
31 Desember 2007
Maafkan akoe

Catatan akhir tahun
Kepala Biro SINDO Sumsel Aina Rumiyati Aziz menjadi pembicara pada acara laporan akhir tahun 2007 Women's Crisis Centre (WCC) di Hotel Duta. Kaum perempuan harus mengantisipasi kekerasan dalam rumah tangga.
publikasi : sindo sumsel; senin 31 desember 2007; halaman 19
30 Desember 2007
Kecelakaan Mobil
Kondisi mobil sedan Hyundai BG 921 MA yang hancur setelah sebelumnya menghantam serta merobohkan sebuah tiang lampu penerangan jalan dan terbalik pada Jumat (28/12) malam sekitar pukul 21.00 WIB. Kondisi tempat kejadian perkara (TKP) di Jalan Residen Abdul Rozak, tidak jauh dari gerbang Perumahan Ever Green. Pada saat kejadian, jalan licin karena diguyur hujan.
publikasi : sindo sumsel; minggu 30 desember 2007; halaman 10
18 Desember 2007
IPAL Pusri
Anggota Komisi VII DPR RI Nazarudin Kiemas tengah bersitegang dengan staf PT Pusri yang memberikan penjelasan seputar instalasi pengolahan air limbah (IPAL) PT Pusri di lokasi IPAL PT Pusri kemarin.
publikasi : sindo sumsel; selasa 18 desember 2007; halaman 19
14 Desember 2007
Antre Berhari-hari, Buah dalam Truk Membusuk
Penumpukan kendaraan yang akan menyeberangke pulau Bangka dan Belitung dari Pelabuhan 35 Ilir Palembang, berdampak langsung pada kehidupan para sopir truk. Peristiwa tahunan itu, diperkirakan oleh para sopir akan terus terjadi hingga awal tahun 2008. Sungguh hal itu menjadi keluh kesah para sopir. Bagaimana tidak, impian akan mendapatkan penghasilan besar karena meningkatnya permintaan barang di Kepulauan Bangka sirna begitu saja tatkala mereka harus antre berhari-hari di pelabuhan.Uang jalan yang seharusnya cukup hingga ke tujuan (Bangka) harus mereka habiskan pada saat menunggu giliran penyeberangan di pelabuhan. Belum diketahui dimana mata rantai dan asal mula langganan penumpukkan itu, apakah karena tidak ada langkah antisipasi dari pihak berwenang, atau karena peningkatan volume penyeberangan yang tidak sebanding dengan jumlah armada penyeberangan. Memang daya angkut dengan mengoperasikan lima kapal sangat terbatas dan tidak sebanding dengan volume kendaraan yang masuk Pelabuhan. Namun seharusnya kejadian tahunan itu dapat diantisipasi sedini mungkin, karena ini bukan kejadian kali pertama. Bagi para sopir, mereka tidak lagi menganggap terjebak penumpukan, karena penumpukan itu sudah menjadi kebiasaan yang terjadi sebagai akibat kurang daya angkut yang katanya terbatasnya anggaran.
Indra, 35, seorang sopir truk asal Medan mengaku sudah tiga hari tiga malam ia berada dalam antrian truk yang menuju Bangka. Padahal barang yang dibawa dalam truknya adalah buah-buahan yang notabene mudah busuk. “Ya beginilah bang kondisinya, kita harus antre walau barang yang kita bawa mudah busuk. Kita harus ngalah sama truk-truk yang mengangkut lembu karena kita juga sadar bahwa resiko membawa hewan lebih tinggi dari angkutan lainnya,” ujarnya.
Hal yang dialami Indra juga dialami puluhan sopir truk yang terjebak dalam antrian menunggu kapal yang akan membawa mereka ke pelabuhan Muntok, Bangka. Kebanyakan dari mereka mengeluhkan antisipasi pemerintah dalam hal ini dinas perhubungan yang tidak menambah jumlah kapal saat penghujung tahun tiba. “Kan penumpukan ini terjadi setiap akhir tahun atau menjelang hari-hari besar. Apa mereka tidak punya catatan tahun sebelumnya sehingga gak punya dasar antisipasi tahun ini,” ungkap seorang sopir asal Lampung. (CR 03)
foto : iwan setiawan
publikasi : sindo sumsel; jumat 14 desember 2008; halaman 10
09 Desember 2007
Demo lingkungan
Seorang aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel sedang berorasi saat berunjuk rasa menyikapi pertemuan COP 13 UNFCCC Bali di Bundaran Air Mancur, di depan Masjid Agung Palembang, kemarin.
publikasi : sindo sumsel; minggu 9 desember 2007; halaman 9
07 Desember 2007
Menyulap Binatang Liar Jadi Rupiah
LIKU-LIKU BISNIS REPTILIA DI PALEMBANG
Bagi sebagian orang, binatang reptil mungkin menjijikkan, bahkan menakutkan. Namun, tidak demikian bagi Hasan Budiman, 65. Bagi bapak enam anak ini, reptil justru jadi sumber mata pencaharian. Sejak 34 tahun lalu, Hasan telah menekuni usaha reptilia. Dia menerima ular dan hewan reptilia lain, seperti biawak, labi-labi, kura-kura dan lainnya dari masyarakat untuk ditangkar, sebelum diambil kulitnya untuk dipasok ke sejumlah perusahaan di Medan, Jakarta, dan Sulawesi. Dia mengaku hanya membeli hewan tangkapan yang tidak dilindungi undang-undang (UU) Perlindungan Hewan.
Dua pegawai Hasan memeriksa ular sanca batik.
Awal ketertarikannya menekuni usaha ini karena sejak masih muda dia memang telah bekerja pada seorang pengusaha di bidang yang sama. Setelah sekitar 12 tahun mempelajari seluk beluk bisnis itu, maka pada 1973 dia memutuskan membuka usaha sendiri. ”Selama 12 tahun saya bekerja pada bos, selama itu pula saya belajar. Begitu ada kesempatan dan yakin, ya akhirnya saya buka usaha sendiri,” ungkap pemilik PD Budiman itu.
Pasokan hewan reptil untuk perusahaannya didapatkan dari berbagai agen yang tersebar di wilayah Sumatera Selatan. Bahkan, terkadang ada juga orang yang mengumpulkan hewan reptil dari Provinsi Bangka Belitung dan Bengkulu, yang menjual tangkapan mereka ke perusahaannya yang berlokasi di wilayah Pasar 16 Ilir Palembang. Hasan menerangkan, hewan reptilia yang dibelinya saat ini lebih didominasi ular dan biawak. Khusus untuk ular, hampir setiap hari pasokannya tidak pernah putus. Yang lebih banyak diperdagangkan adalah jenis sanca, khususnya sanca batik. Untuk perhitungan harga, biasanya ular-ular itu dihitung panjangnya dan dihargai berdasarkan kualitas kulit yang dimiliki. ”Pernah kita beli ular satu ekor seharga Rp100.000. Tapi, pernah juga kita beli satu ekor hanya Rp5.000 karena kulitnya sudah rusak,” ujarnya.
Setelah dibeli dan dikumpulkan di tokonya, ular-ular itu dibawa ke penangkaran yang berada di dekat hutan wisata Punti Kayu untuk diolah. Sebelum dipotong, ular tersebut dipisahkan antara yang kulitnya baik dengan yang kulitnya rusak. Hal itu dilakukan karena kualitas kulit yang akan diolah menjadi produk selanjutnya haruslah memenuhi standar yang ditetapkan perusahaan mitra mereka. Selain itu, semua bagian ular yang diolah tidak ada yang tersisa. Sebab, badan serta isi perut ular bisa dimanfaatkan untuk pakan buaya dan ikan patin yang juga menjadi usahanya. ”Setelah disamak, kulit ular yang kualitas baik itu kita kirimkan ke beberapa perusahaan mitra kita yang berada di Medan, Jakarta, dan Sulawesi untuk selanjutnya diproduksi menjadi tas, dompet, sepatu dan bahan-bahan lainnya,” tuturnya.
Hasan mengaku, usaha yang dijalankannya telah mampu membuat perekonomian keluarganya serba berkecukupan. Dia bersyukur karena dari hasil usahanya tersebut, keenam anaknya sudah lulus kuliah. Bahkan, saat ini dia mempekerjakan dua pegawai tetap dan dua pegawai lepas yang membantunya menjalankan usaha itu. Walaupun menerima banyak pasokan reptilia dari para agen maupun masyarakat yang langsung menjual padanya, Hasan mengatakan tidak akan mau membeli jika telah melampaui kuota yang diperbolehkan pemerintah melalui Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Sebab, sesuai peraturan yang berlaku, masyarakat maupun pengusaha reptilia tidak boleh sembarangan dalam menangkap hewan bebas yang ada di alam. Berdasarkan keterangan yang diberikannya, untuk wilayah Sumsel, kuota hewan reptilia yang ditetapkan BKSDA adalah untuk labi-labi 750 ekor per tahun, biawak 75.000 ekor per tahun, dan ular 20.000 ekor per tahun. Hasan mengungkapkan, dari kuota yang diberikan pemerintah itu, untuk ular dan biawak dirasanya sudah ideal. Akan tetapi, dia merasa kuota untuk labi-labi harusnya ditambah karena sudah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. ”Untuk perusahaan kita sendiri saja, satu hari bisa dapat 100 labi-labi yang dijual agen dan masyarakat. Belum lagi yang ada di pengumpul lain,” tuturnya. (CR-03)
foto : iwan setiawan
publikasi : sindo sumsel; jumat 7 desember 2007; halaman 9
04 Desember 2007
Pelamar
Ratusan pelamar memadati Kantor Pos Besar Palembang untuk mendapatkan formulir lamaran lowongan PT Pusri Palembang, kemarin. Pendaftaran kali ini diwarnai keributan karena formulir pendaftaran yang semestinya gratis ternyata dijual oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
publikasi : sindo sumsel; selasa 4 desember 2007; halaman 11