupunkita di sini kalau konsumen di (bagian) atas sana memilih memakai karya kita, ya idak masalah buat yang lain, cak itu jugo sebaliknyo,”katanya sambil menyelesaikan pesanan batu nisan.

Untuk membuat satu nisan orang dewasa berukuran 165x63 cm, dibutuhkan modal sekitar Rp400.000. Sementara untuk ukuran anak-anak berukuran 70x60 cm, dia membutuhkan modal Rp100.000. Hal itu menurut Bastari, disesuaikan dengan bahan-bahan yang dibutuhkan. Makin banyak bahan, harganya pun makin mahal. Semakin banyak bahan yang dibutuhkan dan semakin rumit bentuk nisan yang dipesan konsumennya, maka harganya akan semakin mahal. Namun, semua dikembalikan kepada kesepakatan harga antara dirinya dan konsumen.Setelah terjadi kesepakatanharga, Bastari membutuhkan waktu satu pekan untuk menyelesaikan pesanan nisan hingga memasangnya. “Kalau yang bagus nian pernah dijual harganya Rp1 juta, tapi dak tentu jugo tergantung pintar-pintar wong nawarlahDek,”tuturnya.

Bapak dua anak ini menambahkan,bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pekerjaannya itu tidaklah banyak.Sejumlah keramik, semen,dan pasir, telah cukup untuk membuat pesanan konsumennya. Namun untuk mendapatkan berbagai bahan baku produknya itu, Bastari mengaku sempat kewalahanketika semen menghilang dari toko-toko di Palembang. Bahkan imbas dari kelangkaan semen yang terjadi, membuatnya terpaksa membeli semen seharga Rp80.000 per sak atau naik sekitar Rp25.000 dari harga normal, karena harus menyelesaikan pesanan nisan yang telah menunggu. Pria kelahiran Kotabumi,Lampung, itu menyatakan, penghasilan yang didapatdari usahanya itu tidak menentu. Bahkan menurutnya, pernah berbulan-bulan tidak satu pun pesanan nisan yang didapatnya, sehingga dia dan istrinya harus bergantung kepada anak mereka yang telah bekerja. “Bayangke bae Dek, rata-rata sebulan cuma dapat dua pesanan.Kalau harganya Rp750 ribu, dapat Rp1,5 juta, belum dipotong modal beli bahan yang terus naik harganya, ai saro Dek,”katanya mengeluh.

Akan tetapi, tidak selamanyausaha batu nisan Bastari tidak menghasilkan. Biasanya menjelang bulan puasa, di mana banyak keluarga dari orang yang telah dimakamkan di TPU Puncak Sekuning, berkeinginan untuk mengganti nisan anggota keluarganya yang telah rusak. Di saat itulah, penghasilan Bastarinaik empat hingga lima kali lipat dari biasanya. ”Alhamdulillah cukup-cukup bae duit yang didapat ini. Tetapi kita juga berharap harga bahan seperti semen, pasir, dan material lainnya, tidak naik drastis sehingga usaha kecil seperti yang kami lakukan ini bisa terus berjalan,”ucapnya.(iwan setiawan)

foto : iwan setiawan

publikasi : sindo sumsel; senin 9 juni 2008; halaman 9

Tidak ada komentar: